Langsung ke konten utama

Pionir Floating House dalam masalah Banjir



Pionir Floating House dalam masalah Banjir
Oleh
Regas Febria Yuspita


Banjir merupakan permasalahan tahunan bagi Jakarta di kala musim penghujan. Banjir di Ibu Kota ini tentu memiliki dampak yang sangat buruk bagi citra Bangsa Indonesia di mata dunia internasional. Sebenarnya telah banyak upaya yang dilakukan Pemerintah Provinsi Jakarta untuk mengatasi banjir yaitu membangun waduk, rehabilitasi situ, penghutanan di wilayah hulu, membangun Banjir Kanal Barat dan Timur serta normalisasi sungai dan pemeliharaannya. Namun hal ini tidak mampu mengatasi permasalahan banjir di Jakarta. Oleh karena itu dibutuhkanlah inovasi untuk mengatasi banjir di Jakarta.
Inovasi ini adalah mengenai bangunan rumah atau perusahaan warga yang dibangun mengambang dan ramah lingkungan atau floating house. Model ini mengacu pada ide negara Belanda dalam rangka mengatasi banjir. Floating House adalah suatu rumah terapung dimana ruang tamu berhadapan langsung dengan sungai, setiap ruang di dalam rumah dihubungkan dengan tangga sedangkan untuk lantai dasar berada di bawah permukaan sungai. Pondasi rumah ini dibuat dengan gabungan beton dan gabus, material frame beton ini mampu mengambang ketika air sungai naik dan diisi dengan blok-blok busa polyester. Konstruksi beton digunakan karena dapat membuat bangunannya kokoh di atas air, sedangkan konstruksi gabusnya membuat bangunan dapat mengambang. 


 

Ide Floating House ini sangatlah tepat untuk diterapkan di Jakarta. Floating House ini hendaknya dibangun di daerah yang dekat dengan sungai atau daerah yang hampir setiap tahun terkena banjir, serta daerah kumuh. Bentuk Floating House yang diterapkan di Jakarta harus berbeda dengan Floating House di negara lain, yaitu dibangun dengan bentuk rumah adat Suku Betawi. Setiap Floating House akan dilengkapi dengan payung raksasa. Payung ini menyontoh konstruksi payung yang terdapat pada Masjid Nabawi. Payung ini secara otomatis dapat menyala dan melindungi rumah pada saat hujan maupun saat panas. Pada musim hujan, payung ini berfungsi sebagai alat untuk mengalirkan air hujan menuju sungai atau pepohonan. Sedangkan pada musim kemarau, payung ini bisa digunakan sebagai alat peneduh rumah dari panas matahari dan mencipta angin alami. Hal ini diharapkan dapat mengurangi penggunaan air condition yang dapat memperparah global warming. Untuk masalah pembuangan limbah sampah, Floating House ini juga dilengkapi dengan tempat sampah elektronik yang dapat mendeteksi setiap sampah yang tidak berada pada tempatnya. Hal ini akan menjadi daya tarik tersendiri bagi para wisatawan baik dalam negeri maupun manca negara. Bangunan ini hampir mirip dengan rumah panggung, dengan ketinggian dari atas tanah sekitar 5 meter. Di bagian bawah bangunan, jika floating house terletak di dataran rendah dapat digunakan sebagai garasi mobil yang dilengkapi dengan pintu tebal yang dapat menahan air bah masuk. Untuk daerah yang berair, akan diberi tanaman air. Sebagaimana, menara ketika akan terjadi banjir bangunan ini akan mengeluarkan alarm pengingat. 



Mengingat harga floating house yang tergolong mahal, maka Pemerintah Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta hendaknya menjadikan floating house ini sebagai miliki umum seperti rumah susun dan memberikan subsidi kepada rakyat miskin untuk memilikinya. Dengan ide ini pun dapat menyulap daerah kumuh menjadi daerah pemukiman yang ramah lingkungan dan memiliki sungai yang bersih.

Daftar Pustaka


Komentar

Postingan populer dari blog ini

ETIKA ADMINISTRASI PUBLIK (DEFINISI, URGENSI, PERKEMBANGAN, DAN LANDASAN)

TUGAS TERSTRUKTUR ETIKA ADMINISTRASI PUBLIK (DEFINISI, URGENSI, PERKEMBANGAN, DAN LANDASAN) Disusun Oleh : KELOMPOK 1 Susanto P2FB12017 Regas Febria Yuspita P2FB12004 Rahmat Imanda P2FB12021 Ary Yuliastri P2FB12008 UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN MAGISTER ILMU ADMINISTRASI PURWOKERTO 2012 Etika Administrasi Publik (Definisi, Urgensi, Perkembangan, dan Landasan) Oleh : Kelompok 1 Pendahuluan Etika administrasi publik pertama kali muncul pada masa klasik. Hal ini disebabkan karena teori administrasi publik klasik (Wilson, Weber, Gulick, dan Urwick) kurang memberi tempat pada pilihan moral (etika). Pada teori klasik kebutuhan moral administrator hanyalah merupakan keharusan untuk menjalankan tugas sehari-hari secara efisien. Dengan diskresi yang dimiliki, administrator publik pun tidak hanya harus efisien, tapi juga harus d...

Efisiensi dan Efektivitas dalam Birokrasi

  Oleh Regas Febria Yuspita, S.Sos P2FB12004 [1] Pendahuluan Penerapan Good Governance saat ini baik di tingkat pusat maupun daerah harus berpegang teguh dengan prinsip efisiensi, dan efektivitas.   Penerapan prinsip efektivitas dan efisiensi ini dilakukan karena permasalahan penyelenggaraan pelayanan publik di Indonesia masih memiliki beberapa kelemahan seperti petugas pelayanan kurang responsif, kurang informatif kepada masyarakat, kurang accessible , kurang koordinasi, terlalu birokratis, kurang mau mendengar keluhan/saran/aspirasi masyarakat dan inefisien. Efektivitas dan efisiensi secara bersama-sama sangat perlu diterapkan dalam penerapan Good Governance , karena suatu yang efektif belum tentu efisien, demikian juga sebaliknya suatu yang efisien belum tentu efektif. Suatu pekerjaan yang efektif belum tentu efisien karena hasil dicapai itu telah menghabiskan banyak pikiran, tenaga, waktu, maupun benda lainnya. Hal ini disebabkan karena efektif adalah mel...

Kebijakan Publik yang Bermodel Inkremental

Oleh : Regas Febria Yuspita Model inkremental muncul merupakan kritik terhadap model rasional. Model incremental ini digunakan untuk menambah, mengurangi dan menyempurnakan program-program yang telah ada sebelumnya. Pada model ini para pembuat kebijakan pada dasarnya tidak mau melakukan peninjauan secara konsisten terhadap seluruh kebijakan yang dibuatnya. karena beberapa alasan, yaitu: 1.       Tidak punya waktu, intelektualitas, maupun biaya untuk penelitian terhadap nilai-nilai sosial masyarakat yang merupakan landasan bagi perumusan tujuan kebijakan. 2.       Adanya kekhawatiran tentang bakal munculnya dampak yang tidak diinginkan sebagai akibat dari kebijakan yang belum pernah dibuat sebelumnya 3.       Adanya hasil-hasil program dari kebijakan sebelumnya yang harus dipertahankan demi kepentingan tertentu 4.       Menghindari konflik jika harus melakukan proses n...