Selasa, 18 Desember 2012

Proposal Nikah

[CONTOH] ‘PROPOSAL’ NIKAH???

LATAR BELAKANG

Ibunda dan Ayahanda yang sangat saya hormati, saya cintai, dan saya sayangi, semoga Allah (Subhaanahu Wa Ta’aala) selalu Memberkahi langkah-langkah kita dan tidak putus-putus Memberikan Nikmat-Nya kepada kita. Aamiin.

Ibunda dan Ayahanda yang sangat saya hormati. Sebagai Hamba Allah, saya telah Diberi berbagai ni’mat. Mahabenar Allah yang Berfirman [dalam terjemah Q.S. Fushshilat/41:53]: “Kami (Allah) akan Memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (Kemahabesaran) Kami di segenap penjuru dan pada diri mereka sendiri, sehingga jelaslah bagi mereka bahwa al-Quran itu adalah benar. Tidak cukupkah (bagi Anda) bahwa Tuhan-mu menjadi Saksi atas segala sesuatu?” (“Soon will We (Allah) Show them Our Signs in the (furthest) regions (of the Earth), and in their own souls, until it becomes manifest to them that this is the truth. Is it not enough that thy Lord doth Witness all things?”).


Ni’mat-ni’mat itu di antaranya ialah fithrah (default) kebutuhan biologis, saling membutuhkan terhadap lawan jenis, yaitu: MENIKAH. Fithrah Pemberian Allah yang telah lekat pada kehidupan manusia, dan jika manusia melanggar fithrah Pemberian Allah, hanyalah kehancuran yang didapatkannya, Na’uudzubillaah. Dan Allah Berfirman [dalam terjemah Q.S. al-Israa’/17:32]: “Dan janganlah Anda mendekati zina, (zina) itu sungguh suatu perbuatan keji, dan suatu jalan yang buruk.” (“Nor come nigh to adultery, for it is a shameful (deed) and an evil, opening the road (to other evils).”).

Ibunda dan Ayahanda tercinta, melihat pergaulan anak muda yang dewasa ini sungguh amat memprihatinkan, mereka seolah tanpa sadar melakukan perbuatan-perbuatan maksiat kepada Allah. Seolah-olah, di kepala mereka, yang ada hanya pikiran-pikiran yang mengarah kepada kebahagiaan yang semu/palsu dan sesaat. Belum lagi kalau ditanyakan kepada mereka tentang menikah, terjawablah “nggak sempat mikirin kawin”, “sibuk kerja”, “lagipula saya masih ngumpulin barang dulu”, “kerja belum mapan”, ataupun “belum cukup siap untuk ber-rumah tangga”, begitu kata mereka, padahal kurang apa sih mereka. Mudah-mudahan saya bisa bertahan dan bersabar agar tak berbuat maksiat. Wallaahua’lam.

Ibunda dan Ayahanda tersayang, bercerita tentang pergaulan anak muda yang cenderung terlewat bebas pada umumnya, rasanya tidak cukup tinta ini untuk saya torehkan. Setiap saya membaca peristiwa anak muda (di majalah-majalah), pada saat yang sama terjadi pula peristiwa baru yang menuntut perhatian mendalam kita semua. Astaghfirullaah. Ibunda dan Ayahanda, hal-hal tadilah yang antara lain melatarbelakangi saya ingin menyegerakan ibadah menikah ini karena-Nya.

(Tulisan saduran ini enam halaman, terbagi atas latar belakang, kemudian dasar pemikiran, kemudian tujuan pernikahan, kemudian kesiapan pribadi, kemudian akibat menunda, kemudian memperbaiki niat, kemudian meraih pernikahan ruhani, kemudian penutup, dan diakhiri daftar pustaka). ^_^


DASAR PEMIKIRAN
Dari al-Quran (silakan dipilih beberapa, pen.):

1. “Dan nikahkanlah orang-orang yang masih membujang di antara Anda, dan juga orang-orang yang layak (menikah) dari hamba-hamba sahayamu yang laki-laki dan perempuan. Jika mereka miskin, Allah akan Memberi kemampuan kepada mereka dengan Kurnia-Nya. Dan Allah Mahaluas (Pemberian-Nya), Maha Mengetahui.” (“Marry those among you who are single, or the virtuous ones among yourselves, male or female. If they are in poverty, Allah will Give them means out of His Grace. For Allah Encompasseth all, and He Knoweth all things.”) [terjemah Q.S. an-Nuur/24:32)].

2. “Dan segala sesuatu Kami (Allah) Ciptakan berpasang-pasangan agar Anda mengingat (Kemahabesaran Allah).” (“And of everything We (Allah) have Created pairs, that ye may receive instruction.”) [terjemah Q.S. adz-Dzaariyaat/51:49].

3. “Mahasuci (Allah) yang telah Menciptakan semuanya berpasang-pasangan, baik dari apa yang ditumbuhkan oleh Bumi dan dari diri mereka sendiri, maupun dari apa yang tidak mereka ketahui.” (“Glory to Allah, who Created in pairs all things that the Earth produces, as well as their own (human) kind, and (other) things of which they have no knowledge.”) [terjemah Q.S. Yaa Siin/36:36].

4. “Dan Allah Menjadikan bagimu pasangan (suami atau istri) dari jenis Anda sendiri dan Menjadikan anak dan cucu bagimu dari pasanganmu, serta Memberimu rizqi yang baik. Mengapa mereka beriman kepada yang bathil dan mengingkari Ni’mat Allah?” (“And Allah has Made for you mates (and companions) of your own nature and Made for you, out of them, sons and daughters and grandchildren, and Provided for you sustenance of the best. Will they then believe in vain things, and be ungrateful for Allah’s Favours?”) [terjemah Q.S. an-Nahl/16:72].

5. “Dan di antara tanda-tanda (Kemahabesaran)-Nya ialah Dia (Allah) Menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri, agar Anda cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan Dia Menjadikan di antaramu rasa kasih dan sayang. Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (Kemahabesaran Allah) bagi kaum yang berpikir.” (“And among His Signs is this, that He Created for you mates from among yourselves, that ye may dwell in tranquillity with them, and He has Put love and mercy between your (hearts). Verily in that are Signs for those who reflect.) [terjemah Q.S. ar-Ruum/30:21].

6. “Dan orang-orang yang beriman, laki-laki dan perempuan, sebagian mereka menjadi penolong bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh (berbuat) yang ma’ruf, dan mencegah dari yang mungkar, mendirikian shalat, menunaikan zakat, dan ta’at kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka akan Diberi rahmat oleh Allah. Sungguh, Allah Mahaperkasa, Mahabijaksana.” (“The believers, men and women, are protectors one of another. They enjoin what is just, and forbid what is evil, they observe regular prayers, practise regular charity, and obey Allah and His Messenger. On them will Allah Pour His Mercy. For Allah is Exalted in Power, Wise.”) [terjemah Q.S. at-Taubah/9:71].

7. “Wahai manusia! Bertaqwalah kepada Tuhan-mu yang telah Menciptakan Anda dari diri yang satu (Adam), dan (Allah) Menciptakan pasangannya (Hawa) dari (diri)-nya, dan dari keduanya Allah Memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Bertaqwalah kepada Allah yang dengan Nama-Nya kamu saling meminta, dan (peliharalah) hubungan kekeluargaan. Sesungguhnya Allah selalu Menjaga dan Mengawasimu.” (“O mankind! Reverence your Guardian Lord, who Created you from a single person, Created, of like nature, his mate, and from them twain Scattered (like seeds) countless men and women. Fear Allah, through whom ye demand your mutual (rights), and (reverence) the wombs (that bore you). For Allah ever Watches over you.” [terjemah Q.S. an-Nisaa’/4:1].

8. “Perempuan-perempuan yang keji untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji untuk perempuan yang keji (pula), sedangkan perempuan-perempuan yang baik untuk laki-laki yang baik, dan laki-laki yang baik untuk perempuan-perempuan yang baik (pula). Mereka itu bersih dari apa yang dituduhkan orang. Mereka memperoleh Ampunan dan rizqi yang mulia (surga).” (“Women impure are for men impure, and men impure for women impure, and women of purity are for men of purity, and men of purity are for women of purity. These are not affected by what people say. For them there is Forgiveness and a provision honourable.”) [terjemah Q.S. an-Nuur/24:26].

9. “…, maka nikahilah perempuan yang Anda senangi: dua, tiga, atau empat. Tetapi jika Anda tidak akan mampu berlaku adil, maka (nikahilah) seorang saja, atau hamba sahaya perempuan yang Anda miliki. Yang demikian itu lebih dekat agar Anda tidak berbuat zhalim.” (“…, marry women of your choice, two or three or four. But if ye fear that ye shall not be able to deal justly (with them), then only one, or (a captive) that your right hands possess. That will be more suitable to prevent you from doing injustice.”) [terjemah Q.S. an-Nisaa’/4:3].

10. “Dan tidaklah pantas bagi laki-laki yang Mu’min dan perempuan yang Mu’min, apabila Allah dan Rasul-Nya telah Menetapkan suatu ketetapan, akan ada pilihan (yang lain) bagi mereka tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya, maka sungguh, dia telah tersesat, dengan kesesatan yang nyata.” (“It is not fitting for a believer, man or woman, when a matter has been Decided by Allah and His Messenger, to have any option about their decision. If anyone disobeys Allah and His Messenger, he is indeed on a clearly wrong path.” [terjemah Q.S. al-Ahzaab/33:36], serta Firman-Firman Allah lainnya.

Anjuran-anjuran Rasuulullaah (Shallallaahu ‘Alaihi Wasallam) untuk menikah (silakan dipilih beberapa, pen.):

1. Rasul bersabda: “Nikah itu sunnah-ku, barangsiapa yang tidak suka, bukan golonganku!” (H.R. Ibnu Majah, dari ‘Aisyah R.A. istri Rasul).

2. Rasul bersabda: “Empat macam di antara sunnah-sunnah para Rasul Allah, yaitu berkasih sayang, memakai wewangian, bersiwak, dan menikah.” (H.R. Tirmidzi).

3. Dari ‘Aisyah R.A. istri Rasul, bahwa Rasul bersabda: “Nikahilah olehmu kaum wanita itu, maka sesungguhnya mereka akan mendatangkan harta (rizqi) bagi Anda.” (H.R. Hakim dan Abu Dawud).

4. Jika ada manusia belum hidup bersama pasangannya, berarti hidupnya akan timpang dan tidak berjalan sesuai dengan Ketetapan Allah, dan orang yang menikah berarti melengkapi agamanya, sebagaimana sabda Rasul: “Barangsiapa Diberi Allah seorang istri yang shalihah, sesungguhnya telah Ditolong separuh agamanya. Dan hendaklah bertaqwa kepada Allah di separuh lainnya.” (H.R. Baihaqi).

5. Dari ‘Amru bin ‘Ash R.A. shahabat Rasul, bahwa Rasul bersabda: “Dunia adalah perhiasan dan sebaik-baik perhiasannya ialah wanita shalihah.” (H.R. Muslim, Ibnu Majah, dan an-Nasaa’i).

6. Sabda Rasul: “Tiga golongan yang berhak Ditolong oleh Allah:
- Orang yang jihad/berperang di Jalan Allah,
- Budak yang menebus dirinya sendiri dari tuannya,
- Pemuda/pemudi yang menikah agar terjauhkan dirinya dari yang haram.”
(H.R. Tirmidzi, Ibnu Hibban, dan Hakim).

7. Rasul bersabda: “Wahai generasi muda! Bila di antaramu sudah mampu menikah hendaklah ia nikah, karena mata akan lebih terjaga, kemaluan akan lebih terpelihara.” (H.R. Bukhari dan Muslim, dari Ibnu Mas’ud R.A. shahabat Rasul).

8. “Kawinlah dengan wanita yang mencintaimu dan yang mampu beranak. Sesungguhnya saya akan membanggakan Anda sebagai umat yang terbanyak.”, demikan sabda Rasul. (H.R. Abu Dawud).

9. “Saling menikahlah Anda, saling membuat keturunanlah Anda, dan perbanyaklah (keturunan). Sesungguhnya saya bangga dengan banyaknya jumlahmu di tengah umat yang lain.”, demikian sabda Rasul. (H.R. Abdurrazzaq dan Baihaqi).

10. Rasul bersabda: “Shalat 2 rakaat yang diamalkan orang yang sudah berkeluarga, lebih baik daripada 70 rakaat yang diamalkan oleh perjaka (atau perawan).” (H.R. Ibnu ‘Adi, dalam Kitab al-Kamil, dari Abu Hurairah R.A. shahabat Rasul).

11. Sabda Rasul: “Seburuk-buruk kalian, adalah yang tidak menikah, dan sehina-hina mayat kalian, adalah yang tidak menikah.” (H.R. Bukhari [shahih]).

12. “Di antara Anda semua yang paling buruk adalah yang hidup membujang, dan kematian Anda semua yang paling hina adalah kematian orang yang memilih hidup membujang.”, demikian sabda Rasul. (H.R. Abu Ya’la dan Thabrani).

13. Rasul pernah bersabda: “Kawinkanlah orang-orang yang masih sendirian di antaramu. Sesungguhnya, Allah akan Memperbaiki akhlaq, Meluaskan rizqi, dan Menambah keluhuran mereka.” (al-Hadits), serta hadits-hadits Rasul lainnya.


TUJUAN PERNIKAHAN

1. Melaksanakan Perintah Allah Subhaanahu Wa Ta’aala dan sunnah Rasuulullaah Shallallaahu ‘Alaihi Wasallam,

2. Dalam rangka melanjutkan generasi Muslim sebagai pengemban risalah Islam di muka Bumi,

3. Dalam rangka mewujudkan keluarga Islami menuju masyarakat Islami di muka Bumi,

4. Dalam rangka mendapatkan cinta dan kasih sayang,

5. Dalam rangka menenangkan jiwa dengan memelihara kehormatan diri (menghindarkan diri dari perbuatan maksiat/hina lainnya),

6. Dalam rangka menjemput kekayaan (sebaik-baik kekayaan adalah istri yang shalihah),

7. Dalam rangka meluaskan kekerabatan (menyambung tali silaturahim/menguatkan ikatan antar keluarga besar), serta tujuan-tujuan mulia lainnya.


KESIAPAN PRIBADI

1. Kondisi qalbu yang sudah mantap dan makin bertambah yaqin setelah shalat Istikharah (meminta Petunjuk-Nya). Rasuulullaah Shallallaahu ‘Alaihi Wasallam bersabda: “Man jadda wa jadda.” (“Siapa yang bersungguh-sungguh pasti ia akan berhasil melewati rintangan itu.”) Insyaa Allaah,

2. Sudah termasuk hukumnya WAJIB nikah bagi saya, sulit menjaga diri (walaupun) puasa sunnah,

3. Nikah tersebut termasuk tathir (mensucikan diri),

4. Secara materi, Insyaa Allaah siap, sebagaimana Firman Allah Subhaanahu Wa Ta’aala [terjemah Q.S. ath-Thalaaq/65:7): “Hendaklah orang yang mempunyai keluasan memberi nafqah menurut kemampuannya, dan orang yang terbatas rizqinya, hendaklah memberi nafqah dari harta yang Diberikan Allah kepadanya. Allah tidak membebani seseorang melainkan (sesuai) dengan apa yang Diberikan Allah kepadanya. Allah kelak akan Memberikan kelapangan setelah kesempitan.” (“Let the man of means spend according to his means, and the man whose resources are restricted, let him spend according to what Allah has Given him. Allah puts no burden on any person beyond what He has Given him. After a difficulty, Allah will soon Grant relief.”), serta kesiapan-kesiapan pribadi lainnya.


AKIBAT MENUNDA ATAU MEMPERSULIT NIKAH

1. ‘Kerusakan dan kehancuran’ moral akibat pacaran dan free sex,

2. Tertunda lahirnya generasi penerus risalah Islam di muka Bumi,

3. Tidak tenangnya ruhani dan perasaan, karena Allah (Subhaanahu Wa Ta’aala) baru akan Memberi ketenangan dan kasih sayang, salah satunya ialah kepada orang yang telah menikah,

4. Menanggung dosa di akhirat kelak, karena tidak dikerjakannya status hukum nikah yang sudah menjadi WAJIB (bagi saya) menikah, padahal syarat yang Allah dan Rasul-Nya Tetapkan telah terpenuhi,

5. Apalagi bila sampai masih bersentuhan dengan lawan jenis yang bukan mahram (termasuk mahram: saudari/saudara, ibu/ayah, bibi/paman, nenek/kakek, anak, cucu, dan sebagainya pertalian darah langsung, pen.). Padahal Rasuulullaah Shallallaahu ‘Alaihi Wasallam bersabda: “Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhirat, janganlah ia bersunyi sepi, berduaan dengan wanita yang tidak didampingi mahram-nya, karena yang menjadi pihak ketiganya adalah syaithan terkutuk.” (H.R. Ahmad), dan juga sabda Rasul: “Sungguh, kepala salah seorang di antara Anda ditusuk dengan jarum besi, lebih baik daripada menyentuh wanita yang tidak halal baginya.” (H.R. Thabrani dan Baihaqi).

Astaghfirullaah Al-‘Azhiim. Na’uudzubillaahi min dzaalik.

Namun, umumnya yang terjadi di masyarakat seputar pernikahan adalah sebagai berikut:

1. Keliru beranggapan bahwa kemuliaan status ditunjukkan oleh gelar yang disandang (Dr., M.T., S.T., dr., Sp., dan sebagainya), padahal sejatinya ialah kualitas taqwa seseorang kepada Allah,

2. Pesta pernikahan yang wah ataupun mahar yang terlampau tinggi, keliru, dianggap merupakan kebanggaan tersendiri, seyogyanya diselenggarakan dengan penuh ke-tawadhu’-an sesuai dengan kemampuan yang dimiliki, yaitu pernikahan (walimatul ‘ursy) hendaklah dilandasi semata-mata hanya mencari Ridha Allah dan Rasul-Nya semata (murni), bukan dicampuri dengan harapan ridha dari orang lain (baik sanjungan, maupun karena tidak enak kata orang). Saya yakin sekali, bila Allah Ridha pada apa yang kita kerjakan, maka kita akan selamat di akhirat (bahkan ‘dunia’ pun menghambakan diri kepada kita).

3. Pernikahan dianggap keliru merupakan penghalang untuk menyenangkan orang tua, karena masyarakat menganggap pernikahan akan merepotkan studi, padahal sejujurnya justru dengan menikah penglihatan lebih terjaga dari hal-hal yang haram, serta semakin semangat dan termotivasi menyelesaikan kuliah setepat-tepatnya.


MEMPERBAIKI NIAT
“…. Innamal a’maalu binniyaat. ….” (al-Hadits).
Niat adalah kebangkitan jiwa dan kecenderungan pada apa-apa yang muncul padanya berupa tujuan yang dituntut, yang penting baginya, baik secara segera maupun ditangguhkan.

1. Niat Memilih Istri/Suami
Rasuulullaah (Shallallaahu ‘Alaihi Wasallam) bersabda: “Barangsiapa yang menikahkan (putrinya) karena silau akan kekayaan si lelaki padahal buruk agama dan akhlaq-nya, maka tidak akan pernah pernikahan itu Diberkahi-Nya. Siapa yang menikahi seorang wanita karena kedudukannya, Allah (Subhaanahu Wa Ta’aala) akan Menambahkan kehinaan kepadanya. Siapa yang menikahinya karena kekayaan, Allah hanya akan Memberinya kemiskinan. Siapa yang menikahi wanita karena bagus nasab/keturunannya, Allah akan Menambahkan kerendahan kepadanya. Namun siapa yang menikah hanya karena ingin menjaga pandangan dan nafsunya atau karena ingin mempererat kasih sayang, Allah senantiasa Memberi barakah dan Menambah keberkahan itu kepadanya.” (H.R. Thabrani).
Kemudian sabda Rasul: “Janganlah Anda menikahi wanita karena kecantikannya, mungkin saja kecantikan itu membuatmu hina. Jangan Anda menikahi wanita karena harta/tahtanya mungkin saja harta/tahtanya membuatmu melampaui batas. Akan tetapi nikahilah wanita karena agamanya. Sebab, seorang budak wanita yang shalihah, meskipun buruk wajahnya, lebih utama.” (H.R. Ibnu Majah).
Dalam kesempatan lain, Rasul bersabda: “Janganlah kalian menikahi kerabat dekat, sebab (akibatnya) dapat melahirkan anak yang lemah (baik akal maupun fisiknya).” (al-Hadits).
Dari Jabir R.A. shahabat Rasul, bahwa Rasul bersabda: “Sesungguhnya perempuan itu dinikahi orang karena agamanya, kedudukannya, hartanya, dan kecantikannya, maka pilihlah yang beragama (dengan baik).” (H.R. Muslim dan Tirmidzi).

