Langsung ke konten utama

"Skincare Safe Haven: BPOM dan Langkahnya Melawan Produk Berbahaya"

"Skincare Safe Haven: BPOM dan Langkahnya Melawan Produk Berbahaya"

Oleh

Regas Febria Yuspita, S.Sos., M.Si

Pemilik Ragazza Charituy

 

 

Pendahuluan

Industri skincare di Indonesia telah mengalami perkembangan yang pesat dalam beberapa tahun terakhir. Seiring dengan meningkatnya kesadaran akan pentingnya merawat kesehatan kulit, permintaan konsumen terhadap produk skincare yang efektif dan aman semakin meningkat. Berbagai merek lokal dan internasional berlomba-lomba menawarkan produk-produk skincare yang menjanjikan berbagai manfaat bagi kulit, mulai dari pencerahan hingga anti-penuaan.

Pada tahun 2025, pendapatan di pasar skincare Indonesia diperkirakan mencapai USD 2,94 miliar, dengan tingkat pertumbuhan tahunan sebesar 4,55% (CAGR 2025-2030). Pada tahun 2022, pendapatan di sektor kecantikan dan perawatan diri mencapai USD 7,23 miliar atau setara dengan Rp 111,83 triliun. Selama pandemi COVID-19, penjualan produk skincare di Indonesia menunjukkan lonjakan drastis, dengan peningkatan nilai dari 29,1% pada 2019 menjadi 40,1% pada 2021. Total nilai penjualan sektor FMCG (Fast-Moving Consumer Goods) di tiga e-commerce besar (Blibli, Shopee, Tokopedia) mencapai Rp 57,6 triliun pada tahun 2023. Pendapatan dari pasar skincare wajah di Indonesia juga diperkirakan mencapai USD 1,43 miliar pada tahun 2025, dengan tingkat pertumbuhan tahunan sebesar 4,48% (CAGR 2025-2030).

Namun, dengan meningkatnya jumlah produk skincare di pasaran, muncul pula berbagai tantangan dalam memastikan keamanan dan kualitas produk-produk tersebut. Fenomena overclaim dalam produk skincare semakin marak di Indonesia, dengan produk-produk yang sering mengklaim manfaat berlebihan tanpa bukti ilmiah yang mendukung, seperti mencerahkan kulit dalam satu hari atau menghilangkan jerawat secara instan. Banyak produk skincare yang mengklaim telah terdaftar di BPOM, tetapi ternyata tidak memenuhi standar yang ditetapkan atau bahkan mengandung bahan berbahaya.

BPOM secara rutin melakukan razia terhadap produk skincare ilegal yang beredar di pasaran, yang sering kali tidak memiliki izin edar dan mengandung bahan berbahaya yang dapat menyebabkan kerusakan kulit permanen. BPOM memiliki 80 unit pelaksana teknis yang tersebar di seluruh Indonesia untuk melakukan pengujian dan pengawasan produk skincare. Evaluasi produk dilakukan oleh para pakar yang kompeten di bidang kecantikan, serta menggunakan dukungan teknologi AI yang canggih untuk digitalisasi seleksi produk-produknya. Data dari BPOM mencatat izin edar kosmetik mencapai 411.410 produk dalam lima tahun terakhir, dengan kenaikan 20,6% pada Juli 2022 dibanding tahun sebelumnya.

Pada awal tahun 2025, BPOM menemukan 205.133 pieces kosmetik ilegal dari 91 merek yang beredar di pasaran. Dari temuan tersebut, 79,9 persen merupakan kosmetik tanpa izin edar, 17,4 persen mengandung bahan berbahaya, 2,6 persen adalah kosmetik kedaluwarsa, dan 0,1 persen merupakan kosmetik injeksi. Produk-produk ilegal ini sering kali mengandung bahan berbahaya seperti hidrokinon, asam retinoat, antibiotik, dan steroid yang dapat menyebabkan berbagai masalah kesehatan kulit, termasuk hiperpigmentasi, iritasi, dan risiko resistensi antibiotik.

Selain itu, BPOM juga menghadapi tantangan dalam mengawasi produk skincare yang dijual melalui platform e-commerce dan media sosial. Produk-produk ilegal ini sering kali viral di online dan sulit diawasi. BPOM telah meningkatkan pengawasan dan melakukan razia terhadap produk-produk ini, namun peredaran kosmetik ilegal masih menjadi permasalahan yang perlu diwaspadai, terutama di daerah-daerah dengan tingkat konsumsi kosmetik yang tinggi seperti Yogyakarta, Jakarta, Bogor, Palembang, dan Makassar.

