Dalam filosofi tembang Macapat, Gambuh
merupakan perjalanan hidup dimana seseorang menginjak usia aanak-anak.
Anad bingung dengan pernyataan ini??? Baiklah, sebelum membahas lebih
jauh enambelas pada tembang macapat dalam Pupuh III serat Wulangreh,
sedikit kami ingatkan memori anda tentang filosofi Tembang Macapat.
Kenapa disebut Tembang Macapat, akan kami
sampaikan pada kesempatan yang akan datang. Yeng perlu saya gugah
memori anda adalah Filsafat tembang Macapat itu sendiri. Tembang Macapat
terdiri atas:
1. Mijil
2. Maskumambang
3. Gambuh
4. Sinom
5. Asmarandana
6. Dhandhanggula
7. Kinanthi
8. Durma
9. Pangkur
10. Megatruh
11. Pocung
1. Mijil
2. Maskumambang
3. Gambuh
4. Sinom
5. Asmarandana
6. Dhandhanggula
7. Kinanthi
8. Durma
9. Pangkur
10. Megatruh
11. Pocung
Urutan dan penamaan Tembang Macapat
tersaebut, melambangkan perjalanan hidup manusia. Mijil misalnya adalah
lambang kehidupan awal manusia yaitutembang Macapat dimulai dari
kelahiran. Tetapi perlu diingat bahwa dalam karangan yang berwujud
tembang semacam Serat Wulangreh tidak hasrus selalu dimulai dengan
Tembang Miji. Tetapi jenis tembang yang dirangkum dalam pupuh, lebih
pada upaya memberikan “ruh” dan “semangat” serta “watak” dari pada yang
diwakilinya.
Watak dari tembah Mijil mewakili semangat
kelahiran manusia. Sebagaimana diketahui, ketika “mijil” atau lahir,
manusia tidak memiliki kekuatan apapun. Dia sangat tergantung kepada
kemurahan lingkungannya (Baca: ayah dan ibunya). Sehingga watak dan
karakter tembang mijil adalah bentuk “kapasrahan total seorang anak
kepada orang tuanya. Kepasrahan ini buka karena kesadaran tetapi
pasarahnya seorang bayi ketika lahir adalah karena naluri. Disini yang
menjadi sasaran dari tembang mijil dititik beratkan pada tanggung jawab
orang tua.
Maskumambang
adalah perwatakan manusia setelah Mijil. Bagai emas yang kumambang
(emas yang berada diatas air),indah dan sangat berharga. Itulah keadaan
manusia beberapa saat setrelah lahir sampai beberapa tahuin kedepan.
Manja, tak mau mengalah, ingin dilihat, dipuji dan berwatakan
kanank-kanak yang lain akan sangat manis apabila dikemas dalam tembang
mas kumambang.
Setelah itu Gambuh. Begitulah karakter
anak adolesensia. Bukan anak-anak tetapi juga belum remaja. Masa=masa
peralihan semacam ini adalah usia “cuek” dan semau gue. Gambuh adalah
kata lain dari ungkapan “embuh”, persetan! Usia ini anak-anak memiliki
karakteristik kaduk wani kurang duga, terlalu bersar keberanian tanpa
duga (perhitungan).
Nilai filosofis apa yang terkandung dalam
Pupuh III Serat Wulangreh dapat dilihat dari pada-pada yang dirangkai
berikut ini. Saya yakin, bukan tanpa alasan Manguknegara IV memilih
tembang Gambuh untuk memulai materi serat Wulangreh. Oleh karena itu,
marilah kita cermati Pupuh III, berikut ini.
Dalam bait-bait pada pupuh III, Ngarsa
Dalem benar benar mengucapkan tanpa beban., Sesuai dengan watak tembang
Gambuh, pupuh berikut banyak kalimat-kalimat vulgar yang kadang terasa
kasar. Tapi begitulah realita yang dihadapi Mangkunegara IV yang pada
kenyataannya masih sangat relevan sampai sekarang.