2. Niat dalam Proses Nikah
Perbaikan niat tak cukup sampai memilih pendamping saja. Niat yang benar masih terus menyertai berbagai urusan yang berkenaan dengan terjadinya pernikahan. Mulai dari memberi mahar, menebar undangan walimah (resepsi), hingga menyelenggarakan walimah. Adapun walimah yang lebih dari dua hari lebih dekat kepada madharat (efek negatif), sedangkan walimah hari ketiga sudah termasuk riya’ (perbuatan yang didasari keinginan disanjung/tidak murni ikhlash). Padahal, Allah Berfirman [terjemah Q.S. an-Nisaa’/4:4]: “Dan berikanlah maskawin (mahar) kepada perempuan (yang Anda nikahi) sebagai pemberian yang penuh kerelaan. Kemudian, jika mereka menyerahkan kepada Anda sebagian dari (maskawin) itu dengan senang hati, maka terimalah dan nikmatilah pemberian itu dengan senang hati.” (“And give the women (on marriage) their dower as a free gift. But if they, of their own good pleasure, remit any part of it to you, take it and enjoy it with right good cheer.”).
Rasul bersabda: “Wanita yang paling agung barakahnya adalah yang paling ringan maharnya.” (HR. Ahmad, al-Hakim, dan Baihaqi [shahih]).
Dari Aisyah R.A. istri Rasul, bahwa Rasul bersabda, “Sesungguhnya barakah nikah yang besar ialah yang sederhana belanjanya (maharnya).” (H.R. Ahmad).
Rasul pernah berjanji: “Janganlah mempermahal nilai mahar. Sesungguhnya, kalau lelaki itu mulia di dunia dan taqwa di Sisi Allah, maka Rasuulullaah sendiri yang akan menjadi wali nikahnya.” (H.R. Ashhaabus-Sunan).
Dari Anas R.A. shahabat Rasul, dia bercerita: “Abu Thalhah R.A. (shahabat Rasul) menikahi ‘Ummu Sulaim R.A. (shahabiah Rasul) dengan mahar berupa keislamannya (masuk Islam, pen.)” (Ditakhrij dari An Nasaa’i). Subhaanallaah.
Proses pernikahan pun ternyata mempengaruhi dan dipengaruhi niat. Proses pernikahan yang sederhana dan mudah Insyaa Allaah akan mendekatkan kepada bersihnya niat, yaitu memudahkan proses pernikahan bisa menjernihkan niat. Sedangkan mempersulit proses pernikahan akan mengotori niat. Begitulah, sabda Rasul: “Adakanlah perayaan nikah, sekalipun hanya memotong seekor kambing.” (H.R. Bukhari dan Muslim).

Pernikahan haruslah memenuhi kriteria Lillaah, Billaah, dan Ilallaah. Yang dimaksud Lillaah, ialah niat nikah itu mesti murni ikhlash karena Allah. Proses dan caranya harus Billaah, sesuai dengan Ketentuan dari Allah. Termasuk di dalamnya selama pemilihan calon pendamping, dan proses menuju jenjang pernikahan (steril dari pacaran/nafsu kah atau tidak?). Terakhir Ilallaah, tujuannya dalam rangka menggapai Keridhaan Allah. Sehingga, dalam penyelenggaraan nikah tidak bermaksiat kepada Allah, misalnya dicegah dengan pemisahan antara tamu pria dan wanita, tidak berlebih-lebihan, tidak makan sambil berdiri (adab makanan di masyarakat kita keliru, biasanya standing party, harus dihindari karena tidak dicontohkan Rasul), kedua pengantin tidak disandingkan, serta dijunjung tinggi adab mendo’akan pengantin dengan do’a [tercantum dalam H.R. Ashhaabus-Sunaan): “Baarakallaahulaka Wabaaraka ‘alaika Wajama’a bainakumaa fii khaiir.” (Artinya: “Semoga Allah Memberi barakah kepada Anda dan atas Anda serta Mengumpulkan Anda berdua (pengantin pria dan wanita) dalam kebaikan.”), serta tidak bersalaman dengan lawan jenis bukan mahram, maupun tidak berhias secara berlebihan, sebagaimana Allah Berfirman [terjemah Q.S. al-Ahzaab/33:33]: “… dan janganlah Anda berhias dan (bertingkah laku) seperti orang-orang Jahiliyah dahulu, ….” (“… and make not a dazzling display, like that of the former times of ignorance, ….”).


