Jumat, 29 Juni 2012

Belajar mjd entrepreneur

(◦ˆ ⌣ ˆ◦)

3 Alasan Utama Mengapa Saya Memilih Jalur Entrepreneur

25 April 2012
Masih segar terbayang di ingatan ketika saya meraih posisi Direktur di perusahaan asuransi asing dimana saya bekerja.  Pada waktu itu tahun 1999 dan saya berumur 36 tahun.   Saya merasa di puncak karir yang selama ini saya tekuni. Bagaimana tidak, posisi Direktur adalah posisi bergengsi dan dapat saya raih hanya dalam kurun waktu 4 tahun bekerja di perusahaan. Sebelum pindah ke perusahaan Asuransi, saya bekerja di bank asing (sekarang adalah BNP Paribas) sebagai manajer Corporate Banking. Melihat industri asuransi yang berkembang pada saat itu (tahun 1995), saya menerima tawaran menjadi posisi manajer di divisi Credit Life tentunya dengan tawaran bayaran yang lebih menggiurkan. 

Bekerja sebagai karyawan adalah satu satunya pilihan setelah saya lulus dari universitas. Meski lulus sebagai sarjana dari USA,  bukan berarti menjadi entrepreneur adalah hal yang mudah.  Pendidikan di universitas hanya berpatokan pada konsep dan teori, tetapi tidak mengajarkan kepada kita bagaimana memulai suatu bisnis.  Ditambah dengan kondisi tidak mempunyai modal dan sangat minim pengalaman,  sehingga menjadi entrepreneur hanyalah sebuah impian belaka pada saat itu.  Maka itu, tempat belajar yang paling cocok adalah bekerja dahulu di perusahaan asing (pada saat itu) untuk menangguk pengalaman yang berharga, dengan alasan perusahaan asing mempunyai standard operation prosedur yang baik dan sudah established (terutama di industri bank dan asuransi).

Selang telah menduduki posisi Direktur selama 3 tahun,  saya merasa ada yang kurang. Meski cukup banyak prestasi saya torehkan di perusahaan sehingga kenaikan gaji tetap baik dan posisi menjadi VPD (Vice President Director), ternyata saya merasa mentok, bosan dan tidak mendapatkan kepuasan kerja total.  Meski terasa aneh, tetapi hal itulah yang saya rasakan…

Tiba-tiba terbayang ….apa yang akan terjadi pada saya apabila menginjak umur 50 tahun atau mendekati umur pensiun? Apakah saya tetap di posisi direksi, atau pada pucuk pimpinan CEO (chief executive officer), atau bahkan tidak mempunyai posisi sama sekali?  Anda tentunya tahu, bahwa bekerja di perusahaan asing bisa enak dan juga tidak. Apabila ada proses downsizing (pengurangan karyawan), posisi direktur bukanlah menjadi suatu jaminan.  Ah… saya tiba-tiba merasakan suatu desakan yang hebat bahwa jalur sebagai karyawan bukanlah impian saya.

Tepat pada akhir tahun 2005, saya mengundurkan diri dari posisi Direksi. Pada waktu itu saya membawahi semua operation dan telemarketing division yang menjadi satu satunya ujung tombak dari semua penjualan di perusahaan. Semua unit yang saya bawahi pada saat itu sangat strategis dan penting. Beberapa dari teman malahan mengatakan saya gila, karena posisi enak kok ditinggal begitu saja?

Anda ingin tahu mengapa saya memutuskan untuk pindah pekerjaan dari karyawan sebagai entrepreneur? Simak 3 alasan utama dibawah ini:

1. Freedom of Time
“Emang enak jadi Direktur?”, celoteh saya pada seorang teman pada waktu itu.  Semua orang berpikir jadi Direktur  itu enak, karena mendapat gaji tinggi dan fasilitas yang hebat.  Sudah pasti mendapat sedan keluaran mutakhir dan supir.  Ketika masuk kantor, semua karyawan menghormat ke kita.  Lebih-lebih apabila kita berhubungan dengan supplier, tiap kali bertemu kita diberi penghormatan ala karpet merah. Tapi dari semua ini, ada satu hal yang harus kita korbankan yaitu “Freedom of Time”.

Saya merasa waktu untuk pribadi sangat kurang disebabkan jadwal kantor yang sangat ketat sekali.  Hampir tiap hari selalu padat dengan meeting divisi dan klien.  Belom lagi saya mempunyai matriks report ke regional di Singapore dan Hongkong. Ada beberapa bos besar yang harus saya beri update mengenai kegiatan operasional. Maka itu waktu sehari 24 jam terasa menjadi sangat minim sekali.

Lagi lagi dengan target sales yang tinggi pada divisi Telemarketing, saya terbiasa  uber-uber an dengan tim sales untuk mencari cara mengejar target apabila target tidak tercapai.

Aktifitas diatas sebagai direktur, sudah tentu membuat saya sering pulang malam hari tiap harinya. Lain halnya apabila kita bekerja sebagai Entrepreneur.  Kita adalah “master of time”, dimana kita dapat bekerja semau kita (pada jam jam yang kita pilih).   Untuk masuk kerja atau tidak, kita yang mengatur.

2.  Quo Vadis – Setelah Pensiun
Saya kadang menerawang apa yang terjadi pada saya saat mencapai usia pensiun 55 tahun. Apabila perusahaan masih membutuhkan saya, sudah tentu kontrak kerja saya akan diperpanjang sebagai karyawan yang biasanya mencapai 1-2 tahun.

Umur 55 tahun bagi saya adalah umur yang sangat muda sekali untuk pensiun, karena saya sangat aktif sekali dalam menjalani hidup ini. Saya suka berolah raga dan menyukai tantangan, sehingga apabila harus pensiun pada umur 55 tahun kelihatannya bisa stress berat.  Nah, dengan pemikiran seperti ini, umur 55 tahun adalah momok yang sangat besar bagi saya. Karena tanpa persiapan diri yang baik, saya bisa jadi pengangguran pada pada umur tersebut. 

Maka itu, Quo Vadis – Pensiun adalah salah satu alasan saya untuk menjadi entrepreneur di usia yang lebih muda…

3. Limited Income – Penghasilan yang terbatas
Ini adalah alasan pribadi.  Saya rasa tidak semua orang akan setuju dengan saya mengenai hal ini. Menurut saya, sebagai karyawan mempunyai penghasilan yang terbatas, karena saya sudah tahu persentasi kenaikan gaji dan bonus yang akan saya terima.  Anda tahu kan, apabila gaji sudah tinggi, persentasi kenaikan akan rendah, dan kita hanya mengharap lebih pada bonus yang mungkin saja belum tentu keluar karena keadaan ekonomi atau prestasi dari perusahaan yang tidak dapat kita kontrol.

Serajin-rajinnya saya bekerja, tiap bulan saya sudah tahu berapa jumlah yang akan saya kantongi, dan hal ini untuk saya kurang menantang. Robert Kiyosaki, pengarang buku “Rich Dad Poor Dad” memberikan ilustrasi bahwa pada kuadran sebagai “employee” , kita seperti tikus berlari di tempat dan tidak dapat berkembang lagi …

Memang sebagai entrepreneur mempunyai aktiftas kuadran yang sangat berbeda dengan karyawan. Kita harus kreatif, menempuh resiko dan kadang apa yang kita buat belum tentu menjadi hasil. Tetapi itu lah pilihan saya pada akhir tahun 2005, dan saya tidak pernah menoleh lagi kebelakang ataupun menyesalinya.

Meski harus mengencangkan ikat pinggang pada awal-awal tahun menjadi entrepreneur dan tidak mempunyai fasiltas apapun (kesehatan, mobil, sopir, dsb), saya memberanikan diri untuk menempuhnya.  Tetapi dengan itu saya mempunyai impian saya, yaitu Freedom of Time, tetap aktif di usia pensiun, dan mempunyai potensi unlimited income dengan kerja yang lebih sedikit.

Ingin mencoba menjadi entrepreneur?  Apabila ya anda tentunya setuju dengan 3 alasan saya diatas…


Ditulis oleh:
Kurnia Theodore
Entrepreneur, Educator & Investo

Tidak ada komentar:

Posting Komentar