Langsung ke konten utama

Tahun hijriyah


REPUBLIKA.CO.ID,Tahun baru 1434 Hijriah berlalu diam-diam. Di sejumlah daerah, mengiringi pergantian tahun tersebut, berlangsung acara doa dan dzikir bersama. Masyarakat berusaha menyatukan hati dan pikiran untuk memohon agar tahun mendatang menjadi lebih baik daripada tahun yang baru lewat. Namun sebagian yang lain belum menyadari bahwa tahun telah berganti, dan itu bermakna semakin berkurangnya kesempatan untuk berbuat kebaikan.
Pergantian tahun dapat menjadi momentum bagi kita bersama untuk melakukan introspeksi dan berefleksi tentang apa yang telah kita perbuat. Refleksi semacam ini kian diperlukan agar kegiatan ritual tidak berjarak -- apalagi berjarak jauh -- dengan kegiatan sosial, yang notabene merupakan perwujudan dari pergulatan dalam batin kita. Adanya jarak menandakan bahwa kegiatan ritual tak memberi dampak positif yang berarti terhadap kegiatan sosial kita.

Bila menengok sejarahnya, tampaklah bahwa tahun Hijriah dipancangkan oleh Khalifah Umar ibn Khattab dengan mengacu pada peristiwa hijrah. Momentum itu dipilih sebagai tonggak tahun Islam dengan pertimbangan hijrah menandakan keteguhan sikap, kesabaran, optimisme, dan kebersamaan masyarakat Muslim dalam menghadapi sejumlah masalah kala itu. Nabi Muhammad, dengan segala keterbatasan logistik, memimpin umat berhijrah dalam rangka tetap menegakkan kebenaran.

Kita, yang hidup di zaman sekarang, rasanya perlu terus menerus memperbarui semangat dengan belajar dari peristiwa hijrah tersebut. Penyegaran semangat itu, di tengah suasana tahun baru ini, amat relevan untuk menghadapi dan menjawab persoalan-persoalan masa kini. Kita mungkin lebih maju dalam katagori ekonomis, namun mengalami pemiskinan dalam katagori spirit ketuhanan dan kemanusiaan-sosial. Sisi yang terakhir inilah yang seyogyanya memperoleh pengasahan lebih serius dan terus menerus.

Ajakan untuk selalu memperbarui spirit ketuhanan dan kemanusiaan ini barangkali akan dianggap angin lalu untuk kemudian hilang di tengah padang pasir. Namun ia tetap bermakna untuk dinyatakan, agar kehidupan kita tidak berjalan tanpa jiwa. Spirit tersebut dibutuhkan dalam upaya kita menjawab perubahan zaman -- tatkala kita membutuhkan ketahanan diri, kesungguhan yang lebih tegar, optimisme yang realistis, serta kebersamaan yang tidak timpang di antara sesama anggota masyarakat.

Di awal tahun baru 1434 Hijriah ini, pantaslah kita bertanya kepada diri sendiri: ''Apa yang sudah kita lakukan bagi kebaikan bersama?'' -- dikaitkan dengan berbagai hal dan peristiwa, berbagai waktu dan kesempatan, berbagai orang dan kalangan. Adakah titik-titik dalam rentang waktu satu tahun yang baru silam kita telah mengukir kebaikan, menyenangkan orang lain (dalam kebaikan), dan seterusnya. Pertanyaan-pertanyaan itu mungkin akan mengusik kita, namun di saat yang sama ia dapat menjadi pemicu bagi kita untuk lebih baik (lagi). Pergantian tahun dapat menjadi momentum refleksi, dapat pula berlalu diam-diam tanpa arti.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

ETIKA ADMINISTRASI PUBLIK (DEFINISI, URGENSI, PERKEMBANGAN, DAN LANDASAN)

TUGAS TERSTRUKTUR ETIKA ADMINISTRASI PUBLIK (DEFINISI, URGENSI, PERKEMBANGAN, DAN LANDASAN) Disusun Oleh : KELOMPOK 1 Susanto P2FB12017 Regas Febria Yuspita P2FB12004 Rahmat Imanda P2FB12021 Ary Yuliastri P2FB12008 UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN MAGISTER ILMU ADMINISTRASI PURWOKERTO 2012 Etika Administrasi Publik (Definisi, Urgensi, Perkembangan, dan Landasan) Oleh : Kelompok 1 Pendahuluan Etika administrasi publik pertama kali muncul pada masa klasik. Hal ini disebabkan karena teori administrasi publik klasik (Wilson, Weber, Gulick, dan Urwick) kurang memberi tempat pada pilihan moral (etika). Pada teori klasik kebutuhan moral administrator hanyalah merupakan keharusan untuk menjalankan tugas sehari-hari secara efisien. Dengan diskresi yang dimiliki, administrator publik pun tidak hanya harus efisien, tapi juga harus d...

Efisiensi dan Efektivitas dalam Birokrasi

  Oleh Regas Febria Yuspita, S.Sos P2FB12004 [1] Pendahuluan Penerapan Good Governance saat ini baik di tingkat pusat maupun daerah harus berpegang teguh dengan prinsip efisiensi, dan efektivitas.   Penerapan prinsip efektivitas dan efisiensi ini dilakukan karena permasalahan penyelenggaraan pelayanan publik di Indonesia masih memiliki beberapa kelemahan seperti petugas pelayanan kurang responsif, kurang informatif kepada masyarakat, kurang accessible , kurang koordinasi, terlalu birokratis, kurang mau mendengar keluhan/saran/aspirasi masyarakat dan inefisien. Efektivitas dan efisiensi secara bersama-sama sangat perlu diterapkan dalam penerapan Good Governance , karena suatu yang efektif belum tentu efisien, demikian juga sebaliknya suatu yang efisien belum tentu efektif. Suatu pekerjaan yang efektif belum tentu efisien karena hasil dicapai itu telah menghabiskan banyak pikiran, tenaga, waktu, maupun benda lainnya. Hal ini disebabkan karena efektif adalah mel...

Kebijakan Publik yang Bermodel Inkremental

Oleh : Regas Febria Yuspita Model inkremental muncul merupakan kritik terhadap model rasional. Model incremental ini digunakan untuk menambah, mengurangi dan menyempurnakan program-program yang telah ada sebelumnya. Pada model ini para pembuat kebijakan pada dasarnya tidak mau melakukan peninjauan secara konsisten terhadap seluruh kebijakan yang dibuatnya. karena beberapa alasan, yaitu: 1.       Tidak punya waktu, intelektualitas, maupun biaya untuk penelitian terhadap nilai-nilai sosial masyarakat yang merupakan landasan bagi perumusan tujuan kebijakan. 2.       Adanya kekhawatiran tentang bakal munculnya dampak yang tidak diinginkan sebagai akibat dari kebijakan yang belum pernah dibuat sebelumnya 3.       Adanya hasil-hasil program dari kebijakan sebelumnya yang harus dipertahankan demi kepentingan tertentu 4.       Menghindari konflik jika harus melakukan proses n...