Langsung ke konten utama

[ WASPADA 10 PEMBATAL KEISLAMAN ]



Fitnah keimanan semakin marak

Sesungguhnya Allah SWT mewajibkan kepada seluruh hamba-Nya untuk masuk ke dalam Agama Islam dan berpegang teguh kepadanya, serta mewaspadai segala sesuatu yang akan menyimpangkan mereka dari agama yang suci ini. Dia mengutus nabi-Nya, Muhammad SAW, dengan amanat da'wah yang suci dan mulia. Allah juga mengingatkan hamba-Nya, bahwa barangsiapa yang mengikuti seruan para rasul itu, maka dia telah mendapatkan hidayah; dan siapa yang berpaling dari seruannya, maka dia telah tersesat. Di dalam kitabullah, Dia mengingatkan manusia tentang perkara-perkara yang menjadi sebab "riddah " (murtad dari Dinul Islam) dan perkara-perkara yang termasuk kesyirikan dan kekafiran. Beberapa ulama rahimahullah selanjutnya menyebutkan peringatan-peringatan Allah itu dalam kitab-kitab mereka. Mereka mengingatkan bahwa sesungguhnya seorang muslim dapat dianggap murtad dari Dinul Islam disebabkan beberapa hal yang bertentangan, sehingga menjadi halal darah dan hartanya.

Jumhur Ulama menyebutkan sedikitnya sepuluh hal yang bertentangan dengan Islam yang paling banyak dilakukan oleh ummat Islam sendiri, dan bahkan membahayakannya. Dengan mengharap keselamatan dan kesejahteraan dari-Nya, kami paparkan dengan ringkas sebagai berikut:

1. Mengadakan persekutuan dalam beribadah kepada Allah. Dalam kaitan ini, Allah berfirman:
"Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa orang yang menyekutukan-Nya, dan mengampuni selain dosa syirik bagi siapa yang dikehendaki..." (An Nisa 116).
"Sesungguhnya siapa saja yang mempersekutukan sesuatu dengan Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya adalah neraka. Tidaklah ada bagi orang-orang dzalim itu seorang penolong pun." (Al Maidah 72).

Termasuk dalam hal ini, permohonan pertolongan dan permohonan doa kepada orang mati serta bernadzar dan menyembelih qurban untuk mereka.

2. Menjadikan sesuatu atau seseorang sebagai perantara doa, permohonan syafaat, serta sikap tawakkal mereka kepada Allah.

3. Menolak untuk mengkafirkan orang-orang musyrik, atau menyangsikan kekafiran mereka, bahkan membenarkan madzab mereka.

4. Berkeyakinan bahwa petunjuk selain yang datang dari Nabi Muhammad lebih sempurna dan lebih baik. Menganggap suatu hukum atau suatu undang-undang lainnya lebih baik dibandingkan syariat Rasulullah, serta lebih mengutamakan hukum thaghut dibandingkan ketetapan Rasulullah.

5. Membenci sesuatu yang datangnya dari Rasulullah, meskipun diamalkannya. Dalam hal ini firman Allah:
"Demikian itu karena sesungguhnya mereka benci terhadap apa yang diturunkan Allah, maka Allah mengahapuskan (pahala) amal-amal mereka." (Muhammmad 9).

6. Mengolok-olok sebagian dari Din yang dibawa Rasulullah, misalnya tentang pahala atau balasan yang akan diterima. Allah berfirman: "Katakanlah apakah denganAllah, ayat-ayat-Nya, dan rasul-rasul-nya kamu selalu berolok-olok? Tidak usah kamu minta maaf, karena kamu kafir sesudah beriman..." (At Taubah 65-66).

7. Masalah sihir. Diantara bentuk sihir adalah "Ash shorf" (pengalihan), yaitu mengubah perasaan orang dari senang menjadi tidak senang dengan sihir. Contohnya, mengubah perasaan seorang laki-laki menjadi benci kepada istrinya. Sedangkan "Al-Athaf" adalah sebaliknya, menjadikan orang senang terhadap apa yang sebelumnya dia benci dengan bantuan syaithan. Orang yang melakukan kegiatan sihir hukumnya kafir. Sebagai dalilnya adalah firman Alllah, yang artinya:
"...Dan keduanya tidak mengajarkan sihir kepada seseorang pun sebelum mengatakan, "Sesungguhnya kami hanya cobaan bagimu, karena itu janganlah kamu kafir..." (Al Baqarah 102).

8. Mengutamakan orang kafir serta memberikan pertolongan dan bantuan kepada orang musyrik lebih dari pada pertolongan dan bantuan yang diberikan kepada kaum muslimin. Allah berfirman, yang artinya:
"...Barangsiapa di antara kamu, mengambil mereka orang-orang musyrik menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka.Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang dzalim." (Al Maidah 51).

9. Beranggapan bahwa manusia bisa leluasa keluar dari syariat Muhammad saw. Dalam kaitan ini Allah berfirman:
"Barangsiapa yang mencari agama selain Dinul Islam, maka dia tidak diterima amal perbuatannya, sedang dia di akhirat nanti termasuk orang-orang yang merugi." (Ali Imran 85).

10. Berpaling dari Dinullah, baik karena dia tidak mau mempelajarinya atau karena tidak mau mengamalkannya. Hal ini berdasarkan firman Allah:
"Dan siapakah yang lebih dzalim dari pada orang yang telah diperingatkan dengan ayat-ayat Rabbnya, kemudian ia berpaling dari padanya? Sesungguhnya Kami akan memberikan pembalasan kepada orang-orang yang berdosa." (As Sajadah 22).

Itulah sepuluh 'naqidhah' yang perlu diwaspadai oleh setiap muslim, agar ia tidak terjerumus untuk melakukan salah satu di antara kesepuluh sebab yang dapat mengeluarkannya dari Dinul Islam. Begitu sesorang meyakini bahwa undang-undang yang dibuat manusia lebih utama dan lebih baik dibandingkan syariat Islam, maka ia telah kafir. Demikian juga jika ia menganggap bahwa ketentuan-ketentuan Islam sudah tidak relevan lagi untuk diterapkan pada zaman mutakhir ini, atau bahkan beranggapan bahwa aturan Islam adalah penyebab kemunduran dan keterbelakangan ummat Islam. Seseorang juga tergolong kafir bila beranggapan bahwa Dinul Islam hanya menyangkut hubungan rituil antara hamba dan Rabbnya, tetapi tidak ada kaitannya dengan masalah-masalah duniawi.

Demikian juga jika seseorang memandang bahwa pelaksanaan syariat Islam, misalnya hukum potong tangan bagi pencuri, hukum rajam bagi pezina muhson (pezina yang sudah kawin) tidak sesuai dengan peradaban moderen. Begitu pula halnya dengan seseorang yang beranggapan bahwa seseorang boleh tidak berhukum dengan syariat Allah dalam hal muamalat (kemasyarakatan), hudud, serta dalam hukum-hukum lainnya. Ia telah jatuh kepada kekafiran, meskipun ia belum sampai pada keyakinan bahwa hukum yang dianutnya lebih utama dari hukum islam, karena boleh jadi ia telah menghalalkan apa yang diharamkan Allah, dengan dalih keterpaksaaan, seperti berzina (karena alasan mencari nafkah), minim khamar, riba, dan berhukum dengan hukum rekaan manusia.

Marilah kita berlindung kepada Allah dari hal-hal yang menyebabkan kemurkan-Nya dan dari adzab-Nya yang pedih. Salawat dan salam mudah-mudahan dilimpahkan kepada sebaik-baiknya makhluk-Nya, Muhammmad Rasulullah, juga kepada keluarga dan para sahabatnya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

ETIKA ADMINISTRASI PUBLIK (DEFINISI, URGENSI, PERKEMBANGAN, DAN LANDASAN)

TUGAS TERSTRUKTUR ETIKA ADMINISTRASI PUBLIK (DEFINISI, URGENSI, PERKEMBANGAN, DAN LANDASAN) Disusun Oleh : KELOMPOK 1 Susanto P2FB12017 Regas Febria Yuspita P2FB12004 Rahmat Imanda P2FB12021 Ary Yuliastri P2FB12008 UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN MAGISTER ILMU ADMINISTRASI PURWOKERTO 2012 Etika Administrasi Publik (Definisi, Urgensi, Perkembangan, dan Landasan) Oleh : Kelompok 1 Pendahuluan Etika administrasi publik pertama kali muncul pada masa klasik. Hal ini disebabkan karena teori administrasi publik klasik (Wilson, Weber, Gulick, dan Urwick) kurang memberi tempat pada pilihan moral (etika). Pada teori klasik kebutuhan moral administrator hanyalah merupakan keharusan untuk menjalankan tugas sehari-hari secara efisien. Dengan diskresi yang dimiliki, administrator publik pun tidak hanya harus efisien, tapi juga harus d...

Efisiensi dan Efektivitas dalam Birokrasi

  Oleh Regas Febria Yuspita, S.Sos P2FB12004 [1] Pendahuluan Penerapan Good Governance saat ini baik di tingkat pusat maupun daerah harus berpegang teguh dengan prinsip efisiensi, dan efektivitas.   Penerapan prinsip efektivitas dan efisiensi ini dilakukan karena permasalahan penyelenggaraan pelayanan publik di Indonesia masih memiliki beberapa kelemahan seperti petugas pelayanan kurang responsif, kurang informatif kepada masyarakat, kurang accessible , kurang koordinasi, terlalu birokratis, kurang mau mendengar keluhan/saran/aspirasi masyarakat dan inefisien. Efektivitas dan efisiensi secara bersama-sama sangat perlu diterapkan dalam penerapan Good Governance , karena suatu yang efektif belum tentu efisien, demikian juga sebaliknya suatu yang efisien belum tentu efektif. Suatu pekerjaan yang efektif belum tentu efisien karena hasil dicapai itu telah menghabiskan banyak pikiran, tenaga, waktu, maupun benda lainnya. Hal ini disebabkan karena efektif adalah mel...

Kebijakan Publik yang Bermodel Inkremental

Oleh : Regas Febria Yuspita Model inkremental muncul merupakan kritik terhadap model rasional. Model incremental ini digunakan untuk menambah, mengurangi dan menyempurnakan program-program yang telah ada sebelumnya. Pada model ini para pembuat kebijakan pada dasarnya tidak mau melakukan peninjauan secara konsisten terhadap seluruh kebijakan yang dibuatnya. karena beberapa alasan, yaitu: 1.       Tidak punya waktu, intelektualitas, maupun biaya untuk penelitian terhadap nilai-nilai sosial masyarakat yang merupakan landasan bagi perumusan tujuan kebijakan. 2.       Adanya kekhawatiran tentang bakal munculnya dampak yang tidak diinginkan sebagai akibat dari kebijakan yang belum pernah dibuat sebelumnya 3.       Adanya hasil-hasil program dari kebijakan sebelumnya yang harus dipertahankan demi kepentingan tertentu 4.       Menghindari konflik jika harus melakukan proses n...