Langsung ke konten utama

Astaghfirullah, Hanya Mengambil Ranting Pohon Mahoni terancam penjara 5 tahun dan denda 5 Milyar


Astaghfirullah, Hanya Mengambil Ranting Pohon Mahoni
terancam penjara 5 tahun dan denda 5 Milyar

TEMPO.CO, Jember-Tiga petani ditangkap petugas Kepolisian gara-gara mengambil 12 batang ranting pohon mahoni. Mereka ditahan di Kepolisian Sektor Panti Jember dengan tuduhan mencuri properti milik Perusahaan Umum Perhutani di hutan Suci Kecamatan Panti, Jember.

Ketiganya adalah Buhori alias P. Rizal, 40 tahun; Asit 28 tahun; dan Samin 39 tahun warga Dusun Widodaren, Desa Badean, Kecamatan Bangsalsari. Sejak Sabtu pekan lalu mereka mendekam di sel tahanan Markas Kepolisian Sektor Panti.

Kepala Kepolisian Sektor Panti, Ajun Komisaris Polisi Udik Budiarso, ketiganya sudah ditetapkan sebagai tersangka karena terbukti melakukan memotong kayu Mahoni, di Petak 44 B di Dusun Sumberurang, Desa Pakis, Kecamatan Panti, pada Sabtu pukul 12.30 WIB.


Menurut Udik, tersangka Buhori dan Asit mengaku memotong ranting pohon mahoni yang menjadi tanaman peneduh pohon kopi itu atas perintah Samin. »Pengakuan dari dua tersangka ini hanya menerima ongkos dari Samin,” kata Udik kepada Tempo, Selasa 15 Januari 2013 malam.

Meski begitu, rupanya alasan keduanya tetap membuat polisi menjerat mereka. Karena sudah dianggap cukup bukti, keduanya bersama Samin resmi ditahan dan ditetapkan sebagai tersangka. »Kami tetap lakukan penahanan sampai proses hukum selanjutnya,” kata Udik.

Mereka dijerat dengan pasal pasal 50 ayat (3) huruf b, c,dan huruf e, Undang Undang Nomor 41 tahun 1999 Tentang Kehutanan jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Dengan pasal-pasal itu, mereka terancam hukuman penjara selama penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp 5 miliar.

Udik tidak mau menjawab ketika Tempo menanyakan tentang proses hukum kasus itu selanjutnya di Kejaksaan dan Pengadilan. Apalagi ada Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 2 Tahun 2012 Tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda dalam KUHP. Dalam peraturan itu, tindak pidana ringan dengan nilai kerugian di bawah Rp 2,5 juta tak perlu ditahan, apalagi diadili.

Seorang petugas Perhutani KRPH Suci Kecamatan Panti, Edy Iswanto mengatakan, selain menangkap ketiga orang itu, petugas perhutani juga menyita barang bukti berupa 14 batang Mahoni dengan diamater 11 cm hingga 16 cm, 3 gergaji, dan 1 buat sabit atau clurit. »Batang kayu Mahoni itu dipotong di sekitar tanaman kopi,” kata dia.

Ketua Bidang Penggalangan Tani Dewan Pimpinan Nasional Relawan Perjuangan Demokrasi, Sidik Suhada, menilai polisi tidak berhak menahan ketiga petani. Alasannya, "Lahan dalam sengketa, jadi tak bisa disebut pencurian," kata Sidik yang mengadvokasi Bukori dkk.

Sumber : Tempo

*****
sungguh tidak adil rasanya hanya gara-gara ranting pohon harus menerima hukuman seberat itu.

Kita doakan saja semoga diberikan jalan terbaik kepada 3 petani itu. kasihan anak istri mereka mau makan apa dan siapa yang akan menafkahi kalau suaminya ditahan hanya gara-gara ranting pohon. semoga saja cepat dibebaskan. Aamiin :'(

Komentar

Postingan populer dari blog ini

ETIKA ADMINISTRASI PUBLIK (DEFINISI, URGENSI, PERKEMBANGAN, DAN LANDASAN)

TUGAS TERSTRUKTUR ETIKA ADMINISTRASI PUBLIK (DEFINISI, URGENSI, PERKEMBANGAN, DAN LANDASAN) Disusun Oleh : KELOMPOK 1 Susanto P2FB12017 Regas Febria Yuspita P2FB12004 Rahmat Imanda P2FB12021 Ary Yuliastri P2FB12008 UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN MAGISTER ILMU ADMINISTRASI PURWOKERTO 2012 Etika Administrasi Publik (Definisi, Urgensi, Perkembangan, dan Landasan) Oleh : Kelompok 1 Pendahuluan Etika administrasi publik pertama kali muncul pada masa klasik. Hal ini disebabkan karena teori administrasi publik klasik (Wilson, Weber, Gulick, dan Urwick) kurang memberi tempat pada pilihan moral (etika). Pada teori klasik kebutuhan moral administrator hanyalah merupakan keharusan untuk menjalankan tugas sehari-hari secara efisien. Dengan diskresi yang dimiliki, administrator publik pun tidak hanya harus efisien, tapi juga harus d...

Efisiensi dan Efektivitas dalam Birokrasi

  Oleh Regas Febria Yuspita, S.Sos P2FB12004 [1] Pendahuluan Penerapan Good Governance saat ini baik di tingkat pusat maupun daerah harus berpegang teguh dengan prinsip efisiensi, dan efektivitas.   Penerapan prinsip efektivitas dan efisiensi ini dilakukan karena permasalahan penyelenggaraan pelayanan publik di Indonesia masih memiliki beberapa kelemahan seperti petugas pelayanan kurang responsif, kurang informatif kepada masyarakat, kurang accessible , kurang koordinasi, terlalu birokratis, kurang mau mendengar keluhan/saran/aspirasi masyarakat dan inefisien. Efektivitas dan efisiensi secara bersama-sama sangat perlu diterapkan dalam penerapan Good Governance , karena suatu yang efektif belum tentu efisien, demikian juga sebaliknya suatu yang efisien belum tentu efektif. Suatu pekerjaan yang efektif belum tentu efisien karena hasil dicapai itu telah menghabiskan banyak pikiran, tenaga, waktu, maupun benda lainnya. Hal ini disebabkan karena efektif adalah mel...

"Skincare Safe Haven: BPOM dan Langkahnya Melawan Produk Berbahaya"

"Skincare Safe Haven: BPOM dan Langkahnya Melawan Produk Berbahaya" Oleh Regas Febria Yuspita, S.Sos., M.Si Pemilik Ragazza Charituy     Pendahuluan Industri skincare di Indonesia telah mengalami perkembangan yang pesat dalam beberapa tahun terakhir. Seiring dengan meningkatnya kesadaran akan pentingnya merawat kesehatan kulit, permintaan konsumen terhadap produk skincare yang efektif dan aman semakin meningkat. Berbagai merek lokal dan internasional berlomba-lomba menawarkan produk-produk skincare yang menjanjikan berbagai manfaat bagi kulit, mulai dari pencerahan hingga anti-penuaan. Pada tahun 2025, pendapatan di pasar skincare Indonesia diperkirakan mencapai USD 2,94 miliar, dengan tingkat pertumbuhan tahunan sebesar 4,55% (CAGR 2025-2030). Pada tahun 2022, pendapatan di sektor kecantikan dan perawatan diri mencapai USD 7,23 miliar atau setara dengan Rp 111,83 triliun. Selama pandemi COVID-19, penjualan produk skincare di Indonesia menunjukkan lonjakan drastis, dengan pen...