Inilah Akibat Memperlakukan Seorang Ibu Sebagai Pembantu Bagi Dirinya
Seorang anak berlaku kasar kepada ibunya. Dia tidak hanya suka
teriak-teriak di wajahnya, akan tetapi suka mencaci dan memakinya.
Ibunya yang telah tua, seringkali berdoa kepada Allah ta’ala agar Allah
meringankan kekerasan dan kekejaman anaknya. Dia menjadikan ibunya
sebagai pembantu yang membantu dan mengurusi segala kebutuhannya,
sedangkan ibunya sendiri tidak membutuhkan pengurusan dan bantuannya.
Betapa sering air matanya mengalir di kedua pipinya, berdoa kepada Allah
ta’ala agar memperbaiki belahan hatinya dan memberikan hidayah kepada
hatinya.
Pada suatu hari dia menemui ibunya dengan raut wajah
kejahatan yang terlihat dari kedua matanya. Dia berteriak-teriak di
wajah ibunya, “Apakah ibu belum menyiapkan makanan juga?” Dengan segera
ibunya mempersiapkan dan menghidangkan makanan untuknya. Akan tetapi
tatkala dia melihat makanan yang tidak dia suka, maka dia melemparnya ke
tanah.
Dia marah dan berucap, “Sungguh, aku kena musibah
dengan wanita yang sudah tua renta, aku tidak tahu, kapan aku bisa
berlepas diri darinya.” Ibunya menangis seraya berkata, “Wahai anakku,
takutlah kamu kepada Allah terhadapku. Tidakkah kamu takut kepada Allah?
Tidakkah kamu takut akan murka dan kemarahanNya?” Karena mendengar
kata-kata ibunya, maka kemarahannya pun memuncak, dia memegang baju
ibunya dan mengangkatnya. Dia mengguncang-guncang ibunya dengan kuat
seraya menghardik, “Dengar, aku tidak mau dinasihati. Bukan aku yang
mesti dibilang harus bertakwa kepada Allah.”
Lalu dia melempar
ibunya. Ibunya jatuh tersungkur. Tangisnya bercampur dengan tawa anaknya
yang penuh dengan kepongahan seraya mengatakan, “Ibu pasti akan
mendoakan kecelakaan bagiku. Ibu mengira Allah akan mengabulkannya.”
Kemudian dia keluar rumah sambil mengolok-olok ibunya. Sementara sang
ibu, dia berlinangan air mata kesedihan, menangis siang dan malam tiada
henti.
Adapun anaknya, dia lalu menaiki mobilnya. Bergembira
dan bersuka cita sambil mendengarkan musik. Dia kencangkan volume
tapenya. Dia lupa akan apa yang telah dia perbuat terhadap ibunya yang
malang. Dia meninggalkan ibunya dalam keadaan bersedih hati sendirian,
hatinya menelan rasa sakit, mengalami kesedihan yang sangat mendalam.
Dia punya acara ke luar kota. Tatkala mobilnya melaju di jalan raya
dengan kecepatan membabi buta, tiba-tiba ada seekor unta berada di
tengah jalan. Dia terguncang dan kehilangan keseimbangan. Dia mencoba
untuk menguasai keadaan, akan tetapi tidak ada jalan keluar dari takdir.
Dalam kecelakaan itu, ada potongan besi mobil yang masuk ke dalam
perutnya, akan tetapi dia tidak langsung tewas. Allah ta’ala
menangguhkan kematiannya. Dia berpindah dari operasi satu ke operasi
yang lain, hingga akhirnya terbaring di tempat tidur, tidak bisa
bergerak sama sekali. (Aqibah Uquq al-Walidain, hal. 69-71.)
Sumber: “Sungguh Merugi Siapa yang Mendapati Orang Tuanya Masih Hidup
Tapi Tidak Meraih Surga”, Ghalib bin Sulaiman bin Su’ud al-Harbi,
Pustaka Darul Haq Jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar