Langsung ke konten utama

"Pernikahan yang Menghancurkan Hidupku"

Diana duduk di ruang tamu, menatap kosong ke dinding yang terlihat begitu dingin dan tidak peduli. Diana merasa seperti terjebak dalam sebuah mimpi buruk yang tidak pernah berakhir.

Dulu, Diana sangat merindukan pernikahan. Diana bermimpi menikah dengan laki-laki sholeh, baik, dan yang akan memberinya keturunan sebanyak 7 orang anak. Diana membayangkan mereka akan hidup bahagia bersama, selalu berbagi dengan masyarakat sekitar, dan menjadi contoh keluarga yang harmonis.

Tapi, kenyataannya jauh dari itu. Sultan, suaminya, yang Diana pikir adalah pria yang baik dan mencintai Diana, ternyata memiliki sifat yang sangat berbeda. Dia miskin, tidak hanya secara finansial, tapi juga secara moral. Dia suka memukul, mencaci maki, menghina, dan mencela Diana. Dia tidak pernah memberikan nafkah materi, apalagi nafkah batin.

"Diana tidak tahu apa yang harus dilakukan lagi," Diana berbicara sendiri, merasa putus asa. Diana masih ingat hari pernikahannya, Diana merasa seperti seorang putri yang sedang menikah dengan pangeran impianya.

Tapi, kenyataannya jauh dari itu. "Sultan, apa yang terjadi denganmu?" Diana bertanya kepada Sultan yang sedang duduk di sebelahnya. "Diana pikir kamu adalah pria yang baik dan mencintai Diana, tapi kenapa kamu berubah menjadi seperti ini?"

Sultan tidak menjawab, dia hanya menatap Diana dengan mata yang kosong dan tidak peduli. "Diana tahu kamu memiliki sifat yang berbeda, tapi Diana tidak tahu kamu memiliki hobi sodomi," Diana melanjutkan. "Diana merasa seperti telah dihancurkan secara mental dan emosional."

Sultan masih tidak menjawab, dia hanya berdiri dan pergi meninggalkan Diana sendirian. Diana merasa seperti telah diabaikan dan tidak dihargai. Diana telah berdoa kepada Allah untuk meminta pertolongan, tapi sepertinya doanya tidak pernah dikabulkan.

"Diana ingin cerai, tapi kamu tidak pernah setuju," Diana berbicara sendiri lagi. "Diana merasa seperti terjebak dalam sebuah pernikahan yang tidak bahagia dan tidak seimbang."

Diana hanya bisa berharap bahwa suatu hari nanti Diana akan dapat bebas dari semua ini. Tapi, setelah bebas, Diana tidak akan pernah mau menikah lagi. Diana trauma dan tidak mau mengalami nasib yang sama seperti sebelumnya.

"Diana merasa Allah SWT tidak sebaik itu pada Diana," Diana berbicara sendiri, merasa sedih dan kecewa. "Diana merasa seperti telah ditinggalkan oleh-Nya."

Diana tidak tahu apa yang akan terjadi di masa depan, tapi Diana hanya bisa berharap bahwa suatu hari nanti Diana akan dapat menemukan kebahagiaan yang Diana cari, tanpa harus menikah lagi

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kebijakan Publik yang bermodel kelompok

Oleh Regas Febria Yuspita Pendahuluan Model adalah representasi sederhana mengenai aspek-aspek yang terpilih dari suatu kondisi masalah yang disusun untuk tujuan tertentu, model kebijakan biasanya dinyatakan dalam bentuk konsep teori, diagram, grafik atau persamaan matematika. Model kebijakan publik harus memiliki karakteristik, sederhana dan jelas, ketepatan identifikasi aspek penting problem kebijakan, menolong untuk pengkomunikasian, usaha langsung untuk memahami kebijakan publik secara lebih baik ( manageable ) dan memberikan penjelasan & memprediksi konsekwensi. Model pembuatan kebijakan publik meliputi model elit, model kelompok, model kelembagaan, model proses, model rasionalism, model inkrementalism dan model sistem. Pada tulisan ini penulis akan membahas mengenai kebijakan publik yang menggunakan model kelompok.Model kelompok merupakan abstraksi dari proses pembuatan kebijakan. Dimana beberapa kelompok kepentingan berusaha untuk mempengaruhi isi dan bentuk...

ETIKA ADMINISTRASI PUBLIK (DEFINISI, URGENSI, PERKEMBANGAN, DAN LANDASAN)

TUGAS TERSTRUKTUR ETIKA ADMINISTRASI PUBLIK (DEFINISI, URGENSI, PERKEMBANGAN, DAN LANDASAN) Disusun Oleh : KELOMPOK 1 Susanto P2FB12017 Regas Febria Yuspita P2FB12004 Rahmat Imanda P2FB12021 Ary Yuliastri P2FB12008 UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN MAGISTER ILMU ADMINISTRASI PURWOKERTO 2012 Etika Administrasi Publik (Definisi, Urgensi, Perkembangan, dan Landasan) Oleh : Kelompok 1 Pendahuluan Etika administrasi publik pertama kali muncul pada masa klasik. Hal ini disebabkan karena teori administrasi publik klasik (Wilson, Weber, Gulick, dan Urwick) kurang memberi tempat pada pilihan moral (etika). Pada teori klasik kebutuhan moral administrator hanyalah merupakan keharusan untuk menjalankan tugas sehari-hari secara efisien. Dengan diskresi yang dimiliki, administrator publik pun tidak hanya harus efisien, tapi juga harus d...

Efisiensi dan Efektivitas dalam Birokrasi

  Oleh Regas Febria Yuspita, S.Sos P2FB12004 [1] Pendahuluan Penerapan Good Governance saat ini baik di tingkat pusat maupun daerah harus berpegang teguh dengan prinsip efisiensi, dan efektivitas.   Penerapan prinsip efektivitas dan efisiensi ini dilakukan karena permasalahan penyelenggaraan pelayanan publik di Indonesia masih memiliki beberapa kelemahan seperti petugas pelayanan kurang responsif, kurang informatif kepada masyarakat, kurang accessible , kurang koordinasi, terlalu birokratis, kurang mau mendengar keluhan/saran/aspirasi masyarakat dan inefisien. Efektivitas dan efisiensi secara bersama-sama sangat perlu diterapkan dalam penerapan Good Governance , karena suatu yang efektif belum tentu efisien, demikian juga sebaliknya suatu yang efisien belum tentu efektif. Suatu pekerjaan yang efektif belum tentu efisien karena hasil dicapai itu telah menghabiskan banyak pikiran, tenaga, waktu, maupun benda lainnya. Hal ini disebabkan karena efektif adalah mel...