Selasa, 26 Juni 2012

Contoh : Mush'ab bin Umair

Bismillahirrahmaanirrahiim


(1). Ia adalah salah seorang diantara para sahabat Nabi.
Ia seorang remaja Quraisy terkemuka, gagah dan tampan, penuh dengan jiwa dan semangat kemudaan. Para ahli sejarah melukiskan semangat kemudaannya dengan kalimat : "Seorang warga kota Makkah yang mempunyai nama paling harum."

Seorang pemuda yang tampan dan rupawan yang dibesarkan dalam keadaan yang serba kecukupan dan dimanjakan oleh kedua orang tuanya. Mungkin tak seorang pun di antara anak-anak muda Mekah yang beruntung dimanjakan oleh kedua orang tuanya demikian rupa. Tak mengherankan jikalau ia menjadi buah bibir gadis-gadis Mekkah dan bintang di tempat-tempat pertemuan. Dia tumbuh dari keluarga yang berkecukupan dan kaya raya. Bajunya sehari-hari adalah sebaik-baik baju yang ada di masanya.

Kalau ia berjalan, terciumlah aroma minyak wanginya.
Kalau ia berbicara, terpukaulah orang-orang dengan kefasihannya itu.
Ia seorang pemuda yang berakhlak baik dan lembut tutur katanya.
Ia juga memiliki kedudukan yang terpandang dan terhormat di kaumnya.

Sungguh,
Dialah pemuda idaman dan pemuda idola kaumnya.
Dialah sahabat Nabi kita, Mush’ab Bin ‘Umair, semoga Allah meridhainya.



(2). Hidayah Islam menghampiri dan menjemputnya.
Saat itu Rasulullah sedang mengadakan pertemuan dengan para sahabatnya di rumah Arqam bin Abil Arqam. Majelis yang di dalamnya dibacakan ayat-ayat suci Al Qur’an.

Baru saja Mush'ab mengambil tempat duduknya, ayat-ayat Alqur'an mulai mengalir dari kalbu Rasulullah bergema melalui kedua bibirnya dan sampai ke telinga, meresap di hati para pendengar. Di senja itu Mush'ab pun terpesona oleh untaian kalimat Rasulullah yang tepat menemui sasaran di kalbunya.

Wahyu yang kala itu dibacakan oleh Rasulullah didengar oleh Mush’ab hingga bergetar merasuki hatinya dan menjadi jalan hidayah Allah kepadanya. Maka lengkap dan bertambahlah keelokannya, keelokan fisiknya dan keelokan cahaya iman yang terlihat di wajahnya.


(3). Usman bin Thalhah seorang tokoh musyrikin sempat melihat Mush'ab berada di Darul Arqam bersama Rasulullah dan melihat melaksanakan shalat. Dia pun langsung mengadu kepada ibunda Mush'ab. Mendengar hal itu ibunda Mush'ab marah, memukul dan menyiksa Mush'ab, lalu mengurungnya di rumah dan menyewa seseorang untuk menjaganya. Tetapi ketika mendengar bahwa sebagian sahabat Rasulullah dan kaum muslimin sudah mulai berhijrah ke Habasyah, Mush'ab berhasil lari dan langsung hijrah pula ke Habasyah.


(4). Suatu ketika beliau kembali lagi ke Mekah. Ketika dia kembali lagi kepada ibundanya, ibundanya betul-betul marah sampai dia mengatakan: "Pergilah kamu dari tempat ini, saya bukan ibumu lagi sampai kapan pun!". Maka Mush’ab pun menghampiri ibunya sambil berkata : ’Wahai bunda! Telah ananda sampaikan nasihat kepada bunda, dan ananda menaruh kasihan kepada bunda. Bersahadatlah wahai ibunda, Tiada Tuhan kecuali Allah dan Muhammad hamba dan Rasul-Nya". Dengan murka dan naik darah ibunya menyahut : “Demi bintang! Sekali-kali aku takkan masuk ke dalam Agamamu itu. Otakku bisa jadi rusak, dan buah pikiranku takkan diindahkan orang lagi”.


Dalam kondisi sudah terpisah dari ibunya, beliau seorang pemuda yang terlantar dengan pakaian yang digunakan hanya satu-satunya dan compang-camping, sehingga banyak ummat Islam pada waktu itu mencoba memalingkan pandangan dari Mush'ab untuk menahan air mata, mereka tidak mau Mush'ab melihat mereka menangis karena kehidupan yang semula mewah dengan segala macam tercukupi, kini ia korbankan demi kebenaran agamanya dan dia rela hidup dalam penderitaan seperti itu.

Pada suatu hari ia tampil di hadapan beberapa orang Muslimin yang sedang duduk sekeliling Rasulullah. Demi memandang Mush'ab, mereka menundukkan kepala dan memejamkan mata, sementara beberapa orang matanya basah karena duka. Mereka melihat Mush'ab memakai jubah usang yang bertambal-tambal, padahal belum lagi hilang dari ingatan mereka—pakaiannya sebelum masuk Islam—tak ubahnya bagaikan kembang di taman, berwarna-warni dan menghamburkan bau yang wangi.

Adapun Rasulullah, menatapnya dengan pandangan penuh arti, disertai cinta kasih dan syukur dalam hati. Pada kedua bibirnya tersungging senyuman mulia, seraya berkata, "Dahulu aku lihat Mush'ab ini tak ada yang mengimbangi dalam memperoleh kesenangan dari orang tuanya, kemudian ditinggalkannya semua itu demi cintanya kepada Allah dan Rasul-Nya." Inilah keimanan! Salah satu ciri keimanan seseorang itu rasa cintanya kepada Allah sangat kuat, mengalahkan cintanya kepada selain Allah.


(5). Suatu saat Mush'ab dipilih Rasulullah untuk melakukan suatu tugas maha penting. Ia menjadi duta atau utusan Rasul ke Madinah untuk mengajarkan agama Islam kepada orang-orang Anshar yang telah beriman dan berbaiat kepada Rasulullah di bukit Aqabah. Di samping itu, ia juga mempersiapkan kota Madinah untuk menyambut hijrah Rasulullah sebagai peristiwa besar.

Sebenarnya, di kalangan sahabat ketika itu masih banyak yang lebih tua, lebih berpengaruh dan lebih dekat hubungan kekeluargaannya dengan Rasulullah daripada Mush'ab. Tetapi Rasulullah menjatuhkan pilihannya kepada Mush'ab. Dan bukan tidak menyadari sepenuhnya bahwa beliau telah memikulkan tugas amat penting ke atas pundak pemuda itu dan menyerahkan kepadanya tanggung jawab nasib Agama Islam di kota Madinah.


Orang pertama yang beliau dakwahi adalah Usaid bin Hudlair, seorang tokoh musyrik dari bani Abdul Asyhal, kepala suku yang sangat disegani. Mendengar dakwah Mush'ab maka Usaid berkata: "Ajaran apa yang kamu bawa karena kami tidak pernah kenal sebelumnya, Tuhan apa yang kamu maksud karena kami tidak.pernah melihatnya, sedangkan tuhan kami jelas nyata ada yaitu patung-patung, kami bisa menemuinya kapan saja dan kami bisa melihatnya sementara Tuhan yang kamu ceritakan itu tidak bisa dilihat. Segera kamu tinggalkan Madinah ini sebelum kami bunuh kamu".

Lalu Mush'ab berkata: "Apakah tidak sebaiknya saya diberikan kesempatan sedikit berbicara, kalau nanti apa yang saya sampaikan membuat anda yakin, saya bersyukur kepada Allah, tapi kalau anda tidak meyakini maka silakan anda usir saya dan saya akan meninggalkan Madinah ini". Baik, kata Usaid. Mush'ab berkata: "Silakan kamu duduk, maka Usaid pun duduk".

Lalu mulailah Mush'ab membaca ayat Al Qur'an, mendengar ayat-ayat yang dibacakan, lalu Usaid mengatakan : "Firman apakah gerangan yang sangat luar biasa ini? Lalu dia berkata: "Apa yang harus saya lakukan, kalau saya akan masuk agama ini?" Kata Mush'ab: "Bersihkan pakaian dan badanmu lalu bersyahadat". Maka Usaid pun pergi lalu membasuh badannya, kembali lagi masih tampak tetes air wudhu dari rambutnya lalu dia bersyahadat. Setelah Usaid bersyahadat, maka tokoh yang lain pun mengikutinya, seperti Saad bin Mu'adz, Saad bin 'Ubadah lalu diikuti oleh yang lainnya.

Mush'ab memikul amant itu dengan bekal karunia Allah kepadanya, berupa pikiran yang cerdas dan budi yang luhur. Dengan sifat zuhud, kejujuran dan kesungguhan hati, ia berhasil melunakkan dan menawan hati penduduk Madinah hingga mereka berduyun-duyun masuk Islam. Ketika tiba di Madinah pertama kali, ia mendapati kaum Muslimin tidak lebih dari dua belas orang, yakni hanya orang-orang yang telah baiat di bukit Aqabah. Namun beberapa bulan kemudian, meningkatlah jumlah orang-orang yang memenuhi panggilan Allah dan Rasul-Nya.



