Langsung ke konten utama

Verbal bullying

Berada di tengah orang banyak, rasanya nggak mungkin kalau kita menghindar pergi tanpa basa-basi. Apalagi jika kita bertemu dengan teman-teman lama atau keluarga jauh yang sudah lama tidak bertemu, rasanya obrolan tidak mungkin untuk dihindari.

Tapi, justru saat baru bertemu dengan kerabat dan teman lama merupakan saat-saat kita harus menjaga dan memilah tutur kata. Jangan sampai setelah lama tidak bertemu, mereka malah merasa tersinggung atau tersakiti dengan ucapan kita. Saat berada di tengah keluarga besar atau mungkin menghadiri pesta pernikahan, pasti ada sebagian kamu yang sudah tidak asing lagi dengan pertanyaan ‘kapan nyusul?’, atau ‘kapan nikah?’.


Untuk mereka yang melemparkan pertanyaan semacam ini mungkin sama sekali nggak berniat untuk menyinggung atau menyakiti perasaan orang yang diajak bicara. Karena jika diperhatikan, pertanyaan semacam ini sering dijadikan ‘ice breaker’ untuk memulai pembicaraan lain. Tapi, untuk sebagian orang, pertanyaan yang justru bersifat pribadi bisa jadi menyinggung perasaan mereka.

“Jangankan buat kita yang belum punya pasangan, buat yang sudah punya pasangan pun memang terkadang pertanyaan seperti itu cukup menyebalkan jika berkali-kali ditanyakan. Tapi, saya yakin mereka yang menanyakan pertanyaan tersebut tidak bermaksud menyinggung ranah pribadi kita. biasanya, orang mengutarakan pertanyaan tersebut dengan dua alasan, mereka benar-benar ingin tahu tentang kita atau mereka ingin sekadar memecah kesunyian untuk melanjutkan obrolan lain. Buat saya pribadi, awalnya memang agak terganggu dengan pertanyaan tersebut, tapi sekarang saya tidak menganggapnya terlalu serius. Anggap saja mereka ikut mendoakan kita dan yang paling penting adalah segera cari topik untuk memulai pembicaraan baru,” Novi, 25, freelancer.

"Suatu perbuatan disebut sebagai bully kalau memang niat awalnya untuk menyakiti orang lain."Apakah lantas pertanyaan yang awalnya digunakan sebagai ‘ice breaker’ justru malah beralih fungsi sebagai medium verbal bullying karena bisa menyakiti dan menyinggung perasaan orang lain? “Suatu perbuatan disebut sebagai bully kalau memang niat awalnya untuk menyakiti orang lain. Kalau tujuannya bukan untuk menyakiti orang maka tidak bisa disebut sebagai bully. Pertanyaan ‘kapan nikah’ dan ‘kapan punya anak’ memang pertanyaan lazim yang ditemui di lingkungan sosial. Dan memang pertanyaan seperti ini tentu hanya kita utarakan kepada orang-orang dekat. Untuk mereka yang mudah tersinggung dan mudah marah dengan pertanyaan-pertanyaan seperti ini, sebaiknya perlu lebih banyak belajar untuk mengendalikan diri dan mengendalikan situasi. Karena tentu kita tidak mungkin bisa selalu menghindari pertanyaan-pertanyaan pembuka seperti ini,” ujar Amanda Margia, dosen Psikologi di sebuah perguruan tinggi swasta.

 Ya, memang awalnya tidak ada niat sama sekali untuk menyakiti orang di sekitar kita. That’s why, ‘think before you speak’ sangat penting untuk diaplikasikan setiap kali kita berbicara dengan orang lain. Salah persepsi dan salah tangkap bisa saja terjadi di sela-sela obrolan yang terjalin.
“Pertanyaan basa-basi seperti ‘kapan nikah’ saya rasa nggak akan berhenti ketika kita menikah. ‘Kapan punya anak’ dan ‘kapan nambah anak’ pun harus siap kita temui saat kita sudah menikah. Jadi, menurut saya, mau tidak mau kita harus selalu siap dengan pertanyaan-pertanyaan awalan seperti itu. Dan rasanya sebagai makhluk sosial kita tidak mungkin untuk menghindari obrolan-obrolan seperti itu yang artinya harus selalu siap mendapatkan pertanyaan ‘pembuka’ pembicaraan semacam itu. Yang penting, santai saja menanggapinya, jangan sampai dibawa stres dan dimasukan ke hati,” ujar  Nina, 31, Manager.
So, nggak ada salahnya kan kita berpikir ulang setiap kali hendak berbicara dengan siapapun. Speak for peace and (always) think before you speak.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

ETIKA ADMINISTRASI PUBLIK (DEFINISI, URGENSI, PERKEMBANGAN, DAN LANDASAN)

TUGAS TERSTRUKTUR ETIKA ADMINISTRASI PUBLIK (DEFINISI, URGENSI, PERKEMBANGAN, DAN LANDASAN) Disusun Oleh : KELOMPOK 1 Susanto P2FB12017 Regas Febria Yuspita P2FB12004 Rahmat Imanda P2FB12021 Ary Yuliastri P2FB12008 UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN MAGISTER ILMU ADMINISTRASI PURWOKERTO 2012 Etika Administrasi Publik (Definisi, Urgensi, Perkembangan, dan Landasan) Oleh : Kelompok 1 Pendahuluan Etika administrasi publik pertama kali muncul pada masa klasik. Hal ini disebabkan karena teori administrasi publik klasik (Wilson, Weber, Gulick, dan Urwick) kurang memberi tempat pada pilihan moral (etika). Pada teori klasik kebutuhan moral administrator hanyalah merupakan keharusan untuk menjalankan tugas sehari-hari secara efisien. Dengan diskresi yang dimiliki, administrator publik pun tidak hanya harus efisien, tapi juga harus d...

Efisiensi dan Efektivitas dalam Birokrasi

  Oleh Regas Febria Yuspita, S.Sos P2FB12004 [1] Pendahuluan Penerapan Good Governance saat ini baik di tingkat pusat maupun daerah harus berpegang teguh dengan prinsip efisiensi, dan efektivitas.   Penerapan prinsip efektivitas dan efisiensi ini dilakukan karena permasalahan penyelenggaraan pelayanan publik di Indonesia masih memiliki beberapa kelemahan seperti petugas pelayanan kurang responsif, kurang informatif kepada masyarakat, kurang accessible , kurang koordinasi, terlalu birokratis, kurang mau mendengar keluhan/saran/aspirasi masyarakat dan inefisien. Efektivitas dan efisiensi secara bersama-sama sangat perlu diterapkan dalam penerapan Good Governance , karena suatu yang efektif belum tentu efisien, demikian juga sebaliknya suatu yang efisien belum tentu efektif. Suatu pekerjaan yang efektif belum tentu efisien karena hasil dicapai itu telah menghabiskan banyak pikiran, tenaga, waktu, maupun benda lainnya. Hal ini disebabkan karena efektif adalah mel...

Kebijakan Publik yang Bermodel Inkremental

Oleh : Regas Febria Yuspita Model inkremental muncul merupakan kritik terhadap model rasional. Model incremental ini digunakan untuk menambah, mengurangi dan menyempurnakan program-program yang telah ada sebelumnya. Pada model ini para pembuat kebijakan pada dasarnya tidak mau melakukan peninjauan secara konsisten terhadap seluruh kebijakan yang dibuatnya. karena beberapa alasan, yaitu: 1.       Tidak punya waktu, intelektualitas, maupun biaya untuk penelitian terhadap nilai-nilai sosial masyarakat yang merupakan landasan bagi perumusan tujuan kebijakan. 2.       Adanya kekhawatiran tentang bakal munculnya dampak yang tidak diinginkan sebagai akibat dari kebijakan yang belum pernah dibuat sebelumnya 3.       Adanya hasil-hasil program dari kebijakan sebelumnya yang harus dipertahankan demi kepentingan tertentu 4.       Menghindari konflik jika harus melakukan proses n...