Rabu, 24 Oktober 2012

Bagaimana Cara Melembuhkan Hati


Jangan lupa membagikan artikel ini setelah membacanya

Assalamu’alaikum Warahmatullahi wa Barakatuh.

Saudara-saudaraku seakidah :

Sesungguhnya kelembutan, kekhusyu’an serta keluluhan hati kepada Sang Pencipta dan Yang membentuk hati-hati tersebut merupakan suatu pemberian dari Ar-Rahman (Yang Maha Penyayang) dan sebuah karunia dari Ad-Dayyan (Yang membuat perhitungan) yang patut mendapatkan maaf dan ampunan-Nya. Menjadi tempat perlindungan yang kokoh dan benteng yang tidak dapat ditembus dari kesesatan dan kemaksiatan.

Tidaklah hati yang lembut kepada Allah Azza wa Jalla melainkan pemiliknya (adalah) seorang yang bersegara mengejar segala bentuk kebajikan dan sigap terhadap segala bentuk keta’atan dan keridhaan.

Tiada kelembutan dan keluluhan hati kepada Allah Azza wa Jalla melainkan anda akan mendapati pemiliknya sebagai orang yang paling menaruh perhatian penuh terhadap segala bentuk ketaatan dan kecintaan kepada Allah. Tiadalah ia diingatkan melainkan segera sadar, dan tiadalah ia diberitahukan melainkan segara mengerti.

Tidaklah kelembutan itu masuk ke dalam hati melainkan anda akan mendapati pemiliknya (senantiasa) berada dalam keadaan tentram dengan berzikrullah (mengingat Allah), lidahnya (senantiasa) basah dengan (ucapan) syukur dan pujian kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Tiada hati yang lembut karena Allah Azza wa Jalla melainkan anda akan menemukan pemiliknya sebagai orang yang sangat jauh perilakunya dari segala bentuk kedurhakaan kepada Allah Azza wa Jalla.

Maka hati yang lembut merupakan hati yang (senantiasa) merasa hina di hadapan keagungan dan keperkasaan Allah Tabaraka wa Ta’ala.

Tiada penyeru syaithan berusaha mencabutnya, melainkan (hatinya tetap) luluh merasa khawatir dan takut terhadap (keagungan) Ar-Rahman Tabaraka wa Ta’ala.

Dan tidaklah penyeru kesesatan dan hawa nafsu datang kepadanya, melainkan menggigil ketakutan (hati tersebut) dari ketakutan kepada Al-Malik (Maha Raja) Subhanahu wa Ta’ala.

Hati yang lembut, (mengindikasikan) pemiliknya adalah seorang yang jujur, diatas segala bentuk kredibilitas apapun.

Hati yang lembut (itulah sejatinya) kelembutan, dan sebaik-baiknya kelembutan.

Namun (pertanyaannya) siapakah yang mengkaruniakan kelembutan dan keluluhan hati?

Siapakah yang memperkenankan (rasa) kekhusyuan dan kesadaran hati untuk kembali kepada Rabbnya?

Siapakah yang sekiranya Ia berkehendak membalikkan hati ini, sehingga menjadi yang paling lembut untuk mengingat Allah Azza wa Jalla, dan paling khusyuk saat mentadabburi ayat-ayat dan keangungan-Nya?

Siapakah Dia? Maha suci Ia yang tiada Ilah Ilah (tuhan yang haq untuk disembah) melainkan Dia (semata). Seluruh hati manusia diantara dua jari dari jari-jari-Nya, Dialah yang membolak-balikan hati sebagaimana yang Ia kehendaki. Maka (bisa jadi) anda akan mendapati seorang hamba yang sangat keras hatinya, namun Allah tidak menghendaki selain merahmati, menyayangi, mengkaruniai dan memuliakannya.

Sehingga datanglah sekelumit momentum yang menakjubkan tersebut, menghujamkan iman mengoyak keterpurukan hatinya tersebut, setelah Allah berkenan memilih dan menetapkan pemilik hati tersebut sebagai orang yang layak mendapatkan rahmat-Nya.

Maka tiada Ilah (tuhan yang haq untuk disembah) melainkan Allah, dari kelompok orang-orang sengsara kepada kelompok orang-orang bahagia. Dari kalangan orang-orang yang keras hatinya kepada kalangan orang-orang yang lembut hatinya, setelah sebelumnya kasar tutur kata dan perangkainya. Tidak mengenal kebajikan dan tidak mengingkari kemungkaran, melainkan menuruti hasrat hawa nafsunya. Saat ia bertawajjuh (menghadap) kepada Allah dengan hati, dan Ia mengubahnya.

Kalaulah dengan kondisi hati tersebut, yang lancang atas batasan-batasan Allah Azza wa Jalla, sehingga seluruh anggota tubuhnya pun menurutinya dalam berbuat kelancangan tersebut. Jika dengan situasi yang demikian, dalam sekelumit saja dapat berubah keadaannya, dan menjadi baik akibat dan efeknya, sehingga ia menjadi sadar, mengetahui dimana ia harus melangkahkan kakinya dalam perjalanannya.

Saudaraku yang kusayangi karena Allah :

Sesungguhnya ia adalah suatu kenikmatan yang tidak akan anda jumpai di atas permukaan bumi ini kenikmatan yang lebih besar dan agung daripadanya, (yaitu) kenikmatan berupa kelembutan hati dan kesadaran untuk kembali kepada Allah Tabaraka wa Ta’ala.

Sungguh Allah Azza wa Jalla telah memberitakan, bahwa tidaklah hati yang terhalang dari kenikmatan ini melainkan pemiliknya akan diancam dengan adzab Allah, Dia Subhanahu berfirman :

فَوَيْلٌ لِّلْقَاسِيَةِ قُلُوبُهُم مِّن ذِكْرِ اللَّهِ ﴿ سورة الزمر: 22 ﴾

“Maka kecelakaan yang besarlah bagi mereka yang telah membatu hatinya untuk mengingat Allah. (QS.39:22).

Kecelakaan, siksaan dan bencana bagi hati-hati yang keras dari mengingat Allah. Dan kenikmatan, rahmat dan kebahagiaan serta kesuksesan bagi hati yang luluh dan takut kepada Allah Tabaraka wa Ta’ala.

Karena itu -saudara-saudaraku seaqidah-, tiadalah seorang mukmin yang jujur dalam keimanannya melainkan ia senantiasa berpikir untuk mencari jalan agar hatinya dapat menjadi lembut? (Berpikir) bagaimana supaya saya dapat memperoleh kenikmatan ini?

Maka saya mesti harus menjadi kekasih Allah Azza wa Jalla, menjadi bagian dari para wali-wali-Nya. (Yang) tiada mengenal istirahat dan kesenangan melainkan mencintai dan menaati-Nya Subhanahu wa Ta’ala (saja). Karena ia menyadari bahwa tiada terhalang kenikmatan ini, melainkan (akan) terhalang (pula) dari segala kebaikan yang banyak.

Karenanya, berapa banyak orang-orang baik yang pada sebagian keadaan dan situasi yang menimpanya, mereka membutuhkan kepada orang yang dapat melembutkan hati-hati mereka. Maka perkara hati ini merupakan perkara yang menakjubkan, dan keadaannya asing (tidak dapat diterka).

Terkadang hati merespon kebaikan, dan saat keadaannya demikian ia sangat lembut terhadap Allah Azza wa Jalla dan menyeru-nyeru kepada Allah.

Seandainya (dalam keadaan tersebut) ia diminta untuk menginfakkan seluruh hartanya karena cinta kepada Allah, niscaya akan diberikannya. Sekirannya diminta untuk menyerahkan jiwanya di jalan Allah, niscaya akan dikorbankannya.

Sesungguhnya ia merupakan sekelumit (momentum) saja, dimana Allah memenuhi hati-hati tersebut dengan rahmat (kasih sayang)nya.