Sementara lupakan dulu makna filosofis tembang macapat yang belum kita bahas, antara lain : Sinom Asmarandana, Dhandhanggula, Kinanthi, Durma, Pangkur, Megatruh ndan Pocung.
Kita mulai lagi membahas Serat Wulangreh, melanjutkan postingan saya terdahulu
Sementara lupakan dulu makna filosofis tembang macapat yang belum kita bahas, antara lain : Sinom Asmarandana, Dhandhanggula, Kinanthi, Durma, Pangkur, Megatruh ndan Pocung.
Kita mulai lagi membahas Serat Wulangreh, melanjutkan postingan saya terdahulu
SERAT WULANGREH
Yasa Dalem : Sri Susuhunan Pakubuwana IV
Lanjutan dari pupuh I dan II
Yasa Dalem : Sri Susuhunan Pakubuwana IV
Lanjutan dari pupuh I dan II
PUPUH III
G A M B U H
01
Sekar gambuh ping catur,
kang cinatur polah kang kelantur,
tanpa tutur katula-tula katali,
kadaluwarsa katutuh
kapatuh pan dadi awon.
G A M B U H
01
Sekar gambuh ping catur,
kang cinatur polah kang kelantur,
tanpa tutur katula-tula katali,
kadaluwarsa katutuh
kapatuh pan dadi awon.
Tembang gambuh yang keempat
Yang dibicarakan, (adalah) tingkah laku yang kebablasan
Tanpa kata (benar) terbata-bata tidak karuan
Kalau sudah terlanjur, siapa yang disalahkan
Biasa (seperti itu) akan menjadi buruk
Yang dibicarakan, (adalah) tingkah laku yang kebablasan
Tanpa kata (benar) terbata-bata tidak karuan
Kalau sudah terlanjur, siapa yang disalahkan
Biasa (seperti itu) akan menjadi buruk
Pada tembang gambuh yang keempat,
merupakan potret watak buruk manuasia yang tidak pantas untuk
diteladani. Manusia yang pada umumnya suka berbicara tidak menentu. Pada
akhirnya penyesalan akan selalu datang terlambat. JIka hal semacam itu
dilakukan, tak ada yang bisa disalahkan. Watak buruk manusia jenis ini
banyak diketemukan terlebih disjaman sekarang. Berbicara berlebihan,
membual, menghujat dan bergunjing seakan menjadi konsumsi sehari-hari.
Infotainment, debat adalah bentuk konkrit yang sudah dideskripsikan oleh
Mangkunegara 4 lima sejak abad yang lalu.
02
Aja nganti kebanjur,
barang polah ingkang nora jujur,
yen kebanjur kojur sayekti tan becik,
becik ngupayaa iku,
pitutur ingkang sayektos.
Aja nganti kebanjur,
barang polah ingkang nora jujur,
yen kebanjur kojur sayekti tan becik,
becik ngupayaa iku,
pitutur ingkang sayektos.
Jangan sampai terlanjur
Segala tindakan yang tidak jujur
Kalau terlanjur sungguh sangat tidak baik
Lebih baik carilah
Petujuk (ajaran) yang sebenarnya
Segala tindakan yang tidak jujur
Kalau terlanjur sungguh sangat tidak baik
Lebih baik carilah
Petujuk (ajaran) yang sebenarnya
Oleh karena itu, kanjeng Susuhunan sudah
memberikan “warning” untuk kita tidak terlanjur pada perbuatan yang
tidak jujur. Karena apabila sudah terlanjur (terucap) semuanya akan
menjadi tidak baik.
Sekali lagi, Wulangreh mengingatkan (lamun sira anggeguru kaki, amiliha manungsa kang nyata dst….) , pada pada ini ditutup dengan peringatan untuk lebih baik belajar dengan berdasar pada ajaran yang sebenarnyaa.
Sekali lagi, Wulangreh mengingatkan (lamun sira anggeguru kaki, amiliha manungsa kang nyata dst….) , pada pada ini ditutup dengan peringatan untuk lebih baik belajar dengan berdasar pada ajaran yang sebenarnyaa.
03
Pitutur kang bener iku,
sayektine kang iku tiniru,
nadyan melu saking wong sudra papeki,
lamun becik wurukipun,
iku pantes sira anggo.
Pitutur kang bener iku,
sayektine kang iku tiniru,
nadyan melu saking wong sudra papeki,
lamun becik wurukipun,
iku pantes sira anggo.
Nasihat yang betul itu
Sesungguhnya itulah yang harus ditiru
Meski datang dari orang yang hina dina
Jika baik ajarannya
Itu pantas kamu pakai
Sesungguhnya itulah yang harus ditiru
Meski datang dari orang yang hina dina
Jika baik ajarannya
Itu pantas kamu pakai
Dalam masalah ilmu, Mangkunegara IV tidak
pernah membuat diskriminasi. Karena masalah benar-dan salah adalah
masalah rasa bukan masalah ilmu semata. Benar dan salah adalah hakikat.
Barangkali Kanjeng Susuhunan bermaksud menegaskan Sabda Rasullulah SAW
untuk tidak melihat siapa yang berkata tetapi lihatlah apa yang
dikatakan. Nasihat, meski datang dari orang kalangan manapun harus tetap
didengarkan (dan dilaksanakan) sepanjang nasihat itu bertujuan baik.
04
Ana pocapanipun,
adiguna adigang adigung,
pan adigang, kidang adigung pinasti,
adiguna ula iku,
telu pisan mati samyoh.
Ana pocapanipun,
adiguna adigang adigung,
pan adigang, kidang adigung pinasti,
adiguna ula iku,
telu pisan mati samyoh.
Ada sebuah pepatah
Adigana, adigang, adigung
Adigang itu watak kijang, adigigung sudah pasti
Adiguna itu ular
Ketiga-tiganya mati bersama
Adigana, adigang, adigung
Adigang itu watak kijang, adigigung sudah pasti
Adiguna itu ular
Ketiga-tiganya mati bersama
Watak terburuk manusia adalah adigang,
adigung dan adiguna. Ketiga watyak itu harus dihindari pleh siapapun
karena tidak ada baiknya sama sekali. Ketiga watak itu
direpresentasikan dengan perilaku dan watak binatang. Adigang adalah
watak kijang. Adigung adalah watak Gajah dan Adiguna adalah watak ular.
05
Sikidang umbagipun,
ngendelaken kebat lumpatipun,
pan si gajah angendelken gung ainggil,
ula ngendelaken iku,
mandine kalamun nyakot.
Sikidang umbagipun,
ngendelaken kebat lumpatipun,
pan si gajah angendelken gung ainggil,
ula ngendelaken iku,
mandine kalamun nyakot.
Kijang dikatakan begitu
Memamerkan cepat larinya
Kalau Gajah menyombongkan tubuhnya yang tinggi besar
Sedang ular yang diandalkan adalah
Ampuhnya bisa(racun) jika menggigit
Memamerkan cepat larinya
Kalau Gajah menyombongkan tubuhnya yang tinggi besar
Sedang ular yang diandalkan adalah
Ampuhnya bisa(racun) jika menggigit
Disebut berwatak adigang, karena kijang
suka membanggakan diri dengan kecepatannya dalam berlari. Representasi
kijang ini seringkali diketemukan sebagai watak manusia yang suka pamer
pada kekayaannya. Dengan kata lain watak adigang adalah watak buruk
manusia yang diperbudan dan membagakan diri pada kekayaan materi.
Sementara Gajah yang berwatak adigung adalah lambang manusia yang membanggakan diri dengan kekuasaan yang dimilikinya. Jabatan yang tinggi dan kedudukan yang strategis baik didalam maupun diluar pemerintahan akan menjadi racun dalam hidupnya karena virus kekuasaan akan senantiasa menjadi watak abadi manusia. Wulangreh mengingatkan agar manusia tidak memiliki watak Adigung seperti gajah. Kekuasaan tidaklah abadi. Pangkat dan jabatan hanyalah sampiran yang pada khirnya justru akan menjerat dirinya.
Kemudian Adiguna. Watak ini biasa melekat pada manusia yang merasa dirinya pandai. Kepandaian yang dimiliki oleh Kanjeng Susuhunan diibaratkan seperti ular yang menyombongkan diri dengan bisanya yang ampuh dan mematikan. Adiguna adalah watak manusia yang sombong dan congkak dengan ilmunya. Dia merasa bahwa ilmu yang dimiliki bisa untuk melakukan apa saja bahkan membalik takdir dan keadaan.
Sementara Gajah yang berwatak adigung adalah lambang manusia yang membanggakan diri dengan kekuasaan yang dimilikinya. Jabatan yang tinggi dan kedudukan yang strategis baik didalam maupun diluar pemerintahan akan menjadi racun dalam hidupnya karena virus kekuasaan akan senantiasa menjadi watak abadi manusia. Wulangreh mengingatkan agar manusia tidak memiliki watak Adigung seperti gajah. Kekuasaan tidaklah abadi. Pangkat dan jabatan hanyalah sampiran yang pada khirnya justru akan menjerat dirinya.
Kemudian Adiguna. Watak ini biasa melekat pada manusia yang merasa dirinya pandai. Kepandaian yang dimiliki oleh Kanjeng Susuhunan diibaratkan seperti ular yang menyombongkan diri dengan bisanya yang ampuh dan mematikan. Adiguna adalah watak manusia yang sombong dan congkak dengan ilmunya. Dia merasa bahwa ilmu yang dimiliki bisa untuk melakukan apa saja bahkan membalik takdir dan keadaan.
06
Iku upamanipun,
aja ngendelaken sira iku,
tukang Nata iya sapa kumawani,
iku ambeke wong digung,
ing wasana dadi asor.
Iku upamanipun,
aja ngendelaken sira iku,
tukang Nata iya sapa kumawani,
iku ambeke wong digung,
ing wasana dadi asor.
Itulah ibaratnya
Janganlah kamu menyombongkan diri
Mentang-mentang dirimu Raja, siapa yang berani
Itu watak orang yang adigung
Akhirnya juga aakan jadi hina
Janganlah kamu menyombongkan diri
Mentang-mentang dirimu Raja, siapa yang berani
Itu watak orang yang adigung
Akhirnya juga aakan jadi hina
Bagaimanapun sifat sombong atas kelebihan
yang dimiliki seseorang tidaklah patut dipelihara. Metafora yang
daimbil Mangkunegara IV pada akhirnya akan menjadi watak yang hina
karena adigang, adigung adiguna akan menjadi jerat bagi perilakunya
sendiri. Kijang, gajah dan ular adalah personifikasi yang tepat bagi
watak buruk manusia.
07
Ambek digang puniku,
angungasaken kasuranipun,
para tantang candala anyenyampahi,
tinemenan boya purun,
satemah dadi geguyon.
Ambek digang puniku,
angungasaken kasuranipun,
para tantang candala anyenyampahi,
tinemenan boya purun,
satemah dadi geguyon.
Sedangkan watak adigang itu
Memamerkan kekuatannya
Siapa saja ditantang sambil menyumpah-nyumpah
Tapi taka ada yang mau (melayani tantangannya)
Akhirnya justru jadi tertawaan.
Memamerkan kekuatannya
Siapa saja ditantang sambil menyumpah-nyumpah
Tapi taka ada yang mau (melayani tantangannya)
Akhirnya justru jadi tertawaan.
Mengenai watak adigang yang memamerkan
kekayaan dan materi sebagai kekuatan seringkali membuat seseorang lupa
diri. Dia akan memandang rendah orang lain dan biasanya tidak segan
menggunakan kata-kata kasar dan kotor.
Lihatlah “kijang-kijang” njaman sekarang. Kekayaan yang dimilikinya telah membuatnya lupa diri dan menantang siapa saja. Tidak peduli dia memiliki kemampuan atau tidak, kekayaannya telah membuatnya menjadi penguasa. Bupati, anggota DPR, aArtis adalah bukti yang tak terelakkan dari watak kijang. Hartanya telah membuatnya tergoda untuk memperoleh kekuasaan dan legitimasi bahwa dia bukan hanya kaya dibidang materi, tetapi juga “pintar” dan “berkuasa”. Secara tidak mereka sadari, rakyat akhirnya melihat dan mentertawakan kelakuan mereka.
Lihatlah “kijang-kijang” njaman sekarang. Kekayaan yang dimilikinya telah membuatnya lupa diri dan menantang siapa saja. Tidak peduli dia memiliki kemampuan atau tidak, kekayaannya telah membuatnya menjadi penguasa. Bupati, anggota DPR, aArtis adalah bukti yang tak terelakkan dari watak kijang. Hartanya telah membuatnya tergoda untuk memperoleh kekuasaan dan legitimasi bahwa dia bukan hanya kaya dibidang materi, tetapi juga “pintar” dan “berkuasa”. Secara tidak mereka sadari, rakyat akhirnya melihat dan mentertawakan kelakuan mereka.
08
Ing wong urip puniku,
aja nganggo ambek kang tetelu,
anganggowa rereh ririh ngatiati,
kawang-kawang barang laku,
den waskitha solahing wong.
Ing wong urip puniku,
aja nganggo ambek kang tetelu,
anganggowa rereh ririh ngatiati,
kawang-kawang barang laku,
den waskitha solahing wong.
Orang hidup itu
Jangan memakai watak ketiga-tiganya (adigang, adiging, adiguna)
Pakailah kesabaran, kehalusan dan kehati-hatian
Semua tindak dan tingkah laku
Waspada terhadap tindakan orang
Jangan memakai watak ketiga-tiganya (adigang, adiging, adiguna)
Pakailah kesabaran, kehalusan dan kehati-hatian
Semua tindak dan tingkah laku
Waspada terhadap tindakan orang
Ada solusi untuk mengatasi virus adigang
aduigung dan adiguna, yaitu kehalusan budi pekerti, kesabaran dan
kehati-hatian. Semua tindakan dan tingkah laku seharusnyalah mengindari
watak adigang, adigung, adiguna. Dengan berbekal kehalusan budi pekerti,
manusia akan mampu merasakan penderitaan orang lain. Jiwanya akan
menjadi peka dan rasa kepedulian terhadap lingkungan akan menjadi
tinggi. Jika diberikan kesermpatan berkuasa dia akan mampu mendengar
penderitaan rakyat.
Kesabaran juga menjadi alat untuk menghadang badai watak kebidatangan manusia. Dengan kesabaran seorang pemimpin akan menggunakan hatinya dalam menangani tiap permasalahan.
Sedangkan kehati-hatian diperlukan untuk mengantisipasi watak adiguna. Hal ini bisa difahami, kependaian akan membuat orang lupa diri dan kurang berhati-hati.
Kesabaran juga menjadi alat untuk menghadang badai watak kebidatangan manusia. Dengan kesabaran seorang pemimpin akan menggunakan hatinya dalam menangani tiap permasalahan.
Sedangkan kehati-hatian diperlukan untuk mengantisipasi watak adiguna. Hal ini bisa difahami, kependaian akan membuat orang lupa diri dan kurang berhati-hati.
09
Dening tetelu iku,
si kidang suka ing panitipun,
pan si gajah alena patinireki,
si ula ing patinipun,
ngedelken upase mandos.
Dening tetelu iku,
si kidang suka ing panitipun,
pan si gajah alena patinireki,
si ula ing patinipun,
ngedelken upase mandos.
Karena ketiga-tiganya itu
Si Kijang suka pada sanjungan
Sedangkan gajah, jika ceropoh akan mati juga
Sedang matinya ular
Justru pada bisanya yang ampuh
Si Kijang suka pada sanjungan
Sedangkan gajah, jika ceropoh akan mati juga
Sedang matinya ular
Justru pada bisanya yang ampuh
Yang paling mungkin terjadi apabila kita
berwatak adigang, adigung dan adiguna adalah mati atau celaka karena
perbuatan diri kita sendiri. Si Kijang akan terlena dengan sanjungan
yang dioterimanya.. Gajah, karena kekuatannya dan Ular akan mati oleh
bisanya sendiri.
10
Tetelu pan nora patut,
yen tiniru mapan dadi luput,
titikane wong anom kurang wewadi,
bungah akeh wong kang nggunggung,
wekasane kajalomprong.
Tetelu pan nora patut,
yen tiniru mapan dadi luput,
titikane wong anom kurang wewadi,
bungah akeh wong kang nggunggung,
wekasane kajalomprong.
Ketiga-tiganya sungguh tak pantas
Jika ditiru justru kan menjadi salah (fatal)
Ciri-ciri anak muda kurang menjaga diri
Banyak orang yang menyanjung
Akhirnya akan terjerumus
Jika ditiru justru kan menjadi salah (fatal)
Ciri-ciri anak muda kurang menjaga diri
Banyak orang yang menyanjung
Akhirnya akan terjerumus
Wulangreh melihat ketiga watak tersebut
sebagai hal yang sama sekali tidak patut. Apabila kita meniru watak
Gajah, Kijang dan Ular justru akan menjadi kesalahan fatal yang tak
termaafkan. Celakanya, watak-watak semacam ini justru rawan dikalangan
anak muda. Anak muda biasanya belum mampu menahan diri terhadap
sanjungan. Belum kuat menerima beban seperti gajah dan belum peka
terhadap kekuatan bisa. Anak muda yang dikaruniai kekayaan (entah karena
usahanya sendiri atau pemberian orang tua) sangat riskan terhadap
sanjungan. Jika tidak hati-hati dia akan terjerumus pada hal-hal
negatif. (Narkoba, pergaulan bebas dan sebagainya adalah bukti dari
peringatan watak kijang tadi)
Sementara itu, anak muda yang sudah dipercaya memegang kekuasaan, dia akan sangat beresiko terhadap kiemampuannya memilah dan memilih serta mengambilan. Gajah adalah representasi yang tepat bagi anak muda yang deikaruniai kesempatan memegang kekuasaan. Lihatlah ketua-ketua partai yang berusia muda seringkali lalai bahwa dirinya membawa watak gajah yang sungguh sangat berbahaya tanpa pengelolaan.
Lalu adiguna bagi anak muda bagaimana? Mereka adalah generasi yang matang sebelum waktunya. Kepandaian secara akademik ternyata tidak menjadi jaminan dia akan bijaksana dalam pergaulan hidup di lingkungannya. Itulah sebabnya, beberapa kalangan pendidik mempertanyakan efektivitas kelas akselerasi dan kelas-kelas khusu dalam sekolah formal.
Sementara itu, anak muda yang sudah dipercaya memegang kekuasaan, dia akan sangat beresiko terhadap kiemampuannya memilah dan memilih serta mengambilan. Gajah adalah representasi yang tepat bagi anak muda yang deikaruniai kesempatan memegang kekuasaan. Lihatlah ketua-ketua partai yang berusia muda seringkali lalai bahwa dirinya membawa watak gajah yang sungguh sangat berbahaya tanpa pengelolaan.
Lalu adiguna bagi anak muda bagaimana? Mereka adalah generasi yang matang sebelum waktunya. Kepandaian secara akademik ternyata tidak menjadi jaminan dia akan bijaksana dalam pergaulan hidup di lingkungannya. Itulah sebabnya, beberapa kalangan pendidik mempertanyakan efektivitas kelas akselerasi dan kelas-kelas khusu dalam sekolah formal.
11
Kumprung wong pengung bingung,
wekasane lali nora eling,
yen den gunggung katone amuncu-muncu,
wong pengung sangsaya dadi,
kaya wudun meh mencothot.
Kumprung wong pengung bingung,
wekasane lali nora eling,
yen den gunggung katone amuncu-muncu,
wong pengung sangsaya dadi,
kaya wudun meh mencothot.