MERAIH PERNIKAHAN RUHANI
Jika seorang Muslim sudah dipenuhi dengan kecintaan dan kerinduan kepada Allah (Subhaanahu Wa Ta’aala), maka ia akan berusaha mencari seseorang yang sama dengannya. Secara psikologis, seseorang akan merasa tenang dan tenteram jika berdampingan dengan orang yang sama dengannya, baik dalam perasaan, pandangan hidup, dan sebagainya. Oleh karena itu, berbahagialah seorang Muslim yang dapat merasakan Cinta Allah dari pasangan hidupnya, yakni orang yang dalam hatinya mengingati Allah hadir secara penuh. Mereka saling mencintai bukan atas nama diri mereka, melainkan atas Nama Allah dan untuk Allah. Betapa indahnya pertemuan dua insan yang saling mencintai dan merindukan Allah. Pernikahan mereka bukanlah semata-mata pertemuan dua insan yang berlainan jenis, melainkan pertemuan dua ruhani yang sedang meniti perjalanan menuju Allah, Kekasih abadi yang mereka cintai. Itulah yang dimaksud dengan pernikahan ruhani.

“Kalau kita berkualitas di Sisi Allah, pasti yang akan datang juga seorang (jodoh untuk kita) yang berkualitas pula.” (dikutip dari majalah Al-‘Izzah, 18/II).


PENUTUP
“Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah Anda mengharamkan apa yang baik yang telah Dihalalkan Allah kepadamu, dan janganlah Anda melampaui batas. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.” (”O ye who believe! make not unlawful the good things which Allah hath Made lawful for you, but commit no excess. For Allah loveth not those given to excess.”). [terjemah Q.S. al-Maaidah/5:87].

“Maka sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan, sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan.” (“So, verily, with every difficulty, there is relief, verily, with every difficulty there is relief.”). [terjemah Q.S. al-Insyiraah/94:5—6].

Demikianlah, Ibunda dan Ayahanda yang sangat saya hormati, saya sayangi, dan saya cintai atas Nama Allah, proposal ini (secara fithrah) saya tuliskan. Saya sangat berharap Ibunda dan Ayahanda memahami keinginan saya. Atas restu dan do’a dari Ibunda serta Ayahanda, saya ucapkan “Jazaakumullaahu Khairan Katsiira” (“Semoga Allah Membalas dengan kebaikan yang lebih banyak.”).

“Ya Allah, jadikanlah aku ridha terhadap apa-apa yang Engkau Tetapkan dan jadikan barakah apa-apa yang telah Engkau Taqdirkan, sehingga tidak ingin aku menyegerakan apa-apa yang Engkau Tunda dan menunda apa-apa yang Engkau Segerakan. Ya Allah, Berilah hamba pahala dalam musibah hamba kali ini dan Gantikan untuk hamba yang lebih baik daripadanya. Aamiin.”


MARAJI’ (DAFTAR PUSTAKA)

Adhim, Muhammad Faudzil. 1998. Kupinang Engkau dengan Hamdalah. Yogyakarta: Mitra Pustaka.

_____. 2002. Indahnya Pernikahan Dini, cetakan ke-1. Jakarta: Gema Insani Press.

al-Khasyt, Muhammad Utsman. 1999. Sulitnya Berumah Tangga?, cetakan ke-18. Jakarta: Gema Insani Press.

Anonim. 1995. Majalah Ishlah, edisi awal tahun.

Anonim. 1996-2007. Mawarsoft Q Player ™ 3, a Smart Player for Interactive Content, CD virtual audio dan teks al-Quran beserta terjemahannya dalam bahasa Indonesia, Inggris, dan Melayu. Siliconetics Research Corporation. Sdn. Bhd. (Murattal oleh Syaikh Masyari bin Rasyid al-Afasi).

Anonim. 2001. Majalah Cerdas Pemuda Islami Al-’Izzah. Wahai Pemuda, Menikahlah, 17/II, 31 Mei 2001. Jakarta: YPDS Al-Mukhtaar.

Departemen Agama RI. 2009. al-Hikmah: al-Quran dan Terjemahannya, cetakan ke-9. Bandung: CV. Penerbit Diponegoro.

Rasyid, Sulaiman, H. 1994. Fiqh Islam, cetakan ke-27. Bandung: Sinar Baru Algesindo.

Sabiq, Sayyid. 1980. Fiqh Sunnah 6, cetakan ke-15. Bandung: PT. Al-Ma’aarif.

Syuqqah, AHA. 1998. Kebebasan Wanita 1, 5, dan 6, cetakan ke-1 dan ke-8. Jakarta: Gema Insani Press.

Ulwan, Abdullaah Nashih. 1996. Perkawinan, Masalah Orang Muda, Orang Tua, dan Negara. Jakarta: Gema Insani Press.

_____. 1997. Rintangan Pernikahan, Pemecahannya, cetakan ke-1. Jakarta: Studia Press.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar