Selasa, 18 Desember 2012

Kebijakan Publik yang bermodel kelompok




Oleh
Regas Febria Yuspita

Pendahuluan
Model adalah representasi sederhana mengenai aspek-aspek yang terpilih dari suatu kondisi masalah yang disusun untuk tujuan tertentu, model kebijakan biasanya dinyatakan dalam bentuk konsep teori, diagram, grafik atau persamaan matematika. Model kebijakan publik harus memiliki karakteristik, sederhana dan jelas, ketepatan identifikasi aspek penting problem kebijakan, menolong untuk pengkomunikasian, usaha langsung untuk memahami kebijakan publik secara lebih baik (manageable) dan memberikan penjelasan & memprediksi konsekwensi.
Model pembuatan kebijakan publik meliputi model elit, model kelompok, model kelembagaan, model proses, model rasionalism, model inkrementalism dan model sistem. Pada tulisan ini penulis akan membahas mengenai kebijakan publik yang menggunakan model kelompok.Model kelompok merupakan abstraksi dari proses pembuatan kebijakan. Dimana beberapa kelompok kepentingan berusaha untuk mempengaruhi isi dan bentuk kebijakan secara interaktif. Dengan demikian pembuatan kebijakan terlihat sebagai upaya untuk menanggapi tuntutan dari berbagai kelompok kepentingan dengan cara bargaining, negoisasi dan kompromi. Tuntutan-tuntutan yang saling bersaing diantara kelompok-kelompok yang berpengaruh dikelola. Sebagai hasil persaingan antara berbagai kelompok kepentingan pada hakikatnya adalah keseimbangan yang tercapai dalam pertarungan antar kelompok dalam memperjuangkan kepentingan masing-masing pada suatu waktu. Untuk lebih jelasnya dapat dijelaskan sebagai berikut.


 Kebijakan Publik bermodel kelompok
Model kelompok dapat menelaah kelompok-kelompok manakah yang paling berkompetensi untuk mempengaruhi perbuatan kebijakan publik dan siapakah yang memiiki pengaruh paling kuat terhadap keputusan yang dibuat. Dalam model ini kebijakan publik pada saat-saat tertentu dan kapanpun, senantiasa merupakan usaha yang menjaga keseimbangan yang dicapai di dalam kelompok yang sedang berjuang (Thoha, 2008). Pemerintah membuat kebijakan karena adanya tekanan dari  kelompok kepentingan. Tekanan-tekanan ini dapat dilakukan dengan cara bargaining, negosiasi dan kompromi dari tuntutan-tuntutan yang saling bersaing di antara kelompok-kelompok yang berpengaruh. Besar kecil tingkat pengaruh dari suatu kelompok kepentingan ditentukan oleh jumlah anggotanya, harta kekayaannya, kekuatan, dan kebaikan organisasi, kepemimpinan, hubungannya yang erat dengan para pembuat keputusan, kohesi intern para anggotanya.
Contoh penerapan model kelompok adalah sistem koalisi di Pemerintahan Amerika Serikat. Para politisi di Amerika berusaha membentuk kelompok koalisi mayoritas. Dalam hal yang demikian mereka mempunyai beberapa keluasan di dalam menetapkan kelompok manakah yang perlu dimasukkan ke dalam koalissi mayoritas tadi. Semakin besar lembaga konstitusi dari para politisi, dan semakin besar jumlah kepentingan yang berbeda, maka semakin bebas pula di dalam usaha menyeleksi kelompok-kelompok yang akan membentuk koalisi mayoritas. Di Amerika Serikat anggota kongres mempunyai sedikit fleksibilitas dibandingkan dengan para senator yang mempunyai fleksibilitas yang longgar. Dan presiden lebih mempunyai fleksibilitas yang longgar kalau dibandingkan anggota kongres dan senat.
Parta politik disana dipandang sebagai kelompok koalisi. Partai demokrat misalnya, sejak jamannya Roosevelt sampai sekarang dikenal sebagai kolaisi dari buruh, penduduk yang bertempat tinggal di pusat kota, kelompok etnik, pemeluk agama katholik, orang-orang miskin, kaum intelektual liberal, orang-orang hitam (negro) dan orang-orang selatan (Texas, Lousiana, Virginia, dll). Dengan demikian, persoalan-persoalan yang sering timbul dalam partai Demokrat sekarang ini dapat ditelusuri dari kelemahan-kelemahan koalisi ini. Seperti misalnya, persoalan-persoalan ketidakpuasan dari orang-orang selatan, dan konflik-konflik yang senantiasa timbul antara buruh kulit putih dengan orang-orang hitam dan kelompok etnik lainnya. Demikian pula parta republik merupakan koalisi dari penduduk pedesaan dan kota-kota kecil, kelas tengahan, orang-orang kulit putih, pemeluk agama protestan, pekerja-pekerja kulit putih dan juga warga pinggiran kota.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar