Ibnul Jauzy berkata; “Satu hal yang paling menarik dan menakjubkan
adalah tatkala seseorang yang mati sadar di dalam kuburnya. Ia sangat
terkejut dengan kondisi yang tidak bisa dilukiskan dan merasa sedih
dengan kesedihan yang sangat sulit dibayangkan. Ia membayangkan
masa-masanya yang telah lewat. Ia ingin agar bisa melakukan sesuatu yang
belum sempat dikerjakannya dan
benar-benar bertaubat. Ia hampir saja bunuh diri tatkala menjelang
kematiannya. Andaikata ia mendapatkan suatu pelajaran yang sangat
berharga dari semua itu saat masih sehat, pasti ia akan melakukan
amal-amalnya dengan penuh ketaqwaan.
Sesungguhnya orang yang
cerdas akan selalu membayangkan saat-saat kematian tiba dan bekerja
dengan tujuan-tujuan yang harus dicapainya. Andaikata ia tidak sanggup
membayangkan dalam benaknya keadaan yang demikian, maka ia wajib
mengekang hawa nafsunya dan berbuat sebaik-baiknya untuk kepentingan
hidupnya. Akan tetapi, jika kesadaran itu baru datang manakala ia sudah
berada di gerbang maut, saat itu pintu kesempatan telah tertutup.
Diriwayatkan dari Habib Al-Ajami, jika dia bangun pagi maka dia pasti
mengatakan pada isterinya, “Jika aku mati hari ini, maka fulanlah yang
harus memandikanku dan fulanlah yang harus memikul keranda mayatku.”
Ma’ruf Al-Karkhi, seorang wali terbesar, berkata kepada seorang
laki-laki, “Sholat zhuhurlah bersama kami.” Orang itu berkata, “Jika
sholat bersamamu saat ini, maka aku tak akan sholat asr bersamamu.”
Al-Karkhi menjawab, “Kamu berangan-angan bisa hidup sampai waktu asar
nanti? Berlindunglah kepada Alloh dari panjangnya angan-angan.”
Suatu saat ada laki-laki yang membicarakan orang lain dalam ghibahnya.
Berkata Ma’ruf kepadanya, “Ingatlah tatkala kapas telah diletakkan di
atas kedua matamu sebelum engkau dikubur nanti.”
[Sumber: Terjemah “Shoidul Khotir” karya Ibnul Jauzy, via facebook Pustaka Ukhuwah Malang]
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Komentar
Posting Komentar