Dengan berbagai permasalahan ini, BPOM berperan penting dalam mengawasi dan mengendalikan peredaran produk skincare untuk melindungi konsumen dari risiko penggunaan produk yang tidak aman atau mengandung bahan berbahaya. BPOM terus berupaya meningkatkan pengawasan, edukasi kepada masyarakat, serta kerjasama dengan berbagai pihak untuk memastikan keamanan dan kualitas produk skincare yang beredar di pasaran.

Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) merupakan lembaga yang bertanggung jawab untuk mengawasi dan mengendalikan peredaran produk obat dan makanan di Indonesia, termasuk produk skincare. BPOM memiliki peran strategis dalam melindungi konsumen dari risiko penggunaan produk skincare yang tidak aman atau mengandung bahan berbahaya. BPOM melakukan pengawasan yang ketat terhadap produk skincare yang beredar, mulai dari pemeriksaan izin edar, pengujian sampel produk di laboratorium, hingga penindakan terhadap produk ilegal.

Meskipun BPOM telah berupaya maksimal dalam menjalankan tugasnya, masih terdapat berbagai tantangan yang harus dihadapi. Pengawasan terhadap produk skincare ilegal yang beredar di pasar merupakan salah satu tantangan utama. Produk-produk ini sering kali dijual melalui platform e-commerce dan media sosial, sehingga mempersulit pengawasan. Selain itu, meningkatnya jumlah produk skincare yang beredar juga menuntut BPOM untuk terus memperbarui regulasi dan standar keamanan yang diterapkan.

Peran BPOM tidak hanya terbatas pada pengawasan, tetapi juga mencakup edukasi kepada masyarakat. BPOM berupaya meningkatkan kesadaran konsumen akan pentingnya memilih produk skincare yang aman dan berkualitas, serta cara mengenali produk yang memiliki izin edar resmi. Edukasi ini penting untuk melindungi konsumen dari risiko penggunaan produk ilegal yang dapat membahayakan kesehatan kulit.

Dengan latar belakang ini, artikel ini akan mengulas peran strategis BPOM dalam menjaga kecantikan dan keamanan kulit masyarakat Indonesia melalui pengawasan yang ketat, regulasi yang jelas, edukasi kepada masyarakat, penelitian yang berkelanjutan, dan kerjasama internasional. BPOM berkomitmen untuk melindungi konsumen dan memastikan bahwa produk skincare yang beredar di pasaran aman digunakan, sehingga masyarakat dapat merasa lebih aman dan percaya diri dalam merawat kesehatan kulit mereka.

 

Pembahasan

Industri skincare di Indonesia telah mengalami perkembangan yang sangat pesat dalam beberapa tahun terakhir. Seiring dengan meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya perawatan kulit, permintaan akan produk skincare yang efektif dan aman terus meningkat. Pada tahun 2025, pendapatan di pasar skincare Indonesia diperkirakan mencapai USD 2,94 miliar, dengan tingkat pertumbuhan tahunan sebesar 4,55%. Lonjakan ini sebagian besar dipicu oleh pandemi COVID-19, yang menyebabkan peningkatan signifikan dalam penjualan produk skincare dari 29,1% pada tahun 2019 menjadi 40,1% pada tahun 2021.

 

 

Tantangan dalam Industri Skincare

Namun, dengan berkembangnya industri skincare, muncul pula berbagai tantangan terkait keamanan dan kualitas produk. Fenomena overclaim di mana produk skincare mengklaim manfaat berlebihan tanpa bukti ilmiah yang kuat menjadi masalah yang kerap ditemui. Produk-produk tersebut sering kali menjanjikan hasil instan, seperti mencerahkan kulit dalam satu hari atau menghilangkan jerawat dengan cepat, tanpa memenuhi standar yang ditetapkan oleh BPOM.

 

Pengawasan dan Pengendalian

BPOM memiliki tanggung jawab besar dalam mengawasi dan mengendalikan peredaran produk skincare di Indonesia. Pengawasan ini meliputi pemeriksaan izin edar, pengujian sampel produk di laboratorium, serta penindakan terhadap produk ilegal. Produk skincare yang tidak memiliki izin edar atau mengandung bahan berbahaya seperti merkuri, hidrokinon, dan pewarna tekstil sering kali beredar di pasar. BPOM rutin melakukan razia dan inspeksi untuk memastikan bahwa produk-produk ini tidak membahayakan konsumen. Langkah ini sangat penting mengingat semakin maraknya penjualan produk skincare ilegal melalui berbagai platform e-commerce dan media sosial.

Contoh: BPOM melakukan razia di sebuah pasar dan menemukan produk skincare yang tidak memiliki izin edar dan mengandung merkuri. Produk tersebut kemudian disita dan penjualnya diberikan sanksi hukum.