Sebaliknya terdapat (pula) sekelumit-sekelumit momentum (lainnya) yang dapat merubah keadaan orang beriman terhadap Allah Tabaraka wa Ta’ala, (yaitu) sekelumit-sekelumit momentum yang mengeraskan (hati manusia). Tidaklah seorang manusia sekiranya ia melewati situasi ini (sekalipun hanya) sebentar saja, niscaya hatinya akan mengeras dan merasa sakit di dalamnya, sampai-sampai begitu sangat kerasnya bagaikan batu. Al-‘Iyadzu billah (berlindung kepada Allah dari situasi semacam itu).

Ada beberapa faktor yang melembutkan hati dan ada (pula) faktor-faktor yang dapat mengeraskan hati :

Allah Tabaraka wa Ta’ala telah mempersilahkan dan mengutamakan (pembahasan ini) dengan mengarahkan kepada penjelasan-penjelasan di dalam al-Qur`an. Tidak ada (upaya menghadirkan) kelembutan hati dengan cara yang lebih agung dibanding (dengan) sebab iman kepada Allah Tabaraka wa Ta’ala.

Tiada seorang hamba (pun) yang telah mengenal Rabbnya dengan nama-nama dan sifat-sifat-Nya melainkan hatinya akan menjadi lembut terhadap Allah Azza wa Jalla, dan (dengan sendirinya) ia akan menegakkan batasan-batasan Allah. Tiadalah ayat al-Qur`an dan hadits Rasulullah datang kepadanya melainkan ia akan mengimplementasikan dengan bahasa perangai dan tutur:

سَمِعْنَا وَأَطَعْنَا غُفْرَانَكَ رَبَّنَا وَإِلَيْكَ الْمَصِيرُ ﴿285﴾ سورة البقرة

"Kami dengar dan kami ta`at". (Mereka berdo`a): ‘Ampunilah kami ya Tuhan kami dan kepada Engkaulah tempat kembali’." (QS.2:285).

Maka tiadalah seorang hamba yang telah mengenal Allah dengan nama-nama-Nya yang baik dan telah mengenal Rabbnya -yang ditangan-Nya kekuasaan atas segala sesuatu, sementara Dialah yang melindungi, namun tiada yang dapat dilindungi dari (siksa)-Nya-, melainkan anda akan mendapatinya berpacu kepada kebaikan, dan berpaling dari keburukan.

Faktor terpenting yang menjadikan hati lembut terhadap Allah Azza wa Jalla dan luluh dari rasa ketakutan yang timbul karena mengenal Allah Tabaraka wa Ta’ala, dimana seorang hamba telah yang mengenal Rabbnya.

Yang Pertama :

Mengenal-Nya, bahwa tiadalah segala sesuatu di alam semesta ini melainkan hal itu mengingatkannya kepada Rabbnya. Pagi dan petang mengingatkannya akan Rabb yang Maha agung. Nikmat dan bencana mengingatkannya kepada yang Maha Penyantun dan Mulia. Kebaikan dan keburukan mengingatkannya terhadap Yang dapat (mendatangkan) kebaikan dan (menolak) keburukan, yaitu Subhanahu wa Ta’ala.

Maka barangsiapa yang mengenal Allah, hatinya menjadi lembut karena takut akan keagungan Allah Tabaraka wa Ta’ala.

Sebaliknya, tidaklah anda mendapati hati yang keras melainkan anda akan menjumpai pemiliknya sebagai seorang hamba yang paling bodoh (ajhal) mengenai Allah Azza wa Jalla, dan sangat jauh untuk mengenal Allah mengenai keperkasaan dan siksaan-Nya, dan ia merupakan sepandir-pandirnya manusia mengenai nikmat dan rahmat Allah Azza wa Jalla.

Sehingga sungguh anda akan menjumpai sebagian orang-orang durhaka sudah sangat berputus asa dari kasih sayang Allah, dan merasa sangat pupus harapan dari rahmat-Nya. Kita berlindung kepada Allah terhadap situasi kebodohan mengenai Allah (al-jahl billah).

Lalu ketika ia jahil (bodoh) mengenai Allah, maka ia akan bersikap lancang terhadap batasan-batasan-Nya, lancang terhadap larangan-larangan-Nya, dan ia tidak mengenal melainkan pada malam dan siang harinya ia berbuat kefasikan dan kedurhakaan. Demikianlah yang diketahui dari kehidupannya, dan beginilah yang dapat diprediksi berkenaan dengan target keberadaan dan masa depannya.

Karena itu –Saudaraku yang kucintai karena Allah-, mengenal Allah Azza wa Jalla merupakan suatu cara (efektif) untuk dapat melembutkan hati. Sebab itu setiap orang yang anda temui memberikan pelajaran, mengekalkan tafakkur akan kekuasaan Allah. Ketika anda mendapatkan di dalam hatinya ada kelembutan, di saat itu pula anda akan mendapati hatinya khusyu` dan luluh kepada Allah Tabaraka wa Ta’ala.

Faktor Kedua :

Yang meluluhkan dan melembutkan hati, dan menolong seorang hamba atas kelembutan hatinya dari rasa takut kepada Allah Azza wa Jalla adalah memperhatikan ayat-ayat al-Qur`an ini.

Perhatian dalam hal ini merupakan jalan yang dapat mengantarkan kepada hidayah taufik dan kebenaran. Menaruh perhatian penuuh terhadap al-Qur`an telah dideskripsikan Allah dalam firman-Nya :

كِتَابٌ أُحْكِمَتْ آيَاتُهُ ثُمَّ فُصِّلَتْ مِن لَّدُنْ حَكِيمٍ خَبِيرٍ ﴿1﴾ سورة هود

“(Inilah) suatu kitab yang ayat-ayatnya disusun dengan rapi serta dijelaskan secara terperinci yang diturunkan dari sisi (Allah) yang Maha Bijaksana lagi Maha Tahu. (QS.11:1).

Tidaklah seorang hamba membaca ayat-ayat al-Qur`an ketika membacanya dengan kehadiran hati, sambil memikirkan dan merenungkan melainkan matanya (menjadi) menangis, hatinya (menjadi) khusyu`, jiwanya memancarkan iman dari kedalamnya, hendak berjalan menuju Allah Tabaraka wa Ta’ala. Sekiranya permukaan hati itu berbalik setelah (berinteraksi dengan) ayat-ayat al-Qur`an, menjadi lahan subur bagi kebaikan, kecintaan dan ketaatan kepada Allah Azza wa Jalla.

Tidaklah seorang hamba membaca al-Qur`an dan menyimak ayat-ayat Allah melainkan anda akan mendapati pasca pembacaan dan perenungan, sebuah kelembutan. Sungguh hati dan kulitnya akan bergetar karena takut akan keagungan Allah Tabaraka wa Ta’ala. Firman-Nya Ta’ala :

اللَّهُ نَزَّلَ أَحْسَنَ الْحَدِيثِ كِتَاباً مُّتَشَابِهاً مَّثَانِيَ تَقْشَعِرُّ مِنْهُ جُلُودُ الَّذِينَ يَخْشَوْنَ رَبَّهُمْ ثُمَّ تَلِينُ جُلُودُهُمْ وَقُلُوبُهُمْ إِلَى ذِكْرِ اللَّهِ ذَلِكَ هُدَى اللَّهِ يَهْدِي بِهِ مَنْ يَشَاءُ وَمَن يُضْلِلْ اللَّهُ فَمَا لَهُ مِنْ هَادٍ ﴿23﴾ سورة الزمر

“Allah telah menurunkan perkataan yang paling baik (yaitu) Al Qur'an yang serupa (mutu ayat-ayatnya) lagi berulang-ulang, gemetar karenanya kulit orang-orang yang takut kepada Tuhannya, kemudian menjadi tenang kulit dan hati mereka di waktu mengingat Allah. Itulah petunjuk Allah, dengan kitab itu Dia menunjuki siapa yang dikehendaki-Nya. Dan barangsiapa yang disesatkan Allah, maka tidak ada seorangpun pemberi petunjuk baginya.” (QS.39:23).

Inilah al-Qur`an yang mengagumkan, sebagian sahabat dibacakan beberapa ayat-ayat al-Qur`an maka (langsung) berbalik dari paganisme kepada ketauhidan, dari menyekutukan Allah kepada menyembah Rabbnya Subhanahu wa Ta’ala (hanya) dengan beberapa ayat-ayat sederhana.

Al-Qur`an ini merupakan nasehat dari Rabb semesta alam, firman dari Tuhan umat-umat terdahulu maupun generasi-generasi selanjutnya, tiadalah seorang hamba membacanya melainkan dimudahkan baginya mendapatkan tuntunan (Ilahi) saat membacanya, karenanya Allah berfirman dalam Kitab-Nya :

وَلَقَدْ يَسَّرْنَا الْقُرْآنَ لِلذِّكْرِ فَهَلْ مِن مُّدَّكِرٍ ﴿17 ﴾ سورة القمر

017. Dan sesungguhnya telah Kami mudahkan Al Qur'an untuk pelajaran, maka adakah orang yang mengambil pelajaran? (QS.Al-Qamar (54):17).

Apakah di sana ada orang yang hendak mengambil pelajaran?

Apakah di sana ada orang yang menginginkan (mendapatkan) pesan sempurna dan nasehat yang tinggi? ... Inilah al-Qur`an kami.

Karenanya – saudara yang kucintai karena Allah- tiada hati yang merasa ketagihan, dan tidak pula seorang hamba yang ketagihan untuk membaca al-Qur`an, menjadikan al-Qur`an selalu bersamanya, sekiranya dia belum hapal maka ia dapat membacanya sepanjang malam dan siang hari, melainkan lembutlah hatinya karena rasa takut akan keagungan Allah Tabaraka wa Ta’ala.

Faktor Ketiga :

Diantara faktor-faktor yang membantu melembutkan hati dan kesadaran untuk senantiasa kembali kepada Allah Tabaraka wa Ta’ala, adalah seorang hamba sadar bahwa ia akan kembali kepada Allah, senantiasa sadar bahwa setiap permulaan (selalu ada) akhirnya. Bahwa tidaklah setelah kematian yang merupakan bagian perjalanan yang harus dilewati, dan tidak pula setelah (menjalani) kehidupan dunia, melainkan (kesudahannya) surga atau neraka.

Maka sekiranya seorang manusia sadar bahwa kehidupan (dunia) akan berakhir, dan bahwa (dunia) merupakan kesenangan (sementara) yang akan binasa, bahwa ia sesuatu yang menipu dan penghalang, Dia menjadikan -demi Allah- itu semua sebagai kehinaan dunia dan merespon Pemilik dunia ini dengan begitu responsif, rasa kembali dan kejujuran, maka lembutlah hatinya.

Barangsiapa yang merenungi kubur, dan merenungi keadan-keadaan penduduknya, niscaya hatinya akan luluh, hatinya akan terbebas dari segala kebekuan dan hal-hal yang menipu. Kita mohon perlindungan kepada Allah dari hal-hal demikian itu.

Karenanya anda tidak akan mendapati seorang yang biasa berziarah kubur dengan bertafakkur, merenungi, dan mentadabburi, ketika ia mengingat orang-orang tua, saudara-saudari, sahabat-sahabat, orang-orang yang dicintainya. Ketika ia mengingat kedudukan-kedudukan mereka, dan sadar bahwa waktunya sudah sangat dekat keberadaannya di tengah-tengah mereka, bahwa sebentar lagi ia akan menjadi tetangga sebagian dengan sebagian lainnya. Telah terputus kunjungan diantara mereka dengan tetangganya. Dan bahwa mereka telah saling berdekatan kuburnya, dan diantara keduanya sebagaimana antara langit dan bumi, kenikmatan (surga) dan (siksa) neraka.

Tidaklah seorang hamba mengingat kedudukan-kedudukan yang dianjurkan oleh Nabi saw. untuk mengingatnya, melainkan melembutkan hatinya dari rasa takut akan keagungan Allah Tabaraka wa Ta’ala.

Barangsiapa yang berdiri di atas liang kubur yang telah selesai digali, lalu ia memperkirakan dirinya, sekiranya ialah yang akan dimasukkan liang kubur tersebut. Dan tidaklah ia berdiri di hadapan liang kubur, melihat tubuhnya sedang diturunkan ke dalamnya, maka ia akan bertanya kepada dirinya sendiri :

- Apa yang terjadi setelah ditutup (kuburnya)?

- Siapakah (pribadi) yang ditutup kuburnya (ini)?

- Atas dasar apa ditutup (kuburnya)?

- Apakah (kuburnya) ditutup atas (dasar) ketaatan atau kemaksiatan(nya)?

- Apakah (kuburnya) ditutup atas siksa (kubur) atau atas kenikmatan (kubur)?

Tiada Ilah (tuhan yang haq untuk disembah) melainkan Dia, Yang Maha mengetahui keadaan-keadaan mereka yang sebenarnya, Dialah Yang Maha menetapkan hukum lagi Maha adil yang memisah-misahkan diantara mereka (sesuai dengan perbuatannya).

Tiada seorang hamba melihat pemandangan-pemandangan ini, dan tidak pula terkumpul dalam dirinya renungan-renungan ini, melainkan berguncang hatinya karena rasa takut dan kengerian terhadap keagungan Allah Tabaraka wa Ta’ala. Berserah kepada Tabaraka wa Ta’ala dengan penyerahan yang sejujurnya dan kembali serta tekun (dalam ketaatan kepada-Nya).

(Saudaraku) yang kucintai karena Allah :

Separah-parahnya penyakit yang menimpa hati adalah penyakit kebekuan hati, dan kita berlindung atas keadaan yang demikian itu.

Dan faktor terbesar yang menyebabkan kerasnya hati setelah kebodohan mengenai Allah Tabaraka wa Ta’ala adalah kecondongan kepada dunia dan bangga akan status keduniaannya, serta terlalu sibuk dengan ucapan-ucapan yang berlebihan. Sesungguhnya ini merupakan bagian dari faktor penyebab terbesar yang mengeraskan hati-hati, wal’iyadzu billah Tabaraka wa Ta’ala. Karena jika seorang hamba telah disibukkan dengan perkara mengambil dan menjual, dan disibukkan pula dengan berbagai fitnah dan tribulasi yang membinasakan, hal ini hanya mempercepat proses pengerasan hatinya (saja). Karena semua perkara tersebut, jauh dari (hal-hal yang dapat) mengingatkan dirinya terhadap Allah Tabaraka wa Ta’ala.

Karena itu, sudah seyogyanya bagi setiap orang yang hendak menerjuni (urusan-urusan) dunia ini, untuk menerjuninya dengan penuh kehalusan. Agama kita bukanlah agama para rahib (pendeta), dan tidak (boleh) mengharamkan yang telah dihalalkan Allah Subhanahu wa Ta’ala, dan tidak membatasi kita dengan perkara-perkara yang baik.

Namun dijalani dengan penuh seksama, maka ketentuan-ketentuan takdir telah ditetapkan oleh pena-Nya, dan ketentuan-ketentuan rezeki (juga) telah ditetapkan. Manusia mengambilnya dengan sebab-sebab usahanya, tanpa adanya benturan dengan qadha` dan qadar.

Ia mengambil bagiannya dengan sikap yang lembut dan penuh keridhaan dari Allah tabaraka wa Ta’ala sesuai yang dimudahkan baginya, lalu mengucapkan pujian (hamdalah) dan bersyukur kepada Sang Penciptanya, sehingga mempercepat turunnya keberkahan padanya, dan mampu mencegah terjadinya bencana kebekuan (hati), kami memohon kepada Allah keselamatan dari perkara tersebut.

Sebab itu, faktor terbesar yang menyebabkan terjadinya kekerasan hati adalah kecenderungan terhadap dunia. Anda akan mendapati para pemilik hati yang keras kebanyakan mereka memiliki kesibukkan dengan perkara-perkara dunia, mereka mengorbankan segala sesuatu, mengorbankan waktu-waktu mereka, mengorbankan shalat-shalat mereka, mereka rela terjerambat ke dalam perbuatan-perbuatan senonoh dan membinasakan. Tetapi dunia ini (malah) yang menarik mereka, tidak mungkin seorang dari mereka berkorban (hanya) dengan satu dinar atau dirham saja (untuk mencapai kepentingan-kepentingan duniawi mereka), karenanya dunia ini telah merasuk ke dalam hatinya.

Dan dunia itu bercabang-cabang, dunia bercabang-cabang, sekiranya seorang hamba mengetahui hakikat percabangan ini, niscaya pagi-petang lisannya akan terengah-engah kepada Rabbnya :

“Ya Rabbku, selamatkan aku dari fitnah dunia ini, sesungguhnya di dalam perkara dunia ini (memiliki) berbagai cabang-cabang, dimana tidaklah hati cenderung kepada salah satunya melainkan ia akan bernafsu kepada cabang berikutnya, kemudian yang berikutnya (lagi), hingga ia jauh dari (mengingat) Allah Azza wa Jalla. Kedudukannya menjadi merosot di sisi Allah, dan Allah tidak peduli akan kebinasaan dirinya (yang sedang terperangkap) di dalam satu lembah dari lembah-lembah dunia yang ada. Wal ‘iyadzu billah.

Hamba yang lupa akan Rabbnya ini, merespon dunia ini dengan penuh hormat, maka ia mengagungkan dengan sikap yang tidak semestinya untuk diagungkan, mengacuhkan siapa yang seharusnya dibesarkan, diagungkan dan dimuliakan (yaitu) Subhanahu wa Ta’ala. Sebab itu ia layak mendapatkan akibat yang terburuk sekalipun. Wal ‘iyadzu billah.

Dan diantara faktor penyebab kerasnya hati:

Bahkan termasuk faktor yang paling menyebabkan kerasnya hati, duduk bersama dengan orang-orang durhaka, dan bergaul dengan orang yang tidak memiliki kebaikan dalam interaksinya. Dengan demikian, tidaklah seorang manusia menjalin pertemanan yang tidak membawa kebaikan dalam pertemanannya itu melainkan hatinya menjadi keras dari mengingat Allah Tabaraka wa Ta’ala. Dan tidaklah ia mencari orang-orang yang baik, melainkan mereka (membantu) melembutkan hatinya kepada Allah yang Maha Esa lagi Maha Perkasa. Dan tidaklah ia tamak terhadap majelis-mejelis mereka, melainkan kelembutan akan datang kepadanya, ia mau ataupun tidak. Datang kepadanya untuk meneguhkan kelemahan hatinya, selanjutnya mengeluarkannya sebagai seorang hamba shalih yang sukses, yang merasa akherat berada dihadapannya.

Karenanya sudah seyogyanya bagi setiap orang, sekiranya harus berinteraksi dengan orang-orang jahat (juga), agar bergaul dengan penuh kewaspadaan, dan jadikanlah interaksinya itu sebatas yang diperlukan, sehingga terselamatkan agamanya, dan pokok kekayaan dunia ini adalah agama.

Ya Allah, sesungguhnya kami memohon dengan nama-nama-Mu yang baik, dan sifat-sifatmu yang tinggi, agar berkenan mengkaruniakan hati-hati yang lembut kepada kami agar (senantiasa) mengingat dan bersyukur kepada-Mu.

Ya Allah, sesungguhnya kami memohon kepada-Mu hati-hati yang tenang untuk mengingat-Mu.

Ya Allah, sesungguhnya kami memohon kepada-Mu lisan-lisan yang senantiasa basah menyebut-Mu.

Ya Allah, sesungguhnya kami memohon kepada-Mu iman yang sempurna, keyakinan yang benar, hati yang khusyuk, ilmu yang bermanfaat, amal shaleh yang diterima di sisi-Mu, wahai Yang Maha Mulia.

Ya Allah, sesungguhnya kami berlindung kepada-Mu dari fitnah-fitnah yang tampak maupun yang tersembunyi.

Subhana Rabbika Rabbil ‘Izzati ‘Amma Yashifun, wa salamun ‘ala mursalin walhamdulillahi Rabbil ‘Alamin.

Wassalamu’alaikum wa Rahmatullahi wa Barakatuh.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar