Bismillahirrahmaanirrahiim
(1). Ia adalah salah seorang diantara para sahabat Nabi.
Ia seorang remaja Quraisy terkemuka, gagah dan tampan, penuh dengan
jiwa dan semangat kemudaan. Para ahli sejarah melukiskan semangat
kemudaannya dengan kalimat : "Seorang warga kota Makkah yang mempunyai
nama paling harum."
Seorang pemuda yang tampan dan rupawan yang
dibesarkan dalam keadaan yang serba kecukupan dan dimanjakan oleh kedua
orang tuanya. Mungkin tak seorang pun di antara anak-anak muda Mekah
yang beruntung dimanjakan oleh kedua orang tuanya demikian rupa. Tak
mengherankan jikalau ia menjadi buah bibir gadis-gadis Mekkah dan
bintang di tempat-tempat pertemuan. Dia tumbuh dari keluarga yang
berkecukupan dan kaya raya. Bajunya sehari-hari adalah sebaik-baik baju
yang ada di masanya.
Kalau ia berjalan, terciumlah aroma minyak wanginya.
Kalau ia berbicara, terpukaulah orang-orang dengan kefasihannya itu.
Ia seorang pemuda yang berakhlak baik dan lembut tutur katanya.
Ia juga memiliki kedudukan yang terpandang dan terhormat di kaumnya.
Sungguh,
Dialah pemuda idaman dan pemuda idola kaumnya.
Dialah sahabat Nabi kita, Mush’ab Bin ‘Umair, semoga Allah meridhainya.
(2). Hidayah Islam menghampiri dan menjemputnya.
Saat itu Rasulullah sedang mengadakan pertemuan dengan para sahabatnya
di rumah Arqam bin Abil Arqam. Majelis yang di dalamnya dibacakan
ayat-ayat suci Al Qur’an.
Baru saja Mush'ab mengambil tempat
duduknya, ayat-ayat Alqur'an mulai mengalir dari kalbu Rasulullah
bergema melalui kedua bibirnya dan sampai ke telinga, meresap di hati
para pendengar. Di senja itu Mush'ab pun terpesona oleh untaian kalimat
Rasulullah yang tepat menemui sasaran di kalbunya.
Wahyu yang
kala itu dibacakan oleh Rasulullah didengar oleh Mush’ab hingga bergetar
merasuki hatinya dan menjadi jalan hidayah Allah kepadanya. Maka
lengkap dan bertambahlah keelokannya, keelokan fisiknya dan keelokan
cahaya iman yang terlihat di wajahnya.
(3). Usman bin
Thalhah seorang tokoh musyrikin sempat melihat Mush'ab berada di Darul
Arqam bersama Rasulullah dan melihat melaksanakan shalat. Dia pun
langsung mengadu kepada ibunda Mush'ab. Mendengar hal itu ibunda Mush'ab
marah, memukul dan menyiksa Mush'ab, lalu mengurungnya di rumah dan
menyewa seseorang untuk menjaganya. Tetapi ketika mendengar bahwa
sebagian sahabat Rasulullah dan kaum muslimin sudah mulai berhijrah ke
Habasyah, Mush'ab berhasil lari dan langsung hijrah pula ke Habasyah.
(4). Suatu ketika beliau kembali lagi ke Mekah. Ketika dia kembali lagi
kepada ibundanya, ibundanya betul-betul marah sampai dia mengatakan:
"Pergilah kamu dari tempat ini, saya bukan ibumu lagi sampai kapan
pun!". Maka Mush’ab pun menghampiri ibunya sambil berkata : ’Wahai
bunda! Telah ananda sampaikan nasihat kepada bunda, dan ananda menaruh
kasihan kepada bunda. Bersahadatlah wahai ibunda, Tiada Tuhan kecuali
Allah dan Muhammad hamba dan Rasul-Nya". Dengan murka dan naik darah
ibunya menyahut : “Demi bintang! Sekali-kali aku takkan masuk ke dalam
Agamamu itu. Otakku bisa jadi rusak, dan buah pikiranku takkan
diindahkan orang lagi”.
Dalam kondisi sudah terpisah dari
ibunya, beliau seorang pemuda yang terlantar dengan pakaian yang
digunakan hanya satu-satunya dan compang-camping, sehingga banyak ummat
Islam pada waktu itu mencoba memalingkan pandangan dari Mush'ab untuk
menahan air mata, mereka tidak mau Mush'ab melihat mereka menangis
karena kehidupan yang semula mewah dengan segala macam tercukupi, kini
ia korbankan demi kebenaran agamanya dan dia rela hidup dalam
penderitaan seperti itu.
Pada suatu hari ia tampil di hadapan
beberapa orang Muslimin yang sedang duduk sekeliling Rasulullah. Demi
memandang Mush'ab, mereka menundukkan kepala dan memejamkan mata,
sementara beberapa orang matanya basah karena duka. Mereka melihat
Mush'ab memakai jubah usang yang bertambal-tambal, padahal belum lagi
hilang dari ingatan mereka—pakaiannya sebelum masuk Islam—tak ubahnya
bagaikan kembang di taman, berwarna-warni dan menghamburkan bau yang
wangi.
Adapun Rasulullah, menatapnya dengan pandangan penuh
arti, disertai cinta kasih dan syukur dalam hati. Pada kedua bibirnya
tersungging senyuman mulia, seraya berkata, "Dahulu aku lihat Mush'ab
ini tak ada yang mengimbangi dalam memperoleh kesenangan dari orang
tuanya, kemudian ditinggalkannya semua itu demi cintanya kepada Allah
dan Rasul-Nya." Inilah keimanan! Salah satu ciri keimanan seseorang itu
rasa cintanya kepada Allah sangat kuat, mengalahkan cintanya kepada
selain Allah.
(5). Suatu saat Mush'ab dipilih Rasulullah
untuk melakukan suatu tugas maha penting. Ia menjadi duta atau utusan
Rasul ke Madinah untuk mengajarkan agama Islam kepada orang-orang Anshar
yang telah beriman dan berbaiat kepada Rasulullah di bukit Aqabah. Di
samping itu, ia juga mempersiapkan kota Madinah untuk menyambut hijrah
Rasulullah sebagai peristiwa besar.
Sebenarnya, di kalangan
sahabat ketika itu masih banyak yang lebih tua, lebih berpengaruh dan
lebih dekat hubungan kekeluargaannya dengan Rasulullah daripada Mush'ab.
Tetapi Rasulullah menjatuhkan pilihannya kepada Mush'ab. Dan bukan
tidak menyadari sepenuhnya bahwa beliau telah memikulkan tugas amat
penting ke atas pundak pemuda itu dan menyerahkan kepadanya tanggung
jawab nasib Agama Islam di kota Madinah.
Orang pertama
yang beliau dakwahi adalah Usaid bin Hudlair, seorang tokoh musyrik dari
bani Abdul Asyhal, kepala suku yang sangat disegani. Mendengar dakwah
Mush'ab maka Usaid berkata: "Ajaran apa yang kamu bawa karena kami tidak
pernah kenal sebelumnya, Tuhan apa yang kamu maksud karena kami
tidak.pernah melihatnya, sedangkan tuhan kami jelas nyata ada yaitu
patung-patung, kami bisa menemuinya kapan saja dan kami bisa melihatnya
sementara Tuhan yang kamu ceritakan itu tidak bisa dilihat. Segera kamu
tinggalkan Madinah ini sebelum kami bunuh kamu".
Lalu Mush'ab
berkata: "Apakah tidak sebaiknya saya diberikan kesempatan sedikit
berbicara, kalau nanti apa yang saya sampaikan membuat anda yakin, saya
bersyukur kepada Allah, tapi kalau anda tidak meyakini maka silakan anda
usir saya dan saya akan meninggalkan Madinah ini". Baik, kata Usaid.
Mush'ab berkata: "Silakan kamu duduk, maka Usaid pun duduk".
Lalu mulailah Mush'ab membaca ayat Al Qur'an, mendengar ayat-ayat yang
dibacakan, lalu Usaid mengatakan : "Firman apakah gerangan yang sangat
luar biasa ini? Lalu dia berkata: "Apa yang harus saya lakukan, kalau
saya akan masuk agama ini?" Kata Mush'ab: "Bersihkan pakaian dan badanmu
lalu bersyahadat". Maka Usaid pun pergi lalu membasuh badannya, kembali
lagi masih tampak tetes air wudhu dari rambutnya lalu dia bersyahadat.
Setelah Usaid bersyahadat, maka tokoh yang lain pun mengikutinya,
seperti Saad bin Mu'adz, Saad bin 'Ubadah lalu diikuti oleh yang
lainnya.
Mush'ab memikul amant itu dengan bekal karunia Allah
kepadanya, berupa pikiran yang cerdas dan budi yang luhur. Dengan sifat
zuhud, kejujuran dan kesungguhan hati, ia berhasil melunakkan dan
menawan hati penduduk Madinah hingga mereka berduyun-duyun masuk Islam.
Ketika tiba di Madinah pertama kali, ia mendapati kaum Muslimin tidak
lebih dari dua belas orang, yakni hanya orang-orang yang telah baiat di
bukit Aqabah. Namun beberapa bulan kemudian, meningkatlah jumlah
orang-orang yang memenuhi panggilan Allah dan Rasul-Nya.
(6). Dalam perang Uhud melawan kaum musyrik, Mush’ab mendapat
kehormatan dari Rasulullah untuk membawa bendera kaum Muslimin. Perang
yang berlangsung dahsyat hingga sejumlah sahabat terkemuka gugur untuk
menemui Rabb mereka..
Saksi mata yang menceriterakan saat-saat
terakhir pahlawan besar Mush’ab bin Umair. Berkata Ibnu Sa’ad:
“Diceriterakan kepada kami oleh Ibrahim bin Muhammad bin Syurahbil
al-’Abdari dari bapaknya, ia berkata : "Mush’ab bin Umair adalah pembawa
bendera di Perang Uhud ..."
Dalam situasi sangat kritis,
karena kaum Muslimin melupakan perintah Nabi, tatkala barisan kaum
Muslimin pecah, di mana ummat Islam sudah mulai terdesak dan musuh sudah
mulai mengarahkan sasarannya kepada Rasulullah, maka tampillah Mush'ab
membawa bendera Islam sambil bertakbir. Ia mengacungkan bendera
setinggi-tingginya dan bertakbir sekeras-kerasnya untuk menarik
perhatian musuh kepadanya dan melupakan Rasulullah...
Tiba-tiba
datang musuh bernama Ibnu Qumaiah dengan menunggang kuda, lalu menebas
tangan kanan Mush'ab hingga putus, sementara Mush'ab meneriakkan,
"Muhammad itu tiada lain hanyalah seorang Rasul, yang sebelumnya telah
didahului oleh beberapa Rasul." Kalimat yang kemudian dikukuhkan sebagai
wahyu ini selalu diulang dan dibacanya sampai selesai ...
Maka
Mush'ab memegang bendera dengan tangan kirinya sambil membungkuk
melindunginya. Musuh pun menebas tangan kirinya itu hingga putus pula.
Mush'ab membungkuk ke arah bendera, lalu dengan kedua pangkal lengan
meraihnya ke dada sambil berucap, "Muhammad itu tiada lain hanyalah
seorang Rasul, dan sebelumnya telah didahului oleh beberapa Rasul."
Lalu orang berkuda itu menyerangnya ketiga kali dengan tombak, dan
menusukkannya hingga tombak itu pun patah. Mush'ab pun gugur, dan
bendera pun jatuh...
Wahai Mush’ab cukuplah bagimu ar-Rahman ….
Namamu harum semerbak dalam kehidupan ….
Rasulullah bersama para sahabat datang meninjau medan pertempuran untuk
menyampaikan perpisahan kepada para syuhada. Ketika sampai di tempat
terbaringnya jasad Mush'ab, bercucuranlah dengan deras air matanya.
Beliau membacakan firman Allah: "Di antara orang-orang Mu'min terdapat
syuhada yang telah menepati janjinya dengan Allah (QS. Al Ahzab 23).
Tak sehelai pun kain untuk menutupi jasadnya selain sehelai burdah.
Andai ditaruh di atas kepalanya, terbukalah kedua belah kakinya.
Sebaliknya bila ditutupkan di kakinya, terbukalah kepalanya. Maka
Rasulullah bersabda, "Tutupkanlah ke bagian kepalanya, dan kakinya
tutuplah dengan rumput idzkhir!"
Rasulullah berkata, "Ketika di
Makkah dulu, tak seorang pun aku lihat yang lebih halus pakaiannya dan
lebih rapi rambutnya daripadanya. Tetapi sekarang ini, dengan rambutmu
yang kusut masai, hanya dibalut sehelai burdah."
Setelah
melayangkan pandang, ke arah medan laga serta para syuhada yang
tergeletak di atasnya, Rasulullah berseru, "Sungguh, aku akan menjadi
saksi nanti di hari kiamat, bahwa kalian semua adalah syuhada di sisi
Allah!"
Rasulullah berpaling ke arah sahabat yang masih hidup,
"Hai manusia, berziarahlah dan berkunjunglah kepada mereka, serta
ucapkanlah salam! Demi Allah yang menguasai nyawaku, tak seorang Muslim
pun sampai hari kiamat yang memberi salam kepada mereka, pasti mereka
akan membalasnya."
Salam atasmu wahai Mush’ab ….
Salam atasmu sekalian, wahai para syuhada ….
-------
Begitulah. Kisah ini mengajarkan kepada kita untuk tidak terlalu
terlena dan terpedaya oleh segala kemewahan dunia yang Allah berikan.
Bagaimanapun juga kecintaan kepada Allah dan Rasul-Nya adalah di atas
segala-galanya. Ya Allah… Letakkanlah akhirat di hatiku dan dunia di
tanganku, agar aku tak terlena karenanya. Aamiin
Tidak ada komentar:
Posting Komentar