Langsung ke konten utama

---~~~** SUCIKAN DIRI DENGAN AMAL SHALIH **~~~---


saudaraku…
Suatu hari Abu Darda’ mengirim sepucuk surat kepada saudaranya Salman al farisi. Ia menulis:

“Mari kita mengunjungi bumi Allah yang disucikan!.”

Salman ra membalas:

“Sesungguhnya bumi (Allah) tidak mensucikan seorangpun dari penduduknya. Sesungguhnya hanya amal shalih-lah yang dapat mensucikan diri manusia.”
(Mawa’izh as shahabah, Shalih Ahmad al Syami).

Saudaraku..
Tanah haram, negeri yang disucikan; Mekkah, Madinah dan Baitul Maqdis memang tidak pernah membuat penduduknya suci. Dan tidak pula menjamin orang-orang yang mukim di sana berselimutkan hidayah. Atau terhindar dari salah, khilaf, dosa dan maksiat.

Paman Nabi saw, yakni Abu Thalib. Semasa hidupnya dia berkorban jiwa, raga, harta benda dan seluruh potensi yang dimiliki untuk membentengi dakwah. Toh pada akhirnya, ia mati dalam keadaan kufur.

Ada orang yang tinggal di dekat masjidil haram, tapi ia belum pernah melaksanakan rukun Islam yang kelima, padahal usianya sudah lebih dari lima puluh tahun.

Berbuat aniaya terhadap pembantu. Tidak memberi upah supir pribadinya. Melakukan dosa besar. Dan yang senada dengan itu, juga terjadi di wilayah tanah haram Mekkah.

Suatu saat, seorang supir pribadi di sebuah perumahan di Madinah bercerita bahwa selama hampir dua tahun ia bekerja di kota Nabi tersebut, ia belum pernah melihat majikan laki-lakinya shalat Jum’at. Apatah lagi shalat lima waktu.


Saudaraku..
Amal shalih itulah yang akan mensucikan kita di hadapan Allah swt. Suci bukan berarti kita tak pernah melakukan dosa dan kesalahan. Kekhilafan dan kekeliruan. Maksiat dan pelanggaran.

Tapi amal shalih yang kita perbuat akan membersihkan dosa-dosa yang kita lakukan. Bukankah wudhu yang kita lakukan setiap akan melakukan shalat (bagi yang berhadats), itu akan mensucikan dosa yang lahir dari pandangan mata, tangan dan kaki kita?

Tidakkah shalat lima waktu, menjadi pelebur dosa di antara kelima waktu tersebut?. Satu Jum’at ke Jum’at berikutnya, juga sebagai penghapus dosa di antara keduanya. Antara satu umrah ke umrah berikutnya adalah penebus dosa di antara keduanya. Puasa Ramadhan, menjadi penghapus dosa setahun yang lalu. Dan seterusnya.

Sudah barang tentu, selagi kita tak melakukan dosa besar. Selama hanya dosa-dosa kecil yang kita lakukan. Karena dosa besar tak akan tersucikan kecuali dengan istighfar dan taubat.

Saudaraku..
Sebagaimana tanah suci tak akan pernah mensucikan penduduknya, maka demikian pula dengan bulan yang disucikan, yakni Ramadhan yang beberapa jam lagi akan menyapa kita.

Kita tak akan pernah menjadi makhluk suci di hadapan-Nya, jika kita tak mengetahui bagaimana cara menghargai kesucian bulan itu. Walaupun kita telah melewati Ramadhan sebanyak 45 kali.

Para salafus shalih, begitu antusias menyambut bulan suci umat Islam itu. Mu’alla bin Fadhl rahimahullah pernah berkata: “Mereka (salafus shalih) selama enam bulan berdo’a kepada Allah supaya disampaikan kepada bulan Ramadhan, dan berdo’a enam bulan berikutnya agar amalan mereka pada bulan Ramadhan diterima.”

Malam-malam Ramadhan, mereka isi dengan shalat tarawih dan qiyamul-lail serta munajat kepada-Nya. Siang harinya, selain puasa mereka banyak berderma, tilawah al Qur’an dengan penuh tadabbur. Menyediakan berbuka puasa. Berdo’a dan istighfar serta amalan lain yang nilai manfaatnya dirasakan oleh orang banyak.

Saudaraku..
Ramadhan hanya menjadi judul ‘bulan suci’. Jika kita tak mampu mengisi waktu-waktunya dengan ibadah dan ukiran amal-amal shalih. Sehingga ‘sosok muttaqin’ yang menjadi piala dalam perlombaan Ramadhan, hanya menjadi harapan, impian dan fatamorgana.

Siapkah kita mensucikan diri kita di bulan yang suci dan di negeri yang suci dengan ukiran amal-amal shalih? Wallahu a’lam bishawab.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

ETIKA ADMINISTRASI PUBLIK (DEFINISI, URGENSI, PERKEMBANGAN, DAN LANDASAN)

TUGAS TERSTRUKTUR ETIKA ADMINISTRASI PUBLIK (DEFINISI, URGENSI, PERKEMBANGAN, DAN LANDASAN) Disusun Oleh : KELOMPOK 1 Susanto P2FB12017 Regas Febria Yuspita P2FB12004 Rahmat Imanda P2FB12021 Ary Yuliastri P2FB12008 UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN MAGISTER ILMU ADMINISTRASI PURWOKERTO 2012 Etika Administrasi Publik (Definisi, Urgensi, Perkembangan, dan Landasan) Oleh : Kelompok 1 Pendahuluan Etika administrasi publik pertama kali muncul pada masa klasik. Hal ini disebabkan karena teori administrasi publik klasik (Wilson, Weber, Gulick, dan Urwick) kurang memberi tempat pada pilihan moral (etika). Pada teori klasik kebutuhan moral administrator hanyalah merupakan keharusan untuk menjalankan tugas sehari-hari secara efisien. Dengan diskresi yang dimiliki, administrator publik pun tidak hanya harus efisien, tapi juga harus d...

Efisiensi dan Efektivitas dalam Birokrasi

  Oleh Regas Febria Yuspita, S.Sos P2FB12004 [1] Pendahuluan Penerapan Good Governance saat ini baik di tingkat pusat maupun daerah harus berpegang teguh dengan prinsip efisiensi, dan efektivitas.   Penerapan prinsip efektivitas dan efisiensi ini dilakukan karena permasalahan penyelenggaraan pelayanan publik di Indonesia masih memiliki beberapa kelemahan seperti petugas pelayanan kurang responsif, kurang informatif kepada masyarakat, kurang accessible , kurang koordinasi, terlalu birokratis, kurang mau mendengar keluhan/saran/aspirasi masyarakat dan inefisien. Efektivitas dan efisiensi secara bersama-sama sangat perlu diterapkan dalam penerapan Good Governance , karena suatu yang efektif belum tentu efisien, demikian juga sebaliknya suatu yang efisien belum tentu efektif. Suatu pekerjaan yang efektif belum tentu efisien karena hasil dicapai itu telah menghabiskan banyak pikiran, tenaga, waktu, maupun benda lainnya. Hal ini disebabkan karena efektif adalah mel...

"Skincare Safe Haven: BPOM dan Langkahnya Melawan Produk Berbahaya"

"Skincare Safe Haven: BPOM dan Langkahnya Melawan Produk Berbahaya" Oleh Regas Febria Yuspita, S.Sos., M.Si Pemilik Ragazza Charituy     Pendahuluan Industri skincare di Indonesia telah mengalami perkembangan yang pesat dalam beberapa tahun terakhir. Seiring dengan meningkatnya kesadaran akan pentingnya merawat kesehatan kulit, permintaan konsumen terhadap produk skincare yang efektif dan aman semakin meningkat. Berbagai merek lokal dan internasional berlomba-lomba menawarkan produk-produk skincare yang menjanjikan berbagai manfaat bagi kulit, mulai dari pencerahan hingga anti-penuaan. Pada tahun 2025, pendapatan di pasar skincare Indonesia diperkirakan mencapai USD 2,94 miliar, dengan tingkat pertumbuhan tahunan sebesar 4,55% (CAGR 2025-2030). Pada tahun 2022, pendapatan di sektor kecantikan dan perawatan diri mencapai USD 7,23 miliar atau setara dengan Rp 111,83 triliun. Selama pandemi COVID-19, penjualan produk skincare di Indonesia menunjukkan lonjakan drastis, dengan pen...