Alhamdulillah, aku merindukan sholat
terutama ketika masa kewanitaanku datang...rasanya sedih sekali...gak bisa sholat...
terutama ketika aku dalam perjalanan naik kendaraan, aku tidak bisa sholat tepat waktu..
air mata ini kadang menangis..
ya Robb..semoga ini hidayah dari Engkau, agar aku benar2 seorang hamba yang merindukan Sholat
... KETIKA SEORANG HAMBA MERINDUKAN SHALAT ...
Bismillahir-Rahmaanir-Rahim ... Menjelang shubuh, Khalifah Umar bin
Khathab berkeliling kota membangunkan kaum Muslimin untuk shalat shubuh.
Ketika waktu shalat tiba, dia sendiri yang mengatur shaf-shaf shalat dan mengimami para jamaah.
Pada shubuh itu tragedi besar dalam sejarah terjadi. Saat Khalifah
mengucapkan takbiratul ikhram, tiba-tiba seorang lelaki bernama Abu
Lu'luah menikamkan sebilah pisau ke bahu, pinggang, dan ke bawah pusar
beliau. Darahpun menyembur. Namun, Khalifah yang berjuluk "Singa Padang
Pasir" ini tidak bergeming dari kekhusyukannya memimpin shalat.
Padahal waktu shalat masih bisa ditangguhkan beberapa saat sebelum
terbitnya matahari. Sekuat apa pun Umar, akhirnya ia ambruk juga. Walau
demikian, beliau masih sempat memerintahkan Abdurrahman bin 'Auf untuk
menggantikannya sebagai imam.
Beberapa saat setelah ditikam,
kesadaran dan ketidaksadaran silih berganti mendatangi Khalifah Umar bin
Khathab. Para sahabat yang mengelilinginya demikian cemas akan
keselamatan Khalifah. Salah seorang di antara mereka berkata, "Kalau
beliau masih hidup, tidak ada yang bisa menyadarkannya selain kata-kata
shalat!" Lalu yang hadir serentak berkata, "Shalat wahai Amirul
Mukminin. Shalat telah hampir dilaksanakan."
Beliau langsung
tersadar, "Shalat? Kalau demikian di sanalah Allah. Tiada keberuntungan
dalam Islam bagi yang meninggalkan shalat." Maka beliau melaksanakan
shalat dengan darah bercucuran. Subhanallah!
Kisah ini diambil
dari buku Menjemput Maut: Bekal Perjalanan Menuju Allah SWT karya Dr
Quraish Shihab (Lentera Hati, 2002). Ada teladan menarik yang
diperlihatkan Umar bin Khathab dalam kisah ini, yaitu kecintaan dan
perhatian beliau terhadap shalat.
Baginya, tiada yang terindah
dalam hidup selain menghadap Allah SWT. Dunia begitu kecil di
hadapannya. Kenikmatan berkomunikasi dengan Dzat yang Maha Mencinta,
mampu mengalahkan sakitnya tusukan pisau yang tajam. Tak heran bila demi
sekali shalat (di masjid dan berjamaah), Umar pun rela menukarnya
dengan harta yang ia miliki.
Ada sebuah kisah berkait dengan
hal ini. Suatu hari Umar mengunjungi kebunnya. Ia begitu menikmati
kicauan burung yang beterbangan di antara pepohonan. Saking asiknya, ia
harus ketinggalan rakaat pertama saat berjamaah di masjid. Umar begitu
menyesal, hingga ia menghibahkan kebun yang telah melalaikannya tersebut
pada baitul mal milik negara.
Anugerah Allah dalam shalat ...
Shalat adalah keistimewaan yang dianugerahkan Allah kepada Rasulullah
SAW dan umatnya. Demikian istimewanya, hingga proses turunnya perintah
shalat diawali dengan peristiwa Isra' Mi'raj. Allah SWT langsung
"mengundang" Rasulullah SAW ke langit.
Nilai strategis dan
keistimewaan shalat sudah tidak terbantahkan lagi. Shalat adalah amalan
pertama yang diwajibkan atas Rasulullah SAW. Shalat adalah tiang yang
menyangga bangunan Islam. Shalat adalah pembeda atau pemisah antara
seorang Muslim dan kafir. Shalat adalah amalan yang pertama kali
dihisab. Shalat adalah kunci kesuksesan dan kebahagiaan hidup. Shalat
adalah penggugur dosa-dosa. Shalat adalah kunci kesuksesan seorang
hamba. Shalat adalah sarana pengundang datangnya pertolongan Allah.
Shalat pun menjadi saat istimewa bagi seorang hamba, karena ia bisa
berhadapan langsung dengan Rabb-nya.
Penelitian ilmiah pun
menunjukkan bahwa shalat memiliki segudang manfaat dari sudut kesehatan.
Termasuk kemampuannya untuk mengurangi stres dan kecemasan, juga
menangkal datangnya penyakit-penyakit fisik, selain tentunya menangkal
penyakit rohani.
Saat seorang hamba menunaikan shalat, dan
shalatnya dilakukan dengan khusyuk dan tuma'ninah, ia pun berpeluang
mendapatkan pengalaman rohani tertinggi (peak experience) dan bangkitnya
kesadaran yang lebih tinggi (altered states of conciousness). Tidak
berlebihan bila shalat dikatakan sebagai mi'raj-nya orang beriman.
Allah SWT berfirman, "Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada
Tuhan (yang hak) selain Aku; maka sembahlah Aku dan dirikan shalat untuk
mengingatku." (QS Thaha [20]: 14)
Melihat kenyataan ini,
seharusnya kita memaknai shalat bukan sebagai beban, tapi sebagai
kebutuhan. Layaknya kita membutuhkan air, udara, atau makanan, seperti
itulah shalat dibutuhkan.
Shalat tepat waktu adalah keutamaan
yang dicontohkan Rasulullah SAW. Tanda bahwa seseorang telah menjadikan
shalat sebagai kebutuhan adalah keistikamahannya dalam memburu shalat
secara ontime. Keutamaannya akan berlipat apabila dilakukan di masjid
dan berjamaah. Keutamaan ini akan berlipat lagi tatkala kita
mempersiapkan diri sebelum melaksanakannya dengan menunggu sebelum adzan
berkumandang.
Mengapa menunggu shalat menjadi sebuah keutamaan? Ada empat alasan.
Pertama, menunggu shalat adalah bukti kecintaan seorang hamba kepada
Tuhannya. Sebagai analogi, seseorang yang sedang dimabuk cinta akan
senantiasa merindukan perjumpaan dengan yang dicintainya. Tatkala ada
janji bertemu, ia akan berusaha untuk tidak terlambat. Begitu pula saat
kita merindukan Allah, kita akan selalu menunggu berjumpa dengan-Nya dan
akan selalu menunggu perjumpaan itu.
Kedua, menunggu waktu
shalat akan membuka kesempatan bagi kita untuk melakukan banyak kebaikan
lainnya, seperti membaca Alquran, i'tikaf, berdzikir, membereskan
tempat shalat, dan lainnya. Satu kebaikan biasanya akan mengundang
kebaikan lainnya.
Ketiga, saat menunggu shalat kemungkinan bermaksiat menjadi sangat kecil.
Keempat, saat menunggu shalat kita akan berusaha menjaga kebersihan
diri dan hati. Bukankah salah satu syarat sahnya shalat adalah bersih
badan dan tempat shalat dari najis?
Karena itu, Rasulullah SAW
menjanjikan bahwa seseorang dikategorikan sedang shalat, tatkala ia
meniatkan diri menunggu datangnya waktu shalat. Bahkan, saat itu para
malaikat terus melantunkan doa agar kita dirahmati Allah SWT. Rasulullah
SAW bersabda, "Sesungguhnya salah seorang di antara kalian (terhitung)
di dalam shalat selama tertahan oleh shalat sedang para malaikat
mendoakan mereka: 'Ya Allah, ampunilah dia; ya Allah rahmati dia, selama
dia tidak berdiri dari tempat shalatnya atau ber-hadats (batal
wudhunya)." (HR Bukhari).
Hadis ini akan lebih aplikatif dan
bernilai sosial andai tengat waktu menunggu tersebut makna dan
cakupannya diperluas. Pemaknaannya tidak sekadar menunggu shalat di
masjid, tapi menempatkan semua aktivitas hidup dalam skup menunggu
datangnya waktu shalat. Hidup kita, hakikatnya, adalah perpindahan dari
satu shalat ke shalat lainnya.
Alangkah indahnya bila kita
mampu mengubah paradigma berpikir bahwa kerja kita, sekolah kita, tidur
kita, rekreasi kita; pendeknya semua aktivitas hidup kita, adalah
"aktivitas sampingan" dari shalat. Bila paradigma berpikir ini
digunakan, maka tak akan sekali pun kita melalaikan kumandang adzan,
karena itulah kerja utama kita.
Yang tak kalah penting, semua
aktivitas kita di luar ritual shalat, insya Allah akan makin berkualitas
karena dilandasi nilai dzikir, nilai amal ma'ruf nahyi munkar, dan
keinginan menjaga kebersihan diri. Boleh jadi, semua aktivitas kita akan
bernilai shalat, karena kita meniatkannya sebagai aktivitas menanti
perjumpaan dengan Allah SWT. Dan itulah yang telah dilakukan Rasulullah
SAW, Khalifah Umar bin Khathab, dan para sahabat lainnya.
Wallahu a'lam bish-shawab ...
Maa syaa Allah, saya baru baca postingan ini karna alhamdulillah saya merasa sangat rindu sekali dengan shalat ketika masa kewanitaan saya datang:(
BalasHapus