(6). Dalam perang Uhud melawan kaum musyrik, Mush’ab mendapat kehormatan dari Rasulullah untuk membawa bendera kaum Muslimin. Perang yang berlangsung dahsyat hingga sejumlah sahabat terkemuka gugur untuk menemui Rabb mereka..

Saksi mata yang menceriterakan saat-saat terakhir pahlawan besar Mush’ab bin Umair. Berkata Ibnu Sa’ad: “Diceriterakan kepada kami oleh Ibrahim bin Muhammad bin Syurahbil al-’Abdari dari bapaknya, ia berkata : "Mush’ab bin Umair adalah pembawa bendera di Perang Uhud ..."

Dalam situasi sangat kritis, karena kaum Muslimin melupakan perintah Nabi, tatkala barisan kaum Muslimin pecah, di mana ummat Islam sudah mulai terdesak dan musuh sudah mulai mengarahkan sasarannya kepada Rasulullah, maka tampillah Mush'ab membawa bendera Islam sambil bertakbir. Ia mengacungkan bendera setinggi-tingginya dan bertakbir sekeras-kerasnya untuk menarik perhatian musuh kepadanya dan melupakan Rasulullah...

Tiba-tiba datang musuh bernama Ibnu Qumaiah dengan menunggang kuda, lalu menebas tangan kanan Mush'ab hingga putus, sementara Mush'ab meneriakkan, "Muhammad itu tiada lain hanyalah seorang Rasul, yang sebelumnya telah didahului oleh beberapa Rasul." Kalimat yang kemudian dikukuhkan sebagai wahyu ini selalu diulang dan dibacanya sampai selesai ...

Maka Mush'ab memegang bendera dengan tangan kirinya sambil membungkuk melindunginya. Musuh pun menebas tangan kirinya itu hingga putus pula. Mush'ab membungkuk ke arah bendera, lalu dengan kedua pangkal lengan meraihnya ke dada sambil berucap, "Muhammad itu tiada lain hanyalah seorang Rasul, dan sebelumnya telah didahului oleh beberapa Rasul."

Lalu orang berkuda itu menyerangnya ketiga kali dengan tombak, dan menusukkannya hingga tombak itu pun patah. Mush'ab pun gugur, dan bendera pun jatuh...

Wahai Mush’ab cukuplah bagimu ar-Rahman ….

Namamu harum semerbak dalam kehidupan ….


Rasulullah bersama para sahabat datang meninjau medan pertempuran untuk menyampaikan perpisahan kepada para syuhada. Ketika sampai di tempat terbaringnya jasad Mush'ab, bercucuranlah dengan deras air matanya. Beliau membacakan firman Allah: "Di antara orang-orang Mu'min terdapat syuhada yang telah menepati janjinya dengan Allah (QS. Al Ahzab 23).

Tak sehelai pun kain untuk menutupi jasadnya selain sehelai burdah. Andai ditaruh di atas kepalanya, terbukalah kedua belah kakinya. Sebaliknya bila ditutupkan di kakinya, terbukalah kepalanya. Maka Rasulullah bersabda, "Tutupkanlah ke bagian kepalanya, dan kakinya tutuplah dengan rumput idzkhir!"

Rasulullah berkata, "Ketika di Makkah dulu, tak seorang pun aku lihat yang lebih halus pakaiannya dan lebih rapi rambutnya daripadanya. Tetapi sekarang ini, dengan rambutmu yang kusut masai, hanya dibalut sehelai burdah."

Setelah melayangkan pandang, ke arah medan laga serta para syuhada yang tergeletak di atasnya, Rasulullah berseru, "Sungguh, aku akan menjadi saksi nanti di hari kiamat, bahwa kalian semua adalah syuhada di sisi Allah!"

Rasulullah berpaling ke arah sahabat yang masih hidup, "Hai manusia, berziarahlah dan berkunjunglah kepada mereka, serta ucapkanlah salam! Demi Allah yang menguasai nyawaku, tak seorang Muslim pun sampai hari kiamat yang memberi salam kepada mereka, pasti mereka akan membalasnya."

Salam atasmu wahai Mush’ab ….

Salam atasmu sekalian, wahai para syuhada ….


-------
Begitulah. Kisah ini mengajarkan kepada kita untuk tidak terlalu terlena dan terpedaya oleh segala kemewahan dunia yang Allah berikan. Bagaimanapun juga kecintaan kepada Allah dan Rasul-Nya adalah di atas segala-galanya. Ya Allah… Letakkanlah akhirat di hatiku dan dunia di tanganku, agar aku tak terlena karenanya. Aamiin

Tidak ada komentar:

Posting Komentar