Sabtu, 11 Mei 2013

Sosialisasi Obat Generik Berlogo (OGB) Di Indonesia



Oleh :
Regas Febria Yuspita

Pendahuluan
Obat Generik Berlogo (OGB) obat generik yang diedarkan dan dijual tanpa merek tertentu, hanya
dengan nama kimia populer dari zat aktifnya. OGB memiliki dua garis yaitu garis berwarna hijau yang berarti OGB telah lulus uji kualitas, khasiat dan keamanan, sedangkan garis berwarna putih berarti dapat digunakan oleh berbagai lapisan masyarakat; mulai dari kalangan ekonomi atas, menengah, hingga bawah. OGB memiliki harga yang lebih murah dari harga obat generik bermerek. Hal ini disebabkan karena harganya sudah ditetapkan oleh pemerintah, sehingga terjangkau oleh masyarakat. Contohnya antara Rp.5500,- sampai dengan Rp.6500,- per strip yang berisi 10 butir tablet masing-masing berisi 500 mg amoksilin. Sedangkan untuk Obat Generik Bermerek harganya masih di kisaran Rp.26.000,- per strip (berisi 10 butir tablet).

Industri farmasi yang membuat OGB harus memiliki standarisasi seperti memiliki sertifikat COA (dokumen otentik yang dikeluarkan oleh pihak berwenang untuk menjamin kemurnian dan kualitas obat), sertifikat CPOB (cara pembuatan obat yang baik—kualitas mesin pabrik harus terstandarisasi menurut Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia, BPOM RI) serta lulus uji bioavailabilitas dan bioekivalensi. Uji bioavailabilitas dilakukan untuk mengetahui seberapa cepat kandungan zat aktif dalam obat tersebut diserap oleh darah menuju sistem peredaran tubuh, sedangkan uji bioekivalensi dilakukan untuk membandingkan profil bioavailabilitas dengan tiap bentuk obat yang tersedia; yaitu meliputi tablet, kapsul, sirup, dan sebagainya.

Keuntungan dan pembelajaran positif penggunaan OGB
Alasan membeli OGB, Pertama, hemat dibanding obat bermerek. Pemakaian obat generik dapat menghemat biaya berobat sebesar 20 – 60 persen. Sementara khasiat obat generik tidak berbeda dengan obat paten karena zat yang terkandung di dalamnya sama dengan obat paten. Murahnya OGB adalah membantu untuk pengobatan berbagai penyakit seperti tuberkulosis , hipertensi, diabetes, stroke, HIV, hepatitis, maag, alergi, dan Lupus. Kedua, berkualitas karena sesuai Standar CPOB (Cara Pembuatan Obat yang Baik) dan melalui hasil Uji Bioavailabilitas dan Bioekivalensi. Ketiga, jumlah produk dan kelas terapi yang lengkap untuk berbagai penyakit, takaran yang utuh, dikemas secara baik dan didukung oleh jaringan distribusi yang tersebar di seluruh Indonesia.
Pembelajaran positif dari penggunaan OGB adalah OGB bukanlah obat untuk orang miskin dan tidak bermutu. OGB dapat dibeli dengan harga yang lebih murah dengan mutu yang sama. Murahnya obat OGB ini bukan karena obat ini murahan, tetapi karena OGM tidak melakukan promosi terhadap produknya. Selain itu, OGB diproduksi dalam skala besar dengan efisiensi tinggi serta tak memasukkan biaya awal riset obat. Selain itu, harga obat generik lebih terjangkau oleh masyarakat karena harga OGB sudah ditetapkan oleh pemerintah, OGB lebih efisien karena diproduksi dalam jumlah yang besar, OGB tidak memerlukan biaya paten, kemasan OGB tidak terlalu mewah.

Sosialisasi OGB di Indonesia
 
Saat ini, sosialisasi penggunaan OGB di Indonesia agar berhasil harus menjadikan OGB sebagai produk negara yang membanggakan bagi masyarakat. Sebab selama ini kendala yang sering dialami oleh pemerintah dalam mensosialisasikan OGB adalah perasaan gengsi masyarakat terhadap penggunaan OGB. Bagaimanakah agar masyarakat Indonesia merasa bangga menggunakan obat generik? Akan kami bahas sebagai berikut.
 Sebelum melakukan sosialisasi, pemerintah harus memperhatikan tiga kelompok sasaran yang dapat mensukseskan penggunaan OGB yaitu sasaran primer, sasaran sekunder dan sasaran tersier. Sasaran primer yaitu dokter, dokter gigi, apoteker dan paramedis di sarana pelayanan kesehatan pemerintah dan apotek milik BUMN, pasien, semua lapisan mayarakat mulanya masyarakat menengah ke bawah kini mulai menyasar ke mayarakat menengah ke atas. Sasaran sekunder adalah pihak-pihak yang dapat mempengaruhi perilaku sasaran primer dalam penggunaan obat generik, seperti para pakar yang berpengaruh dalam bidang kedokteran, kedokteran gigi, farmasi, pendidik di lembaga pendidikan, tenaga kesehatan, tokoh organisasi profesi, dan tokoh masyarakat. Sasaran tersier adalah kelompok pembuat keputusan penyelenggara pelayanan kesehatan.
Pemerintah juga harus memperhatikan setiap faktor yang dapat mempengaruhi motivasi tiap sasaran dalam program penggunaan OGB seperti faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik. Faktor intrinsik maksudnya faktor-faktor yang berasal dari dalam diri seseorang seperti kesadaran masyarakat untuk menggunakan OGB. Adanya kesadaran untuk penggunaan OGB ini pada akhirnya akan menciptakan masyarakat yang generic minded. Faktor ekstrinsik adalah faktor-faktor yang berasal dari luar diri seorang individu seperti sistem asuransi kesehatan. Asuaransi kesehatan tentunya akan lebih suka memakai  obat generik karena harganya lebih murah namun khasiat atau kualitasnya sama dengan obat branded.
 
Langkah-langkah yang perlu dilakukan oleh pemerintah adalah Pertama, harus ada komitmen dan kerja sama baik antara perawat, dokter, perusahaan obat, apotek, rumah sakit, puskesmas dalam mendukung penggunaan OGB. Semua pihak itu harus memiliki persepsi yang sama bahwa OGB memiliki kualitas kandungan, cara kerja, serta tingkat kecepatan penyembuhan sama dengan obat generik bermerk. Bagi perusahaan farmasi, pemerintah mendorong terwujudnya bio generic yang memanfaatkan teknologi biomolekuler dan mendorong para pelaku usaha farmasi agar produk mereka menjadi profitabl dengan memberikan insentif dalam berbisnis obat generik. Perusahaan farmasi juga harus mendapatkan pengarahan mengenai promosi obat kepada dokter agar tidak menyimpang dari etika. Di lingkungan usaha apotek harus menyediakan semua jenis obat generik. Rumah sakit akan melakukan verifikasi lebih lanjut terhadap obat yang diberikan dokter kepada pasiennya. Dokter memberikan pengarahan kepada masyarakat bahwa OGB sama-sama cespleng maka lama kelamaan persepsi masyarakat akan berubah yaitu bahwa OGB bukanlah obat murahan. 
Kedua,
Mengkampanyekan (promosi) melalui penunjukkan duta OGB yang dapat turun ke seluruh lapisan masyarakat dan iklan obat generik di media elektronik, media cetak dan media massa. Ketiga, pemerintah perlu membuat sebuah program untuk mengobati penyakit-penyakit seperti HIV/AIDS, penyakit jantung, diabetes, dan kanker, yang membutuhkan pengobatan jangka panjang dengan menggunakan obat generik, sehingga bisa menghemat biaya. Keempat, agar sosialisasi penggunaan OGB sukses tentu perlu melibatkan peran aktif pemuka agama dan tokoh masyarakat (tokoh informal). Peranan tokoh masyarakat atau pemimpin informal sangat penting terutama dalam mempengaruhi, memberi contoh, dan menggerakan keterlibatan seluruh warga masyarakat di lingkungannya guna mendukung keberhasilan program. Apalagi di masyarakat pedesaan, peran tersebut menjadi faktor determinan karena kedudukan pemuka pendapat (opinion leader) masih sangat kuat pengaruhnya, bahkan sering menjadi tokoh panutan dalam segala kehidupan sehari-hari warga masyarakat. Kelima, sosialisasi harus dilakukan secara terus menerus mulai dari perkotaan sampai pedesaan, melalui pembelajaran di dunia pendidikan, seminar, simposium atau masyarakat (PKK atau pertemuan bapak-bapak, karang taruna atau perkumpulan lainnya). Pada jaman sekarang ini, juga sosialisasi akan efektif jika dilaksanakan melalui internet (situs) atau sosial media seperti facebook atau twitter.

Keterangan lebih lanjut hubungi : www.dexa-medica.com



Tidak ada komentar:

Posting Komentar