 

Regulasi dan Kebijakan

Untuk menjaga keamanan produk skincare, BPOM merumuskan dan menetapkan regulasi serta kebijakan yang ketat. Regulasi ini mencakup persyaratan pendaftaran, pelabelan, dan iklan produk skincare. BPOM bekerja sama dengan berbagai instansi terkait untuk memastikan bahwa semua produk skincare yang beredar di pasaran memenuhi standar keamanan yang telah ditetapkan. Selain itu, BPOM juga memperbarui regulasi secara berkala untuk mengikuti perkembangan teknologi dan inovasi di bidang skincare.

Contoh: BPOM menerbitkan regulasi baru yang mewajibkan semua produk skincare mencantumkan komposisi bahan secara lengkap dan jelas pada label produk. Regulasi ini bertujuan untuk melindungi konsumen dari bahan-bahan berbahaya.

 

Edukasi dan Sosialisasi

Tidak hanya melakukan pengawasan, BPOM juga aktif dalam mengedukasi dan mensosialisasikan informasi kepada masyarakat. BPOM memberikan informasi kepada konsumen tentang cara mengenali produk skincare yang aman dan berkualitas. Edukasi ini mencakup cara memeriksa izin edar produk, mengenali bahan berbahaya, dan memahami informasi yang tertera pada label produk. Dengan edukasi yang tepat, konsumen dapat lebih waspada dan cerdas dalam memilih produk skincare, sehingga terhindar dari risiko penggunaan produk yang berbahaya.

Contoh: BPOM mengadakan seminar di berbagai kota untuk mengedukasi masyarakat tentang cara mengenali produk skincare yang aman dan berkualitas. Seminar ini juga mengajarkan cara memeriksa izin edar produk melalui situs resmi BPOM.

 

Penelitian dan Pengembangan

BPOM terus melakukan penelitian dan pengembangan untuk meningkatkan standar keamanan dan kualitas produk skincare. Penelitian ini mencakup pengembangan metode pengujian yang lebih efektif dan identifikasi bahan-bahan berbahaya yang mungkin terdapat dalam produk skincare. Melalui penelitian yang berkelanjutan, BPOM dapat memastikan bahwa regulasi yang diterapkan selalu up-to-date dengan perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan. Hasil penelitian juga digunakan sebagai dasar dalam pembuatan kebijakan dan regulasi baru yang lebih ketat dan komprehensif.

Contoh: BPOM bekerja sama dengan universitas untuk mengembangkan metode pengujian baru yang lebih efektif dalam mendeteksi bahan berbahaya seperti hidrokinon dalam produk skincare. Hasil penelitian ini digunakan untuk memperketat regulasi.

 

Kerjasama Internasional

BPOM menjalin kerjasama dengan lembaga internasional untuk mengadopsi praktik terbaik dan standar global dalam pengawasan produk skincare. Kerjasama ini memungkinkan BPOM untuk mendapatkan akses ke informasi dan teknologi terbaru dalam bidang pengawasan obat dan makanan, termasuk produk skincare. Dengan demikian, BPOM dapat memastikan bahwa produk skincare yang beredar di Indonesia tidak hanya aman, tetapi juga memenuhi standar internasional.

Contoh: BPOM menjalin kerjasama dengan European Medicines Agency (EMA) untuk mengadopsi standar keamanan produk skincare yang diterapkan di Eropa. Kerjasama ini juga melibatkan pertukaran informasi mengenai produk-produk yang ditarik dari pasaran karena mengandung bahan berbahaya.

 

Penindakan Oknum

BPOM memiliki wewenang untuk menindak oknum yang terlibat dalam produksi dan peredaran produk ilegal. BPOM secara rutin melakukan pengawasan dan penindakan terhadap produk-produk yang tidak memenuhi standar keamanan dan kualitas yang telah ditetapkan. Misalnya, pada Februari 2025, BPOM menemukan 91 merek kosmetik ilegal dengan total 205.133 produk yang mengandung bahan berbahaya. BPOM juga mengungkap modus operandi baru dalam peredaran kosmetik ilegal, seperti penggunaan izin edar palsu yang tidak dikeluarkan oleh BPOM. BPOM telah melakukan inspeksi terhadap 709 fasilitas terkait peredaran kosmetik ilegal, dan menemukan bahwa 340 fasilitas (48 persen) tidak memenuhi persyaratan. BPOM memberikan sanksi berupa penghentian sementara kegiatan produksi dan distribusi kosmetik, serta penutupan sementara akses pengajuan notifikasi. Jika ditemukan bukti yang mengarah pada pelanggaran pidana, BPOM akan melakukan proses penyidikan

Contoh: BPOM berhasil mengungkap jaringan produksi kosmetik ilegal yang menggunakan izin edar palsu. Sebanyak 50.000 produk ilegal disita dan para pelaku dihadapkan pada proses hukum. BPOM juga menutup sementara fasilitas produksi hingga memenuhi persyaratan yang ditetapkan.

 

Kesimpulan

Industri skincare di Indonesia memiliki potensi pertumbuhan yang besar, namun juga menghadapi berbagai tantangan terkait keamanan dan kualitas produk. BPOM berperan penting dalam mengawasi dan mengendalikan peredaran produk skincare, melakukan penindakan terhadap produk ilegal, serta memberikan edukasi kepada masyarakat. Dengan upaya yang berkelanjutan, BPOM berkomitmen untuk melindungi konsumen dan memastikan bahwa produk skincare yang beredar di pasaran aman digunakan, sehingga masyarakat dapat merasa lebih aman dan percaya diri dalam merawat kesehatan kulit mereka.

 

Daftar Pustaka

Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Republik Indonesia. "Pengawasan dan Pengendalian Produk Skincare."

BPOM. "Regulasi dan Kebijakan Produk Skincare di Indonesia."

BPOM. "Edukasi Konsumen tentang Produk Skincare yang Aman."

BPOM. "Penelitian dan Pengembangan Produk Skincare."

BPOM. "Kerjasama Internasional dalam Pengawasan Produk Skincare."

BPOM. "Laporan Penindakan Produk Skincare Ilegal."

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kebijakan Publik yang bermodel kelompok

Oleh Regas Febria Yuspita Pendahuluan Model adalah representasi sederhana mengenai aspek-aspek yang terpilih dari suatu kondisi masalah yang disusun untuk tujuan tertentu, model kebijakan biasanya dinyatakan dalam bentuk konsep teori, diagram, grafik atau persamaan matematika. Model kebijakan publik harus memiliki karakteristik, sederhana dan jelas, ketepatan identifikasi aspek penting problem kebijakan, menolong untuk pengkomunikasian, usaha langsung untuk memahami kebijakan publik secara lebih baik ( manageable ) dan memberikan penjelasan & memprediksi konsekwensi. Model pembuatan kebijakan publik meliputi model elit, model kelompok, model kelembagaan, model proses, model rasionalism, model inkrementalism dan model sistem. Pada tulisan ini penulis akan membahas mengenai kebijakan publik yang menggunakan model kelompok.Model kelompok merupakan abstraksi dari proses pembuatan kebijakan. Dimana beberapa kelompok kepentingan berusaha untuk mempengaruhi isi dan bentuk...

ETIKA ADMINISTRASI PUBLIK (DEFINISI, URGENSI, PERKEMBANGAN, DAN LANDASAN)

TUGAS TERSTRUKTUR ETIKA ADMINISTRASI PUBLIK (DEFINISI, URGENSI, PERKEMBANGAN, DAN LANDASAN) Disusun Oleh : KELOMPOK 1 Susanto P2FB12017 Regas Febria Yuspita P2FB12004 Rahmat Imanda P2FB12021 Ary Yuliastri P2FB12008 UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN MAGISTER ILMU ADMINISTRASI PURWOKERTO 2012 Etika Administrasi Publik (Definisi, Urgensi, Perkembangan, dan Landasan) Oleh : Kelompok 1 Pendahuluan Etika administrasi publik pertama kali muncul pada masa klasik. Hal ini disebabkan karena teori administrasi publik klasik (Wilson, Weber, Gulick, dan Urwick) kurang memberi tempat pada pilihan moral (etika). Pada teori klasik kebutuhan moral administrator hanyalah merupakan keharusan untuk menjalankan tugas sehari-hari secara efisien. Dengan diskresi yang dimiliki, administrator publik pun tidak hanya harus efisien, tapi juga harus d...

Efisiensi dan Efektivitas dalam Birokrasi

  Oleh Regas Febria Yuspita, S.Sos P2FB12004 [1] Pendahuluan Penerapan Good Governance saat ini baik di tingkat pusat maupun daerah harus berpegang teguh dengan prinsip efisiensi, dan efektivitas.   Penerapan prinsip efektivitas dan efisiensi ini dilakukan karena permasalahan penyelenggaraan pelayanan publik di Indonesia masih memiliki beberapa kelemahan seperti petugas pelayanan kurang responsif, kurang informatif kepada masyarakat, kurang accessible , kurang koordinasi, terlalu birokratis, kurang mau mendengar keluhan/saran/aspirasi masyarakat dan inefisien. Efektivitas dan efisiensi secara bersama-sama sangat perlu diterapkan dalam penerapan Good Governance , karena suatu yang efektif belum tentu efisien, demikian juga sebaliknya suatu yang efisien belum tentu efektif. Suatu pekerjaan yang efektif belum tentu efisien karena hasil dicapai itu telah menghabiskan banyak pikiran, tenaga, waktu, maupun benda lainnya. Hal ini disebabkan karena efektif adalah mel...