Langsung ke konten utama

Kisah Cinta yang Terluka

Saya masih ingat saat itu, tahun 2010-2012. Saya jatuh cinta dengan seseorang yang saya pikir mencintai saya. Namanya Sultan, dia adalah teman kuliah saya. Kami berdua sering menghabiskan waktu bersama, berbicara tentang masa depan, dan berbagi impian.

"Kamu mencintai saya, kan?" saya bertanya kepada Sultan suatu hari.

Sultan tidak menjawab, dia hanya tersenyum dan memeluk saya. Saya merasa seperti terjebak dalam sebuah mimpi buruk yang tidak pernah berakhir.

"Sultan, apa yang terjadi denganmu?" saya bertanya lagi. "Kamu tidak pernah menjawab pertanyaan saya tentang cintamu."

Sultan masih tidak menjawab, dia hanya menatap saya dengan mata yang kosong dan tidak peduli.

Saya merasa seperti telah dihancurkan secara mental dan emosional. Saya menemukan bahwa Sultan memiliki banyak wanita di hatinya. Saya cemburu, saya sangsi... apakah dia mencintai saya?

Puncaknya, Sultan mengatakan bahwa dia sudah menikah. Betapa hancurnya hati saya.

"Sultan, kamu sudah menikah?" saya bertanya, tidak percaya.

Sultan mengangguk, dia tidak menjawab. Saya merasa seperti telah dihancurkan secara mental dan emosional.

Tapi, saya tidak menyerah. Saya bertemu dengan seseorang yang lebih muda 7 tahun dariku. Namanya Robby, dia adalah teman saya di jejaring sosial. Kami berdua sering berbicara tentang kehidupan, dan berbagi pengalaman.

"Robby, kamu memiliki pacar?" saya bertanya suatu hari.

Robby tersenyum, "Saya sedang mencintai seseorang, tapi saya tidak tahu apakah dia mencintai saya juga."

Saya merasa ingin belajar mencintai Robby. Saya memutuskan untuk mencintainya dalam diam.

"Robby, saya ingin menjadi temanmu yang baik," saya mengatakan suatu hari.

Robby tersenyum, "Saya senang memiliki teman seperti kamu."

Saya merasa seperti telah menemukan kebahagiaan yang saya cari. Saya belajar mengikhlaskan, saya belajar menjadi wanita sholehah.

Tapi, saya masih memiliki harapan untuk bertemu dengan jodohku yang sebenarnya. Saya ingin menjadi bidadari dunia yang pantas merindukan surga.

"Robby, saya ingin menjadi wanita yang lebih baik," saya mengatakan suatu hari.

Robby tersenyum, "Kamu sudah menjadi wanita yang baik, tapi kamu harus terus memperbaiki diri."

Saya merasa seperti telah menemukan kebahagiaan yang saya cari. Saya akan terus belajar, saya akan terus memperbaiki diri. Saya ingin menjadi wanita yang lebih baik, wanita yang pantas merindukan surga.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kebijakan Publik yang bermodel kelompok

Oleh Regas Febria Yuspita Pendahuluan Model adalah representasi sederhana mengenai aspek-aspek yang terpilih dari suatu kondisi masalah yang disusun untuk tujuan tertentu, model kebijakan biasanya dinyatakan dalam bentuk konsep teori, diagram, grafik atau persamaan matematika. Model kebijakan publik harus memiliki karakteristik, sederhana dan jelas, ketepatan identifikasi aspek penting problem kebijakan, menolong untuk pengkomunikasian, usaha langsung untuk memahami kebijakan publik secara lebih baik ( manageable ) dan memberikan penjelasan & memprediksi konsekwensi. Model pembuatan kebijakan publik meliputi model elit, model kelompok, model kelembagaan, model proses, model rasionalism, model inkrementalism dan model sistem. Pada tulisan ini penulis akan membahas mengenai kebijakan publik yang menggunakan model kelompok.Model kelompok merupakan abstraksi dari proses pembuatan kebijakan. Dimana beberapa kelompok kepentingan berusaha untuk mempengaruhi isi dan bentuk...

ETIKA ADMINISTRASI PUBLIK (DEFINISI, URGENSI, PERKEMBANGAN, DAN LANDASAN)

TUGAS TERSTRUKTUR ETIKA ADMINISTRASI PUBLIK (DEFINISI, URGENSI, PERKEMBANGAN, DAN LANDASAN) Disusun Oleh : KELOMPOK 1 Susanto P2FB12017 Regas Febria Yuspita P2FB12004 Rahmat Imanda P2FB12021 Ary Yuliastri P2FB12008 UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN MAGISTER ILMU ADMINISTRASI PURWOKERTO 2012 Etika Administrasi Publik (Definisi, Urgensi, Perkembangan, dan Landasan) Oleh : Kelompok 1 Pendahuluan Etika administrasi publik pertama kali muncul pada masa klasik. Hal ini disebabkan karena teori administrasi publik klasik (Wilson, Weber, Gulick, dan Urwick) kurang memberi tempat pada pilihan moral (etika). Pada teori klasik kebutuhan moral administrator hanyalah merupakan keharusan untuk menjalankan tugas sehari-hari secara efisien. Dengan diskresi yang dimiliki, administrator publik pun tidak hanya harus efisien, tapi juga harus d...

Efisiensi dan Efektivitas dalam Birokrasi

  Oleh Regas Febria Yuspita, S.Sos P2FB12004 [1] Pendahuluan Penerapan Good Governance saat ini baik di tingkat pusat maupun daerah harus berpegang teguh dengan prinsip efisiensi, dan efektivitas.   Penerapan prinsip efektivitas dan efisiensi ini dilakukan karena permasalahan penyelenggaraan pelayanan publik di Indonesia masih memiliki beberapa kelemahan seperti petugas pelayanan kurang responsif, kurang informatif kepada masyarakat, kurang accessible , kurang koordinasi, terlalu birokratis, kurang mau mendengar keluhan/saran/aspirasi masyarakat dan inefisien. Efektivitas dan efisiensi secara bersama-sama sangat perlu diterapkan dalam penerapan Good Governance , karena suatu yang efektif belum tentu efisien, demikian juga sebaliknya suatu yang efisien belum tentu efektif. Suatu pekerjaan yang efektif belum tentu efisien karena hasil dicapai itu telah menghabiskan banyak pikiran, tenaga, waktu, maupun benda lainnya. Hal ini disebabkan karena efektif adalah mel...