Maklumlah orang bodoh yang bingng
Akhirnya lupa tidak ingat
Disanjung menjadi salah tingkah (mulutnya mencibir)
Kebodohannya semakin menjadi
Mirip bisul yang mau pecah
Akhirnya lupa tidak ingat
Disanjung menjadi salah tingkah (mulutnya mencibir)
Kebodohannya semakin menjadi
Mirip bisul yang mau pecah
Anda tahu bagaimana bisul yang akan
pecah? Pada bait ini Mangkunegara dengan sangat jenaka mengibaratkan
orang yang telah diselimuti watak adiguna. Boleh jadi secara akademik
dia pandai, tetapi tidak dalam aplikasinya. Ketika disanjung tak jarang
akan membuatnya salah tingkah. Mulutnya cengar cengir, bloon dan
kebodohannya semakin tidak bisa disembunyikan. Banyak personifikasi
buruk untuk orang semacam ini, tetapi bisul yang akan pecah sungguh
personifikasi yang sangat tepat.
12
Ing uwong kang anggunggung,
mung sepele iku pamrihipun,
mung warege wadhuke klimising lathi,
lan telese gondhangipun,
rerubo alaning uwong.
Ing uwong kang anggunggung,
mung sepele iku pamrihipun,
mung warege wadhuke klimising lathi,
lan telese gondhangipun,
rerubo alaning uwong.
Sementara orang yang menyanjung
Cuma sederhana tujuannya
Yaitu kenyangnya perut dan berminyaknya mulut
Dan basahnya benggorokan
Bersandar pada kejelekan orang
Cuma sederhana tujuannya
Yaitu kenyangnya perut dan berminyaknya mulut
Dan basahnya benggorokan
Bersandar pada kejelekan orang
Tak bisa dipungkiri, ada yang bermaiksud
mengail diair keruh. Orang yang tadinya menyanjung memanfaatkan semua
kebodohan ini dengan tujuan yang sangat sederhana, yaitu mulut, perut
dan isi perut! Tidak peduli apa akibat atas orang yang disanjungnya yang
penting tujuannya bisa tercapai. Maka berhati-hatilah terhadap orang
semacam ini. Kembali adiguna menjadi watak yang paling bertanggung jawab
atas kebobrokan perilaku manusia.
13
Amrih wareke iku,
yen wus warek gawe nuli gawe umuk,
kang wong akeh kang sinuprih padha wedi,
amasti tanpa pisungsung,
adol sanggap sakehing wong.
Amrih wareke iku,
yen wus warek gawe nuli gawe umuk,
kang wong akeh kang sinuprih padha wedi,
amasti tanpa pisungsung,
adol sanggap sakehing wong.
Untuk kenyangnya itu
Jika sudah kenyang lantas mengamuk
Dengan harapan orang banyak menjadi takut
Dan memastikan tanpa pemberian
Menjual perhatian kepada banyak orang
Jika sudah kenyang lantas mengamuk
Dengan harapan orang banyak menjadi takut
Dan memastikan tanpa pemberian
Menjual perhatian kepada banyak orang
Karakter manusia jawa sejak awal boleh
jadi sudah menjadi sorotan Sri Susuhunan Mangkunegara IV. Kebiasaan kita
adalah jika sudah kenyang (terutama minuman keras) biasanya akan
mengamuk. Tujuannya adalah agar orang menjadi takaut. Orang semacam ini
biasa menjual perhatian kepada banyak orang. Dia mencari perhatian untuk
sebuah sanjungan yang bisa membuatnya berbesar hati.
Kenyataanya, pada saat ini memang karakter orang semacam ini banyak ditemui. Dia masuk ke semua lini bahkan sampai ke pemerintahan, baik legeslatif eksekutif maupun yudikatif. Akibatnya badut-badut yang mabuk dan kekenyangan seringkali terlihat menghiasi kancah politik dan pemerintahan kita.
Kenyataanya, pada saat ini memang karakter orang semacam ini banyak ditemui. Dia masuk ke semua lini bahkan sampai ke pemerintahan, baik legeslatif eksekutif maupun yudikatif. Akibatnya badut-badut yang mabuk dan kekenyangan seringkali terlihat menghiasi kancah politik dan pemerintahan kita.
14
Yen wong mangkono iku,
nora pantes pedhak lan wong agung,
nora wurung anuntun panggawe juti,
nanging ana pantesipun,
wong mangkono didhedhoplok.
Yen wong mangkono iku,
nora pantes pedhak lan wong agung,
nora wurung anuntun panggawe juti,
nanging ana pantesipun,
wong mangkono didhedhoplok.
Jika orang yang demikian itu
Tidaqk pantas dekat dengan orang besar
Pada akhirnya cuma akan membawa perbuatan nista
Tapi ada baiknya juga,
Orang semacam itu ditendang saja
Tidaqk pantas dekat dengan orang besar
Pada akhirnya cuma akan membawa perbuatan nista
Tapi ada baiknya juga,
Orang semacam itu ditendang saja
Padahal, sebenarnya (atau idealnya) orang
semacam ini tabu dan tidak pantas berdekatan dengan orang-orang besar.
Tetapi kenyataan yang kita terima justyru ironis. Mereka bukan saja
denkat,k tetapi justrui menjadi bagian dari orang-orang besar itu. Ironi
ini sudah mampu terbaca oleh Mangkunegara IV karenaq boleh jadi salah
satu referensi Wulangreh adalah pengalaman pribadi pengarangnya yang
kebetulan adalah pengambil keputusan di Kasunanan mangkunegaran pada
masa itu.
15
Aja kakehan sanggup,
durung weruh tuture agupruk,
tutur nempil panganggepe wruh pribadi,
pangrasane keh wong nggunggung,
kang wus weruh amelengos.
Aja kakehan sanggup,
durung weruh tuture agupruk,
tutur nempil panganggepe wruh pribadi,
pangrasane keh wong nggunggung,
kang wus weruh amelengos.
Jangan terlalu banyak berjanji
Belum tahu saja, bicaranya sudah berlebihan
Berbicara Cuma meniru, seakan tahu dengan mata kepala sendiri
Dikiranya orang banyak akan menyanjung
(tapi) yang sudah tahu akan membuang muka
Belum tahu saja, bicaranya sudah berlebihan
Berbicara Cuma meniru, seakan tahu dengan mata kepala sendiri
Dikiranya orang banyak akan menyanjung
(tapi) yang sudah tahu akan membuang muka
Yang paling menjengkelkan dari semuanya
adalah orang yang banyak berjanji (sekarang banyak kita tremukan orang
semacam itu). Mereka berlagak mengetahui sesuatu dan mampu menjalankan
sesuatu, padahal jelas diantara mereka tidak mempunyai pengalaman sama
sekali. Jangankan pengalaman, melihatpun belum harus memaksakan diri
menuruti rasa serakahnya menjadi pemimpin.
Celakanya, karena ketamaklan dan keserakahannya sekarang dia banyak berada di strata pengambil keputusan. Mereka adalah orang-orang yang salah dan berada di tempat yang salah pula.
Celakanya, karena ketamaklan dan keserakahannya sekarang dia banyak berada di strata pengambil keputusan. Mereka adalah orang-orang yang salah dan berada di tempat yang salah pula.
16
Aja nganggo sireku,
kalakuwan kang mangkono iku,
nora wurung cinirenen den titeni,
mring pawong sanak kang weruh,
nora nana kang pitados.
Aja nganggo sireku,
kalakuwan kang mangkono iku,
nora wurung cinirenen den titeni,
mring pawong sanak kang weruh,
nora nana kang pitados.
Janganlah engkau memakai
Kelakuan yang seperti itu
Paling-paling akan dicatat dan diingat
Oleh siapa saja yang mengetahui
Tak akan ada yang percaya
Kelakuan yang seperti itu
Paling-paling akan dicatat dan diingat
Oleh siapa saja yang mengetahui
Tak akan ada yang percaya
Sekali lagi Wulangreh mengingatkan untuk
tidak memakai atau menyandang watak itu. Karena betapapun apa yang kita
lakukan akan menjadi catatan sejarah. Jika kelakuan semacam itu tetap
saja dipertahankan, orang justru akan tidak percaya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar