Oleh
Regas Febria Yuspita, S.Sos
P2FB12004[1]
Pendahuluan
Penerapan Good Governance saat ini baik di tingkat
pusat maupun daerah harus berpegang teguh dengan prinsip efisiensi, dan efektivitas.
Penerapan prinsip efektivitas dan
efisiensi ini dilakukan karena permasalahan penyelenggaraan pelayanan publik di
Indonesia masih memiliki beberapa kelemahan seperti petugas pelayanan kurang responsif,
kurang informatif kepada masyarakat, kurang accessible,
kurang koordinasi, terlalu birokratis, kurang mau mendengar
keluhan/saran/aspirasi masyarakat dan inefisien. Efektivitas dan efisiensi
secara bersama-sama sangat perlu diterapkan dalam penerapan Good Governance, karena suatu yang
efektif belum tentu efisien, demikian juga sebaliknya suatu yang efisien belum
tentu efektif. Suatu pekerjaan yang efektif belum tentu efisien karena hasil
dicapai itu telah menghabiskan banyak pikiran, tenaga, waktu, maupun benda
lainnya. Hal ini disebabkan karena efektif adalah melakukan pekerjaan yang
benar dan sesuai serta dengan cara yang tepat untuk mencapai suatu tujuan yang
telah direncanakan. Sedangkan efisien adalah hasil dari usaha yang telah
dicapai lebih besar dari usaha yang dilakukan.
Efektivitas (epat sasaran) adalah taraf tercapainya suatu
tujuan tertentu, baik ditinjau dari segi hasil, maupun segi usaha yang diukur
dengan mutu, jumlah serta ketepatan waktu sesuai dengan prosedur dan
ukuran–ukuran tertentu yang telah digariskan. Efektivitas yaitu para birokrat
dalam melaksanakan tugas-tugas pelayanan kepada publik harus baik yaitu
memenuhi target atau tujuan yang telah ditentukan sebelumnya tercapai[2].
Tujuan yang dimaksud adalah tujuan publik dalam pencapaian tujuannya, bukan
tujuan pemberi pelayanan (birokrat publik).
Efisiensi menunjukkan bagaimana mencapainya, yakni dibanding
dengan usaha, biaya atau pengorbanan yang harus dikeluarkan. Adanya efisiensi diharapkan para birokrat dalam
melaksanakan tugas-tugas pelayanan kepada masyarakat tidak boros. Dalam artian
bahwa para birokrat secara berhati-hati agar memberikan hasil yang
sebesar-besarnya kepada publik. Dengan demikian nilai efisiensi lebih mengarah
pada penggunaan sumber daya yang dimiliki secara cepat dan tepat, tidak boros
dan dapat dipertanggung jawabkan kepada publik.
Hal yang perlu diperhatikan adalah bahwa pada dasarnya
penerapan prinsip tersebut adalah berdasarkan pada pendapat Gie. Penerapan prinsip efektivitas dan efisiensi ini dimaksudkan
untuk menyelesaikan tugas pekerjaan birokrasi secara cepat dalam waktu singkat,
ringkas dan tidak berbelit-belit (tidak lagi melalui banyak meja), berprestasi
tinggi, tidak mengalami pemborosan atau keborosan waktu maupun dana dan daya,
serta menghasilkan pelayanan yang berkualitas (Adisasmita, 2011:2)[3].
Faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas dan efisiensi
Birokrasi
dikatakan efektif dan efisien apabila dalam realita pelaksanaannya birokrasi
dapat berfungsi melayani sesuai dengan kebutuhan masyarakat artinya tidak ada
hambatan yang terjadi dalam pelayanan tersebut, cepat dan tepat dalam
memberikan pelayanan serta mampu memecahkan fenomena yang menonjol akibat
adanya perubahan sosial yang sangat cepat dari faktor eksternal. Agar birokrasi
dapat berjalan efektif dan efisien perlu memperhatikan faktor-faktor yang
mempengaruhinya seperti dikemukakan Gie. Gie (1991) mengatakan bahwa faktor-faktor
yang mempengaruhi efisiensi dan efektivitas kerja adalah (1) motivasi kerja,
(2) kemampuan kerja, (3) suasana kerja, (4) lingkungan kerja, (5) perlengkapan
dan fasilitas dan (6) prosedur kerja. Mengacu pada faktor-faktor yang
dikemukakan oleh Gie tersebut di atas, maka penulis yakin ada (1) sumber daya
manusia, (2) lingkungan kerja yang benar-benar dapat mempengaruhi efektivitas
dan efisiensi penyedia pelayanan publik di Indonesia.
Sumber daya manusia
ini mempengaruhi peningkatkan efektivitas dan efisiensi dalam birokrasi,
artinya suatu efektivitas dan efisiensi dapat tercapai ketika sumber daya
manusia itu memiliki keinginan kuat untuk mencapainya. Dengan kata lain,
memiliki motivasi yang kuat untuk mencapai efektivitas dan efisiensi. Motivasi adalah
suatu proses menstimulasi manusia untuk melakukan kegiatan dalam upaya mencapai
sasaran atau sasaran-sasaran yang diinginkan secara efektif dan efisien
(Adisasmita, 2011 :167). Dengan demikian motivasi diperlukan agar pegawai dapat
melakukan pekerjaan dengan penuh semangat dan tanggung jawab. Motivasi meliputi
jaminan keamanan dan
kenyamanan dalam bekerja, penghargaan kerja kepada pegawai
yang berprestasi. Gaji tidak berpengaruh kuat terhadap peningkatan efektivitas
dan efisiensi pegawai hal ini sebagaimana dikemukakan oleh Wakil Menteri
Pendayagunaan sehingga motivasi yang dimaksud disini tidak termasuk gaji.
Pegawai yang memiliki motivasi tinggi akan dapat meningkatkan efektivitas dan
efisiensinya dalam bekerja.
Lingkungan meliputi
lingkungan internal dan lingkungan eksternal. Lingkungan internal dan eksternal
merupakan faktor-faktor yang membentuk, memperkuat atau memperlemah efektivitas
pertanggungjawaban instansi atas wewenang dan tanggung jawab yang dilimpahkan
kepadanya (Adisasmita, 2011:85). Lingkungan
internal disini termasuk budaya organisasi, perlengkapan dan fasilitas, serta
prosedur kerja. Budaya organisasi (Tangkilisan, 2007:14) adalah seluruh pola
perilaku anggota organisasi dan menjadi pegangan bagi setiap individu dalam
berinteraksi, baik di dalam ruang lingkup internal maupun ketika berinteraksi
dengan lingkungan eksternal[4].
Perlengkapan dan fasilitas yaitu peralatan yang dimiliki organisasi untuk dijalankan
oleh individu dalam organisasi. Adanya perlengkapan dan fasilitas yang lengkap
dapat menunjang kelancaran dalam pelaksanaan tugas pegawai yang pada akhirnya
akan meningkatkan efektivitas dan efisiensi. Prosedur kerja adalah perincian
langkah-langkah dari serangkaian fungsi yang diarahkan untuk mencapai hasil
yang dikehendaki. Prosedur kerja dapat diartikan sebagai rincian dinamika
mekanisme organisasi yang detail (rinci) dan runtut. Seorang pegawai yang
menjalankan pekerjaannya sesuai dengan prosedur kerja maka akan meningkatkan efektivitas
dan efisiensinya dalam bekerja.
Lingkungan
eksternal adalah kekuatan yang timbul dari luar batas organisasi yang
mempengaruhi keputusan serta tindakan di dalam organisasi seperti masyarakat dan
peraturan pemerintah.
[1] Penerima
beasiswa unggulan Double Degree Magister Ilmu Administrasi, UNSOED
[2]
Pasolong, Harbani. 2007. Teori
Administrasi Publik. Bandung
: Albeta
[3]
Adisasmita, Rahardjo. 2011. Manajemen
Pemerintah Daerah Edisi Pertama. Yogyakarta
: Graha Ilmu
[4]
Tangkilisan, Hessel. 2007. Manajemen Publik. Jakarta : PT. Gramedia
Komentar
Posting Komentar