Hatiku
Setiap orang memiliki cermin di dalam diri, itulah hati nurani.
Perkataan hati nurani adalah kejujuran. Anjurannya adalah kebaikan.
Kecenderungannya adalah pada kebenaran, sifatnya adalah kasih sayang. Ia
akan tenang bila kita berbuat baik dan gelisah bila kita berbuat dosa.
Bila ia bersih dan sehat maka ia akan menjadi juru bicara Allah di dalam
diri kita.
Bila ia bening dan berkilat maka ia akan menangkap
Cahaya Kebenaran. Hanya sayangnya kita sering mencampakkan nurani kita
sendiri bahkan membunuhnya dengan perilaku-perilaku kita. Curang hanya
demi serupiah keuntungan, bohong hanya untuk kesenangan sesaat, kikir
padahal harta melimpah, dengki terhadap kebahagian orang lain, menolak
kebenaran karena sebuah gengsi. Akibatnya nurani kita tertutup dan mati
sehingga tidak dapat membedakan mana yang baik dan mana yang buruk.
Seorang sahabat Nabi Shallalahu alaihi wassalam yang bernama Wabishah
ra datang dengan menyimpan pertanyaan di dalam hatinya tentang
bagaimanakah cara membedakan antara kebajikan dan dosa
Sebelum
Wabishah bertanya, cermin hati Nabi Shallalahu alaihi wassalam telah
menangkap isi hatinya. ” Wahai Wabishah, mau aku jawab langsung atau
engkau utarakan pertanyaanmu terlebih dahulu?” Wabishah menjawab,” Jawab
langsung saja, wahai Rasulullah.”
Beliau bersabda,” Engkau
datang untuk bertanya bagaimana membedakan antara kebajikan dan dosa.”
Wabishah berkata, “Benar.” Beliau Shallalahu alaihi wassalam merapatkan
jari-jarinya dan menempelkannya pada dada Wabishah, seraya bersabda
“Mintalah pendapat pada hatimu dan mintalah pendapat pada jiwamu, wahai
Wabishah. Sesuatu itu adalah kebaikan bila ia membuat hati tenteram,
membuat jiwa tenteram, sedangkan dosa membuat kegelisah dalam hati dan
kegoncangan dalam dada.(Mintalah pendapat pada hatimu dan mintalah
pendapat pada jiwamu), meskipun orang-orang telah memberikan pendapat
mereka kepadamu tentang hal itu.” ( HR.al-Darimi dari Wabishah ra )
Sekarang ini cobalah kita tanyakan dengan jujur pada diri kita sendiri,
pada posisi mana kita berada saat ini. Apakah kita termasuk orang yang
merasa ”tidak nyaman” ketika kita mau melakukan perbuatan dosa? Atau
kita tidak merasakan ketidaknyamanan itu lagi? Kalau iya, kita masih
merasakan ketidaknyamanan, kegelisahan ketika kita mau melakukan suatu
perbuatan dosa, maka bersyukurlah, itu berarti hati nurani kita masih
hidup dan pertahankan serta tingkatkanlah, ketakwaan, keimanan dan
kedekatan kita kepada Allah. Namun jika ternyata kita temukan diri kita,
sudah tidak pernah merasakan rasa bersalah, gelisah, saat kita mau dan
sudah melakukan perbuatan dosa, maka segera bertobatlah, karena
jangan-jangan kita sudah terlalu lama berada dalam kelompok orang-orang
yang tidak malu melakukan dosa, atau merasa biasa-biasa saja ketika
melakukan suatu perbuatan dosa yang kita anggap sebagai dosa kecil,
misalnya berdusta? Tanyakan dengan jujur pada diri kita masing-masing,
dan hanya kita sendiri yang bisa menjawabnya.
Wahai Allah yang
membolak-balikkan hati, tetapkan hatiku untuk senantiasa berpegang pada
agama-Mu. (HR Muslim, Tirmidzi dan Ibnu Majah)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar